Memahami Kegelisahan Guru Besar yang Membumikan Tradisi Berpikir Lewat Lukisan

Semakin bertambah usia seseorang, termasuk seniman maka Kontemplasi akan lebih substansial dan tak lagi terjebak urusan teknis.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 14 Sep 2024, 21:13 WIB
Prof Dr Tjejep Rohendi Rohidi, berpose di depan lukisan karyanya. Foto: liputan6.com/edhie prayitno ige 

Liputan6.com, Semarang - Prof Dr Tjejep Rohendi Rohidi, seorang guru besar seni rupa Universitas Negeri Semarang (Unnes) memamerkan kegelisahan hatinya melalui puluhan lukisan abstrak. Pameran digelar di Kedai Kopi Kang Putu, dusun Gebyog Gunungpati Semarang.

Kegelisahan Prof Tjetjep ini adalah sebuah pesan untuk memberi pencerahan kepada audennya. Baginya pesan tersebut adalah tanggung jawab seniman yang mengerti tentang nilai-nilai hakekat kehidupan yang nyata.

"Semakin bertambah usia, saya semakin terbebas dari urusan teknis. Substansi menjadi lebih diutamakan, meski semua tergantung kemampuan teknis mengolah rangsang estetiknya diatas kanvas," kata Prof Tjetjep Rohendi Rohidi.

Melihat lukisan Prof Tjetjep Rohendi Rohidi, sebenarnya bisa untuk melacak laku budaya sebagai pertanggungjawaban terhadap kehidupan yang nyata. Dari sini bisa dimaknai bahwa karya-karya lukisan Cecep adalah bagian dari kontemplasi laku spiritual.

 


Tradisi Berpikir

Prof Dr Tjejep Rohendi Rohidi mendiskusikan salah satu lukisan yang dipamerkan dengan penyair, penulis kritikus seni rupa Timur Sinar Suprabana. Foto: liputan6.com/edhie prayitno ige 

Timur Sinar Suprabana, menyebut bahwa Tjetjep Rohendi sangat berperan besar dalam menumbuhkan tradisi berpikir bagi para pelukis Semarang.

"Secara teknis, para pelukis Semarang sudah selesai. Mereka piawai secara teknis, namun lemah dalam berpikir," kata Timur.

Masuknya Prof Tjetjep Rohendi akhirnya mampu melahirkan sejumlah pelukis yang berani keluar dari zona nyaman Mangga, Pisang, Jambu, sebutan untuk pelukis yang gemar melukis buah-buahan.

Lukisan Prof Tjetjep Rohendi terdiri dari berbagai ukuran dan media. Mulai dari kertas bekas kalender, kanvas, hingga kain seadanya. Pun dengan cat, tak terjebak pada cat lukis saja. Ada yang menggunakan cat Acrylic, cat air, bahkan aspal.

"Bagaimana mengolah kepekaan teknis untuk mengekspresikan refleksi kehidupan yang telah dan sedang dijalani, melalui pembelajaran mulai dari ranah jiwa dan raga," kata Prof Tjetjep.

Sementara itu, pengelola Kedai Kopi Kang Putu, Gunawan Budi Santoso mengaku bahwa sudah sejak lama Prof Tjetjep Rohendi menginginkan pameran lukisannya di kedai tengah kampung itu.

"Saya tak berani bersikap karena memang Kedai Kopi ini ruangnya memang tidak untuk pameran lukisan. Saya menjadi berani ketika sudah bertemu langsung dengan Prof Tjetjep bahwa ia tak peduli dengan urusan display dan sejenisnya," kata Kang Putu, sapaan akrab Gunawan.

 


Inspirasi Kesempurnaan

Lukisan Prof Tjetjep Rohendi Rohidi yang menonjolkan kemampuan mengeluarkan warna dengan seimbang. Foto: liputan6.com/edhie prayitno ige 

Memang menjadi sulit untuk memahami lukisan abstrak Prof Tjetjep Rohendi ini. Apalagi judul-judul lukisan tidak ditampilkan dalam tiap lukisan. Lukisan yang disajikan menjadi multi tafsir. Audience bebas mengartikan apapun.

Ini sejalan dengan apa yang disampaikan Timur Sinar Suprabana bahwa Prof Tjetjep membawa tradisi baru di kalangan pelukis, bahkan seniman secara umum setelah mampu menguasai teknis, yakni berpikir.

Karya-karya yang ditampilkan menjadi semacam rujukan kepada rasa untuk menggapai kesempurnaan yang berada dalam kalbu atau hati. Lukisan menjadi ajaran dan pengingat bagi penikmatnya untuk terus berpikir.

Salah satu lukisan Prof Tjetjep Rohendi Rohidi yang menarik minat seniman Timur Sinar Suprabana. Foto: liputan6.com/edhie prayitno ige 

"Pembeda manusia dengan makhluk lain adalah kemampuan berpikir," kata Prof Tjetjep.

Heroe Rusdianto, seorang pelukis yang menghadiri pembukaan pameran ini menyebut bahwa lukisan Prof Tjetjep Rohendi memang membawa ciri khas tersendiri.

"Yang paling menonjol adalah komposisi. Sulit untuk mendiskripsikan lukisan abstrak karena sifatnya sangat subyektif. Namun secara komposisi, entah warna entah bidang menjadi hal yang menonjol," kata Heroe.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya