Bukan Sekadar Perayaan, Maulid Nabi Momen Penting untuk Menghidupkan Sunnah-Sunnah Rasulullah

Maulid Nabi adalah hari peringatan lahirnya Nabi Muhammad SAW dan menjadi bulan yang sangat istimewa bagi umat Islam.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 14 Sep 2024, 12:30 WIB
Bukan Sekadar Perayaan, Maulid Nabi Jadi Momen Perkuat Rasa Cinta pada Rasulullah dengan Jalankan Sunnah-Sunnahnya. (Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin).

Liputan6.com, Jakarta - Maulid Nabi 12 Rabiul Awal 1446 H bertepatan dengan hari Senin, 16 September 2024 M.

Ini adalah hari peringatan lahirnya Nabi Muhammad SAW dan menjadi bulan yang sangat istimewa bagi umat Islam.

Lebih dari sekadar perayaan, bulan Maulid adalah kesempatan yang indah untuk merenungi kembali ajaran dan teladan Nabi, serta saat yang tepat untuk menghidupkan sunnah-sunnahnya dalam setiap langkah kehidupan.  

Melansir NU Online, salah satu bukti cinta sejati kepada Nabi Muhammad adalah dengan menghidupkan sunnah-sunnahnya, terlebih jika bertepatan dengan bulan di mana beliau dilahirkan. Maka, menghidupkan sunnahnya merupakan penyambutan yang sangat tepat dan benar.  

Menghidupkan sunnah Nabi berarti meneladani akhlak mulia Rasulullah, menjalankan ibadah yang diajarkannya, dan menjadikannya sebagai panutan dalam segala hal, baik dalam hubungan kita dengan Allah maupun sesama manusia.

“Setiap sunnah yang diamalkan adalah tanda cinta yang tulus dan harapan agar kelak kita diakui sebagai umatnya yang setia,” tulis Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur, Ustaz Sunnatullah di laman NU Online dikutip Sabtu (14/9/2024).

Berkaitan dengan hal ini, Allah swt berfirman dalam Al-Quran: 

 قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ  

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang,” (QS Ali ‘Imran [3]: 31).


Mencintai Rasulullah Tak Cukup dengan Kata-Kata

Merujuk penjelasan Imam Fakhruddin ar-Razi dalam kitab Tafsir Mafatihul Ghaib, jilid VIII, halaman 197, bahwa tanda-tanda kuat kecintaan seseorang kepada Allah adalah dengan meneladani Rasulullah. Dan tanda kuat meneladani Rasulullah adalah dengan mengikuti semua sunnah dan teladan yang telah dicontohkan olehnya.

وَإِذَا قَامَتِ الدَّلَالَةُ الْقَاطِعَةُ عَلَى نُبُوَّةِ مُحَمَّدٍ وَجَبَتْ مُتَابَعَتُهُ، فَإِنْ لَمْ تَحْصُلْ هَذِهِ الْمُتَابَعَةُ دَلَّ ذَلِكَ عَلَى أَنَّ تِلْكَ الْمَحَبَّةَ مَا حَصَلَتْ

Artinya: “Dan apabila bukti yang jelas telah tegak menunjukkan kenabian Nabi Muhammad, maka wajib untuk mengikutinya. Jika tidak ada ketaatan dalam mengikuti beliau, hal itu menunjukkan bahwa kecintaan tersebut sebenarnya tidak ada.”  

Penjelasan di atas untuk menegaskan kepada umat Islam, bahwa cinta kepada baginda Nabi pada hakikatnya tidaklah hanya sebatas dengan kata-kata, tapi perlu tindakan dan aksi yang nyata. Yaitu dengan menghidupkan sunnah-sunnahnya, meneladani akhlaknya, mencontoh perilaku kesehariannya, dan menjauhi perbuatan yang ditinggalkannya.  


Semangat Meneladani Nabi Muhammad SAW

Ustaz Sunnatullah menambahkan, momen perayaan Maulid merupakan waktu yang sangat tepat untuk mengajak semua masyarakat awam agar memiliki semangat untuk meniru dan meneladani Nabi. Dan menjadikan bulan ini sebagai salah satu sarana dakwah bagi para ulama.

Selain menjelaskan perjuangan dan keteladanan, di dalamnya juga ada peluang untuk mengenalkan hukum Islam, halal-haram, memantapkan akidah dan mengenalkan keagungan Nabi Muhammad.

Peluang ini, sebagaimana disampaikan oleh Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, dalam kitab al-I’lam bi Fatawa Aimmatil Islam Haula Maulidihi ‘alaihis Shalatu was Salam, halaman 10:

 أَنَّ هَذِهِ الْاِجْتِمَاعَاتِ هِيَ وَسِيْلَةٌ كُبْرَى لِلدَّعْوَةِ إِلَى اللهِ وَهِيَ فُرْصَةٌ ذَهَبِيَّةٌ يَنْبَغِي أَنْ لَا تَفُوْتَ، بَلْ يَجِبُ عَلَى الدُّعَاةِ وَالْعُلَمَاءِ أَنْ يَذْكُرُوْا الْأُمَّةَ بِالنَّبِي، بِأَخْلَاقِهِ وَآدَابِهِ وَأَحْوَالِهِ وَسِيْرَتِهِ وَمُعَامَلَتِهِ وَعِبَادَاتِهِ وَأَنْ يُنْصِحُوْهُمْ وَيُرْشِدُوْهُمْ إِلَى الْخَيْرِ وَالْفَلَاحِ وَيُحَذِّرُوْهُمْ مِنَ الْبَلَاءِ وَالْبِدَعِ وَالشَّرِّ وَالْفِتَنِ  

Artinya: “Sungguh perkumpulan-perkumpulan ini adalah sarana utama untuk berdakwah kepada Allah dan merupakan kesempatan emas yang seharusnya tidak terlewatkan. Para pendakwah dan ulama harus mengingatkan umat tentang Nabi, tentang akhlak, adab, keadaan, sirah, perlakuan, dan ibadah beliau. Mereka harus memberikan nasihat, membimbing mereka menuju kebaikan dan keberuntungan, serta memperingatkan mereka dari malapetaka, bid'ah, kejahatan, dan fitnah.”  


Bukti Cinta Sejati pada Nabi

Penjelasan Sayyid Muhammad di atas menekankan kepada umat Islam bahwa perkumpulan-perkumpulan dalam perayaan Maulid Nabi memiliki semangat untuk menghidupkan sunnah Nabi Muhammad.

Dalam konteks ini, Maulid Nabi bukan sekadar perayaan, tetapi sebuah momentum yang sangat berharga untuk merenungkan, mengingat, dan mengimplementasikan ajaran-ajaran Nabi dalam kehidupan sehari-hari. 

Bukti cinta sejati kepada Nabi Muhammad adalah dengan menghidupkan sunnah-sunnah beliau, terutama saat bulan kelahirannya. Menghidupkan sunnah berarti meneladani akhlak mulia, menjalankan ibadah yang diajarkan, dan menjadikan Nabi sebagai panutan dalam semua aspek kehidupan.  

“Setiap sunnah yang diamalkan adalah tanda cinta dan harapan untuk diakui sebagai umat setianya. Oleh karena itu, cinta kepada Nabi tidak hanya sebatas ucapan, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata, seperti meneladani akhlak beliau dan menjauhi perbuatan yang ditinggalkan belia,” pungkas Ustaz Sunnatullah.  

infografis Journal_Tradisi Islam Sudah Melekat pada Kartini Sejak Kecil (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya