Kakek Sholeh Cucu Tidak, Apa Bisa Bersama di Surga Level yang Sama Kelak? Simak Kata Gus Baha

Gus Baha menekankan pentingnya perasaan bahagia bagi setiap Muslim

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Sep 2024, 13:30 WIB
KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) (SS TikTok)

Liputan6.com, Jakarta - Senang bukan hanya sekadar perasaan, tetapi juga merupakan kunci untuk mendekatkan diri kepada Allah.

Menurut pandangan spiritual, kebahagiaan dan rasa syukur yang tulus dalam hidup ini menjadikan seseorang lebih layak untuk mendapatkan rahmat dan keberkahan dari Allah.

Ketika seseorang merasa senang dan bersyukur, ia tidak hanya mengapresiasi nikmat-Nya tetapi juga memperkuat iman dan hubungan spiritual dengan-Nya.

KH Ahmad Bahauddin Nursalim, atau yang lebih akrab disapa Gus Baha, meminta umat Islam untuk senantiasa bersikap senang dalam menjalani aktivitas sehari-hari.

Hal itu ia sampaikan saat memberikan ceramah dalam rangka Haul KH Munawwar Ke-52 dan Harlah Pesantren Mansyaul Huda ke-97 di Sendang, Senori, Tuban, Jawa Timur, pada Rabu (31/5/2023) malam, seperti dikutip dari kanal Youtube @SANTRI GAYENG.

Gus Baha menekankan pentingnya perasaan bahagia bagi setiap Muslim. "Saya minta, jadi orang Islam itu harus senang. Karena senang itulah yang menjadikan Anda pantas bertemu Allah SWT," ujar Gus Baha .

Gus Baha sambil mengutip salah satu ayat Al-Qur'an. Ia mengutip QS. Yunus: 58 yang berbunyi, "Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan’."

 


Banyak Orang Senang Maksiat, Tak Suka Halal

Pria Muslim mendengarkan ketika seorang anak membaca Al-qur'an. (MOHAMMED HUWAIS/AFP)

Dalam ceramahnya, Gus Baha juga menjelaskan bahwa inti dari Islam adalah perasaan ridha kepada Allah.

"Orang bisa senang dengan hal-hal yang maksiat, tapi mengapa dengan perkara halal tidak bisa senang? Itu masalah," tegasnya.

Menurut Gus Baha, hal ini menjadi perhatian bagi umat yang ingin mendekatkan diri kepada Allah.

Ia juga menyampaikan pandangan menarik mengenai nasab ulama dan kesalehan. Menurut Gus Baha, seseorang yang memiliki keturunan ulama dan juga menjadi saleh, seolah "rugi" karena saleh dianggap sudah menjadi keharusan.

“Kalau leluhurnya saleh, terus dia tidak saleh, itu rugi, karena tidak memanfaatkan keistimewaan keturunan ulama," ucapnya sambil disambut tawa hadirin.

Namun, Gus Baha memberikan argumen ilmiah yang didasarkan pada Al-Qur'an, bahwa keturunan orang saleh memiliki kesempatan untuk berkumpul bersama leluhur mereka di surga.


Gus Baha Sitir QS. At-Thur ayat 21

Ilustrasi Islami, muslim membaca Al-Qur'an. (Photo Copyright by Freepik)

Ia mengutip QS. At-Thur ayat 21 yang menyatakan, "Orang-orang yang beriman dan anak cucunya mengikuti mereka dalam keimanan, Kami akan mengumpulkan anak cucunya itu dengan mereka (di dalam surga)."

Menurut Gus Baha, jika seorang cucu masuk surga kelas bawah, ia bisa diangkat ke kelas yang lebih tinggi karena kehormatan leluhurnya.

Dalam ceramah yang penuh humor tersebut, Gus Baha juga bercerita tentang kisah seseorang yang tidak memiliki leluhur alim.

Ia menyampaikan cerita lucu dari kitab-kitab tentang seseorang yang tertawa-tawa saat mendengar kisah orang yang mbahnya alim. Ketika ditanya mengapa ia senang, padahal ia tidak memiliki leluhur yang alim, ia menjawab, "Alhamdulillah, mbah saya tidak alim, jadi saya tidak merasa terbebani harus alim."

Gus Baha pun menyimpulkan bahwa baik orang yang memiliki nasab ulama maupun tidak, sama-sama mendapatkan nikmat dan kemudahan dari Allah SWT.

“Yang punya mbah alim bisa ikut fasilitas ke surga, yang nggak punya mbah alim juga bisa menikmati hidup tanpa beban,” katanya sambil tertawa.

Ceramah Gus Baha ini diakhiri dengan ajakan kepada umat Islam untuk selalu senang dalam menjalankan hidup, karena kebahagiaan itu membuat seseorang lebih dekat kepada Allah.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya