Awal Mula Perayaan Maulid Nabi Menurut Berbagai Sumber Sejarah, Penjelasan UAH

Dalam salah satu ceramahnya, ulama Muhammadiyah Ustadz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan sejarah peringatan maulid nabi. Menurut UAH, diperingati hari kelahiran Nabi SAW bermula dari sejarah wafatnya Nabi Muhammad SAW.

oleh Muhamad Husni Tamami diperbarui 15 Sep 2024, 04:30 WIB
Ustaz Adi Hidayat (Instagram: @ustadzadihidayat)

Liputan6.com, Jakarta - Rabiul Awal adalah bulan kelahiran Rasulullah SAW. Tepatnya pada 12 Rabiul Awal, umat Islam di berbagai belahan dunia pada umumnya merayakan hari kelahiran baginda Nabi Muhammad SAW atau dikenal maulid nabi.

Dalam salah satu ceramahnya, ulama Muhammadiyah Ustadz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan sejarah peringatan maulid nabi. Menurut UAH, diperingati hari kelahiran Nabi SAW bermula dari sejarah wafatnya Nabi Muhammad SAW.

Setelah Rasulullah SAW wafat, perjuangannya diteruskan oleh para sahabat dan orang-orang saleh setelahnya. Sampailah pada masanya orang-orang mulai lupa dengan perjuangan Nabi Muhammad SAW.

"Orang mulai menyimpang dari beberapa hal dalam kehidupannya. Jadi semakin meluas, sama persis zaman-zaman kita itu kalau sudah menyebar luas ajaran dan sebagainya semakin lupa dengan ajaran ajaran pokoknya," kata UAH, dikutip dari YouTube Cahaya Hijrah, Sabtu (14/9/2024).

 

Saksikan Video Pilihan Ini:


Dinasti Fatimiyyah

Ustadz Adi Hidayat (SS: YT AdiHidayat Official)

UAH menemukan perbedaan pendapat tentang awal mula peringatan hari kelahiran Rasulullah SAW.

"Sekitar tahun 362 H sampai 567 H. Ada yang menyebut 549 H sampai 630 H. Ada yang menyebut sekitar 567 H hingga 640 H. Di tahun-tahun ini mas-masa krisis, ketika orang sudah mulai lupa perjuangan nabi saw," tutur UAH.

Sebab banyaknya umat Islam yang mulai lupa dengan perjuangan Rasulullah SAW saat itu, sehingga Islam menjadi lemah, lupa dengan tuntunan nabinya.

"Maka momentum ketika lahirnya Nabi SAW di bulan Rabiul Awal itu dihidupkan kembali di masa-masa ini untuk mengenalkan Rasulullah SAW. Ada yang mengatakan dihidupkan pada tahun kisaran ini (362-567 H) di wilayah Mesir pada Dinasti Fatimiyah, Dinasti Ubaidiyah, yang menghidupkan namanya Abu Tamim Mu'izzuddin atau Al-Muiz Lidinillah," beber UAH.

UAH mengatakan, saat itu perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW hanya sebatas menyebutkan siapa Rasulullah SAW, lahirnya di mana, latar keluarganya, hingga akhlak-akhlaknya untuk mengenalkan kembali kepada muslim yang mulai lupa.


Gubernur Irbil Muzhaffar di Irak

Ustadz Adi Hidayat atau UAH merespons Timnas Indonesia di Piala Asia 2023. (YouTube Adi Hidayat Official)

UAH menambahkan, dari sumber yang lain yang mempopulerkan kelahiran Nabi SAW adalah Muzhaffar Abu Said Kuukuburi sekitar tahun 549-630 H. Muzhaffar saat itu seorang Gubernur Provinsi Irbil di Irak.

Muzhaffar mempopulerkan hari kelahiran nabi dengan cara mengumpulkan para ulama pada saat itu.

"Karena banyak kecenderungan dan lupa dengan nabi, dikumpulkan oleh beliau. Ulamanya dikumpulkan supaya menjelaskan keutamaan Nabi SAW. Kumpul mereka membahas, ada yang bikin syi'ir, ada yang bikin qasidah," terang UAH.

Selain syair dan qasidah, ulama pada saat itu menuliskan kisah-kisah nabi, di antara tulisannya yang terkenal hingga sekarang adalah maulid Barzanji dan maulid Diba'.

"Di antara tulisan-tulisan yang kita kenal sampai sekarang ada yang disebut dengan Barjanzi, ada yang disebut dengan Diba’. Itu asalnya bukan bacaan yang dilagukan, itu asalnya adalah syi'ir-syi'ir yang menerangkan tentang kehidupan nabi," kata UAH.


Zaman Salahudin Al-Ayubi

Ustadz Adi Hidayat (Foto: Tangkapan Layar Youtube @aagymoffical)

Pendapat ketiga, peringatan hari kelahiran nabi mulai diadakan sekitar tahun 567-640 H yang dibangkitkan oleh Salahudin Al-Ayubi, sosok panglima paling hebat dalam Islam yang pernah lahir sepeninggal nabi dan sepeninggal para sahabatnya.

 "Yang membebaskan Palestina itu (Salahudin Al-Ayubi) dicatat dalam sejarah namanya dan dituliskan berbagai kisahnya, dipuji dengan berbagai pujian yang diterapkan oleh Allah SWT lewat lisan-lisan para sejarawan orang Islam setelahnya," terang UAH.

Salahudin Al-Ayubi juga ternyata pernah membangkitkan pasukannya yang ingin membebaskan Palestina. Ia amati pasukannya, ternyata belum siap secara mental.

"Ketika malam-malam beliau melihat sebagian tentaranya ada yang sholat, kata beliau ini sudah siap. Sebagian masih ada yang ngobrol-ngobrol begadang, akhirnya kata beliau, ini belum siap, mentalnya belum siap, kedekatan dengan Allah-nya masih kurang," kata UAH.

Selain pasukan perang, Salahudin Al-Ayubi juga mengamati masyarakatnya yang semakin jauh dengan ajaran Nabi, bahkan di antaranya ada yang tidak mengenal sosok Rasulullah SAW.

"Dihidupkan (maulid nabi) oleh beliau di waktu-waktu itu. Ada yang mengatakan dihidupkan di bulan Rabiul Awal untuk mengambil momentumnya. Ada yang mengatakan dihidupkan bahkan di luar bulan-bulan itu," jelas UAH.

Wallahu a’lam.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya