Liputan6.com, Jakarta - Awan tsunami adalah sebutan populer untuk fenomena munculnya awan lengkung atau awan arcus. Awan lengkung merupakan formasi awan horizontal rendah yang biasanya muncul sebagai awan yang menempel atau menyertai awan cumulonimbus.
Dikutip dari laman The Weather Channel pada Senin (16/09/2024), bentuk awan tsunami seperti gulungan awan horizontal yang melengkung seperti gelombang. Awan ini berbeda dengan awan gulung horizontal (roll cloud) biasa karena roll cloud lazimnya terpisah dari awan cumulonimbus, meskipun sama-sama jenis awan arcus.
Fenomena awan tsunami terjadi karena adanya ketidakstabilan atmosfer di sepanjang pertemuan massa udara yang lebih dingin dengan massa udara yang lebih hangat serta lembap. Kondisi tersebut menghasilkan tipe awan dengan pola pembentukan horizontal memanjang.
Baca Juga
Advertisement
Salah satu faktor terbentuknya awan tsunami yaitu terjadinya fenomena angin laut dalam skala luas. Fenomena tersebut mendorong massa udara ke arah daratan.
Awan tsunami terbentuk saat aliran udara dingin mengalami downdraft turun dari awan cumulonimbus dan mencapai tanah. Kemudian, udara dingin dapat menyebar dengan cepat di sepanjang tanah.
Udara lembap hangat yang ada menjadi terdorong ke atas. Saat udara lembap hangat naik dan mencapai ketinggian suhu titik embunnya, maka udara lembap hangat akan mengembun menjadi pola awan lengkung.
Bagian atasnya rapi mirip baji, sedangkan bagian bawahnya seolah-olah bergejolak dan koyak karena angin. Gulungan awan yang terbentuk bisa bertahan beberapa jam dan meluas ke beberapa ratus kilometer.
Kemunculan awan Arcus atau awan tsunami ini kerap menimbulkan kekhawatiran. Terlepas dari itu, apakah awan Arcus berbahaya?
Awan Arcus alias awan tsunami ini dikaitkan erat dengan keberadaan hujan atau badai. Awan Arcus, terutama yang berbentuk shelf, terbentuk bersama awan kumulonimbus dan aliran udara ke bawah.
Kedua awan tersebut dikaitkan dengan angin kencang, hujan lebat atau hujan es, serta guntur dan kilat.
(Tifani)