Liputan6.com, Ankara - Bos mata-mata Turki bertemu dengan delegasi dari Hamas di Ankara pada hari Jumat (13/11/2024) untuk membahas negosiasi gencatan senjata di Gaza, demikian menurut outlet berita TRT.
Ibrahim Kalin, kepala Badan Intelijen Nasional Turki, bertemu dengan delegasi pimpinan biro politik Hamas, kata TRT Haber, mengutip sumber keamanan Turki, tanpa mengatakan siapa saja anggota delegasi tersebut.
Advertisement
Badan intelijen Turki telah menghubungi semua pihak, termasuk Hamas, Israel, Qatar, dan Amerika Serikat, dan sedang melakukan diplomasi intensif untuk gencatan senjata di Gaza, kata TRT seperti dikutip dari Jerussalem Post, Sabtu (14/6).
Bos intel Turki itu diperkirakan akan memberikan tekanan pada Hamas untuk menerima kesepakatan, setelah Amerika Serikat meminta pemerintah Turki untuk campur tangan dalam negosiasi tersebut, menurut Walla.
Adapun intervensi yang diminta AS oleh Turki bukanlah bagian dari perjanjian mediasi resmi yang ada.
Pejabat senior AS mengatakan kepada Walla bahwa negosiasi tersebut dihambat oleh tuntutan baru Hamas, untuk peningkatan jumlah tahanan yang dibebaskan.
Seorang sumber keamanan Turki mengatakan kepada Walla bahwa pejabat senior Hamas pada pertemuan tersebut mengatakan bahwa mereka menunjukkan sikap positif dan konstruktif selama negosiasi, dan bahwa Israel-lah yang telah mengajukan persyaratan baru - yang mempersulit negosiasi.
Pertemuan ini terjadi hanya beberapa hari setelah anggota Hamas tingkat tinggi bertemu dengan Perdana Menteri Qatar dan kepala intelijen Mesir di Doha, dalam upaya untuk memecahkan kebuntuan.
Selain itu, pertemuan ini juga terjadi setelah seminggu insiden tidak bersahabat antara Israel dan Turki, di mana Turki menyerukan "aliansi Islam" untuk melawan Israel.
Untuk diketahui, Turki di bawah kepimpinan Presiden Erdogan secara umum berpihak pada kelompok-kelompok Islam yang menentang Israel, setelah menjadi tuan rumah armada Mavi Marmara pada tahun 2009 dan bahkan menawarkan untuk menjadi tuan rumah bagi Hamas pada bulan-bulan setelah 7 Oktober.
Hamas Siap Terapkan Gencatan Senjata Tanpa Syarat Baru, Mungkinkah?
Sebelumnya, Hamas menegaskan pada hari Rabu (11/9/2024) bahwa negosiatornya menggarisbawahi kembali kesiapan kelompok itu untuk melaksanakan gencatan senjata "segera" dengan Israel di Jalur Gaza berdasarkan proposal awal yang disodorkan Amerika Serikat (AS) tanpa persyaratan baru dari pihak mana pun.
Proposal sebelumnya yang diajukan oleh Presiden Joe Biden pada bulan Juni menetapkan gencatan senjata tiga fase sebagai imbalan atas pembebasan sandera Israel.
Kelompok itu mengatakan bahwa tim negosiasi mereka, yang dipimpin oleh pejabat senior Khalil al-Hayya, bertemu dengan para mediator pada hari Rabu termasuk Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani dan kepala intelijen Mesir Abbas Kamel di Doha untuk membahas perkembangan terbaru di Jalur Gaza. Demikian seperti dilansir CNA, Kamis (12/9).
Pembicaraan sejauh ini gagal mencapai kesepakatan untuk mengakhiri perang yang telah berlangsung selama 11 bulan. Masalah yang masih buntu, termasuk kontrol Koridor Philadelphia, hamparan tanah sempit di perbatasan Jalur Gaza dengan Mesir.
Sementara itu, Direktur CIA William Burns, yang juga merupakan kepala negosiator AS di Jalur Gaza, mengatakan pada hari Sabtu (7/9) bahwa proposal gencatan senjata yang lebih rinci akan dibuat dalam beberapa hari ke depan.
Serangan Israel sejak 7 Oktober 2023, menurut otoritas Kesehatan Jalur Gaza, telah menewaskan sedikitnya 41.084 warga Palestina dan melukai 95.029 lainnya.
Advertisement
Benjamin Netanyahu: Israel Tak Akan Tinggalkan Koridor Perbatasan Gaza Sampai Aman dari Hamas
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan, Israel tidak akan meninggalkan koridor perbatasan Gaza sampai aman dari Hamas.
"Kami akan tetap di sana," katanya Benjamin Netanyahu dalam konferensi pers di Yerusalem.
Agar gencatan senjata permanen dapat disetujui, Israel memerlukan jaminan bahwa siapa pun yang memimpin Gaza pascaperang akan dapat mencegah koridor tersebut digunakan sebagai rute penyelundupan senjata dan perbekalan untuk Hamas.
"Seseorang harus berada di sana," katanya, dikutip dari laman Japan Today, Kamis (5/9/2024).
"Bawakan saya siapa saja yang benar-benar dapat menunjukkan. Tidak dalam kata-kata. Tetapi hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, bahwa mereka benar-benar dapat mencegah terulangnya apa yang terjadi di sana sebelumnya," katanya, mengacu pada serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel.
"Kami terbuka untuk mempertimbangkannya, tetapi saya tidak melihat hal itu terjadi sekarang."
Koridor Philadelphia, di sepanjang tepi selatan Jalur Gaza yang berbatasan dengan Mesir, telah menjadi salah satu hambatan utama bagi kesepakatan untuk menghentikan pertempuran di Gaza dan membawa pulang sandera Israel dengan imbalan tahanan Palestina.
Netanyahu bersikeras mempertahankan kendali atas koridor tersebut, tempat pasukan Israel telah menemukan lusinan terowongan yang menurut para pejabat telah digunakan untuk memasok senjata dan amunisi kepada Hamas.
Perdana Menteri Israel telah menghadapi kritik keras dari banyak orang di Israel karena tidak membahas masalah tersebut, termasuk dari banyak orang di lembaga keamanannya sendiri yang percaya pasukan Israel dapat melakukan intervensi yang ditargetkan jika diperlukan untuk mencegah penyelundupan apa pun.
Keluarga dari banyak sandera, termasuk beberapa dari enam sandera yang jasadnya ditemukan dari sebuah terowongan di Gaza selatan pada hari Minggu, menuduhnya mengorbankan orang-orang yang mereka cintai dengan bersikeras mempertahankan pasukan di koridor tersebut.
Namun, ia mengatakan bahwa mempertahankan tekanan terhadap Hamas adalah cara terbaik untuk memulangkan 101 sandera yang masih tersisa di Gaza.
"Anda perlu menekan mereka, memberi tekanan kepada mereka untuk membebaskan sandera yang tersisa. Jadi, jika Anda ingin membebaskan para sandera, Anda harus mengendalikan koridor Philadelphia," katanya.