Liputan6.com, Medan Syamsul Anwar Harahap, petinju legendaris, berbagi kisah mengenai perjalanan hidupnya menjadi seorang petinju profesional, hingga diberi julukan ‘Buldozer’.
Tumbuh besar dalam kondisi tangan kanan mengalami lumpuh akibat polio, Syamsul membuktikan dirinya mampu menjadi petinju hebat yang ditakuti lawan-lawannya.
Cerita ini disampaikan Syamsul Anwar saat dihadirkan sebagai narasumber di konferensi pers Panitia Besar Peka Olahraga Nasional (PB PON) di Media Center Utama PON XXI wilayah Sumut, Senin (16/9/2024).
Baca Juga
Advertisement
Konferensi Pers yang dipandu Ketua Bidang Media dan Humas Panwasrah PON XXI Aceh-Sumut, Raja Parlindungan Pane, mengambil tema "Membangun Prestasi Melalui Pembinaan Olahraga Berkelanjutan".
Hadir dalam kesempatan itu Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sumut, Ilyas Sitorus.
Syamsul Anwar merupakan mantan petinju asal Provinsi Sumut. Dia merupakan anak dari pasangan Bisman Harahap dan Nauly Siregar.
Pria 67 tahun yang lahir pada 1 Agustus 1952 ini kini tinggal di Padanglawas Utara (Paluta), yang merupakan salah satu kabupaten di Sumut.
Cacat Sejak Kecil
Diungkapkan Syamsul, sejak kecil dirinya mengalami cacat di lengan kanan, karena menderita polio. Kondisi fisiknya ini membuat orang tuanya prihatin.
Ketika duduk di bangku SMP dan SMA di Medan, Syamsul Anwar tinggal bersama Tulangnya (pamannya), Paruhum Siregar, yang merupakan seorang pelatih tinju.
Namun, sang paman tidak pernah melatih dirinya bertinju. Oleh pamannya, Syamsul Anwar setiap hari hanya disuruh menyiram lapangan supaya tidak berdebu.
Tidak hanya itu, Syamsul juga disuruh mengambil peralatan tinju untuk orang berlatih, sehingga dia merasa kesal.
"Tidak pernah menyuruh saya latihan tinju. Aneh kan? Tapi saya tahu karena dalam pikirannya (paman) saya tidak mungkin menjadi petinju, karena tangan saya sebelah lumpuh," kenang Syamsul Anwar.
Tetapi di dalam hati kecilnya, Syamsul Anwar berontak. Dia perpikir apa yang tidak bisa asalkan mau berusaha.
Jiwa Syamsul berontak setelah ibunya bercerita mengenai kisah pelari AS, Wilma Rudolph, yang merebut medali emas maraton Olimpiade 1960. Sama seperti dirinya, Rudolph memiliki cacat fisik di kaki akibat serangan polio.
Advertisement
Menjadi Termotivasi
Syamsul pun menjadi termotivasi. Saat melihat jemuran, dia merasa seperti melihat musuh. Karena itu dia berusaha menghindar dan memukul.
Hal itu sebenarnya sangat relevan dengan tinju, di mana memukul dan menghindar merupakan bagian dari teknik.
Melihat potensi yang ada pada dirinya, sang paman, Paruhum Siregar, akhirnya melatih Syamsul Anwar untuk menjadi petinju profesional. Hingga akhirnya Syamsul Anwar merajai kelas welter ringan nasional hingga Asia.
Syamsul juga beberapa kali mewakili Indonesia di ajang bergengsi dari SEA Games hingga Olimpiade.
Pesan untuk Atlet PON
Terkait atlet PON XXI Aceh-Sumut 2024 yang saat ini masih bertanding, Syamsul Anwar menyampaikan pesan. Menjadi petinju menurutnya cukup berat, karena harus memiliki mental yang kuat.
"Karena kita harus mudah memukul dan susah dipukul. Jika kita punya keduanya otomatis lawan akan takut," sebutnya.
Membina prestasi atlet pun harus dilakukan secara berkelanjutan, dengan mengadakan kejuaraan-kejuaraan, agar muncul bibit-bibit baru berupa atlet-atlet muda untuk dilatih secara profesional.
Advertisement