Liputan6.com, Jakarta - Isu mengenai Bisphenol-A (BPA) sebagai bahan kimia berbahaya yang dapat menyebabkan berbagai penyakit serius seperti kanker, diabetes, dan gangguan hormonal, semakin marak diperbincangkan. Sebagian besar kekhawatiran ini muncul akibat paparan BPA yang terdapat pada berbagai barang sehari-hari, mulai dari kemasan makanan hingga alat medis.
Namun, benarkah BPA seberbahaya itu? Dalam sebuah diskusi kesehatan yang digagas Forum NGOBRAS belum lama ini, dua pakar di bidang polimer dan endokrinologi memberikan penjelasan ilmiah yang mendalam mengenai isu ini.
Advertisement
Ahli dalam ilmu Rekayasa Proses Pengemasan Pangan dari IPB, Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, dan ahli endokrin-metabolik, Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono Sp.PD-KEMD, mengungkap fakta sebenarnya tentang BPA yang sering disalahpahami.
Apa yang Dimaksud dengan BPA?
BPA adalah bahan kimia yang digunakan untuk membuat plastik polikarbonat dan resin epoksi. Plastik-polikarbonat yang kuat dan tahan lama ini biasa ditemukan pada botol air, kemasan makanan, hingga alat medis seperti selang kateter. Selain itu, BPA juga dapat ditemukan pada kertas thermal yang digunakan untuk struk belanja dan kertas ATM.
Namun, kekhawatiran muncul ketika BPA disebut sebagai endocrine disruptor, yakni bahan yang dapat mengganggu sistem hormonal tubuh. Menurut berbagai rumor, BPA diyakini dapat menyerupai hormon estrogen yang memicu pubertas dini pada anak perempuan, serta berpotensi menyebabkan masalah kesehatan lainnya seperti gangguan prostat pada pria.
Apakah BPA Menyebabkan Kanker?
Meski isu tentang bahaya BPA semakin berkembang, baik Prof Nugraha maupun Aswin dengan tegas menyatakan bahwa belum ada bukti ilmiah yang kuat yang mendukung klaim tersebut. Menurut Aswin, studi ilmiah tertinggi yang diakui dalam kedokteran adalah studi meta-analisis, yang menggabungkan berbagai hasil penelitian untuk mendapatkan kesimpulan yang lebih akurat.
"Hingga saat ini, belum ada bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa BPA menyebabkan kanker atau diabetes pada manusia," kata Aswin.
Dia menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan pada hewan coba dengan dosis BPA yang sangat tinggi memang menunjukkan risiko kesehatan, tapi hal ini tidak berlaku pada manusia. "Studi-studi yang ada belum cukup kuat untuk membuktikan risiko ini secara pasti," tambahnya.
Advertisement
Apakah BPA Berbahaya Bagi Tubuh?
Salah satu kekhawatiran yang sering muncul adalah potensi BPA bermigrasi dari kemasan pangan ke makanan atau minuman, terutama ketika terpapar panas.
Namun, Nugraha menjelaskan bahwa kemungkinan BPA bermigrasi sangat kecil. "Polikarbonat memiliki titik leleh yang sangat tinggi, sekitar 200 derajat Celcius. Dalam kondisi normal, termasuk saat terkena panas selama distribusi, BPA tidak mudah lepas dari kemasan," ujarnya.
Bahkan, jika BPA masuk ke dalam tubuh, tubuh manusia memiliki kemampuan untuk memetabolisme zat ini dengan sangat baik. BPA yang masuk akan dipecah oleh hati dan dikeluarkan melalui urine atau feses, sehingga tidak terakumulasi di dalam tubuh.
"Hati kita sangat efisien dalam memecah BPA, sehingga tubuh mampu membuangnya dengan cepat," kata Aswin.
BPA Menyebabkan Penyakit Apa?
Salah satu mitos yang paling sering dikaitkan dengan BPA adalah kemampuannya untuk memicu penyakit degeneratif seperti diabetes, kanker, dan gangguan hormonal lainnya. Namun, menurut Aswin, tidak ada bukti ilmiah yang mendukung klaim ini.
"Diabetes bukan disebabkan oleh BPA, melainkan oleh gaya hidup yang tidak sehat dan penurunan produksi insulin," katanya. Demikian pula dengan kanker, obesitas, dan infertilitas, yang semuanya disebabkan oleh faktor lain, bukan BPA.
Nugraha menambahkan bahwa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan kadar migrasi BPA dari kemasan pangan jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan oleh BPOM.
"Penelitian di Makassar menemukan bahwa uji migrasi BPA berkisar antara 0,0001 – 0,0009 mg/kg, jauh di bawah batas aman 0,05 mg/kg," katanya.
Advertisement
Pakar: Bijak Menyikapi Isu Kesehatan Terutama BPA
Dalam menghadapi isu-isu kesehatan, penting bagi kita untuk tidak mudah terpengaruh oleh informasi yang belum terbukti kebenarannya. Pakar menyarankan untuk selalu mencari sumber informasi yang terpercaya dan berbasis bukti ilmiah.
Dalam kesempatan itu, Aswin mengingatkan,"Jangan khawatir berlebihan dengan isu seperti ini. Banyak sekali zat kimia lain yang lebih berisiko, seperti asap rokok, sementara BPA belum masuk dalam kategori karsinogen."
Jadi, meskipun BPA sering kali menjadi kambing hitam atas berbagai masalah kesehatan, bukti ilmiah saat ini menunjukkan bahwa risiko dari BPA sangat kecil dan belum terbukti secara meyakinkan menyebabkan kanker atau diabetes pada manusia.