Liputan6.com, Jakarta - Nasab habib yang menyambung kepada Rasulullah SAW dipertanyakan oleh sejumlah ulama Indonesia. Salah satu tokoh yang menyebut Ba’alawi terputus dari nasab Rasulullah SAW adalah KH Imaduddin Utsman Al-Bantani.
Namun, pandangan Kiai Imaduddin itu ditentang oleh ulama yang pro terhadap habib keturunan Rasulullah SAW, khususnya Rabithah Alawiyah sebagai organisasi yang mencatat keturunan Ba’alawi yang diyakini tersambung hingga Nabi Muhammad SAW.
Menyikapi polemik nasab Ba’alawi, ulama kharismatik KH Muhammad Quraish Shihab dan KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya pernah memberikan tanggapan.
Baca Juga
Advertisement
Dalam pandangan Prof. Quraish Shihab, tidak masalah jika terjadi perbedaan pendapat mengenai nasab Ba’alawi sebagai keturunan Rasulullah SAW. Sebab, bicara nasab ada disiplin ilmu tersendiri.
“Orang boleh berbeda pendapat si A keturunan atau bukan keturunan (Rasulullah SAW). Di sini lahir apa yang dinamai ilmu nasab,” kata Prof. Quraish, seperti dikutip dari tayangan YouTube Kupas Channel, Senin (16/9/2024).
Saksikan Video Pilihan Ini:
Habib Quraish: Buktikan dengan Akhlak dan Ilmu jika Keturunan Rasulullah SAW
Menurut Habib Quraish, wajar jika ada pihak yang memperhatikan garis keturunan, termasuk keturunan Nabi Muhammad SAW. Namun, Habib Quraish mengingatkan agar tidak perlu mengklaim keturunannya siapa. Jika sebagai keturunan nabi, maka buktikanlah dengan akhlak dan ilmu.
“Ingat yang diajarkan Rasulullah. Tidak usah Anda yang mengklaim diri Anda. Buktikanlah hal tersebut melalui akhlak, melalui ilmu,” ujar pendiri pendiri Pusat Studi Al-Qur’an (PSQ) ini.
Ayah dari jurnalis ternama Najwa Shihab ini mencontohkan bahwa ada yang bukan dzurriyah atau keturunan Rasulullah SAW tapi dianggap nabi sebagai keluarganya.
Sosok yang disebut Quraish itu adalah adalah Salman al-Farisi. Dia bukan darah daging Nabi Muhammad SAW, tapi diakui sebagai ahlul baitnya.
“Nah ini yang saya ingin sebenarnya sampaikan kepada kita semua. Kita itu mari tonjolkan akhlak kita. Mari tonjolkan ilmu kita. Mari tonjolkan pengabdian kita. Itulah yang menjadikan Rasul bangga. Kalau tidak, sama dengan putra Nabi Nuh,” tandasnya.
Advertisement
Pandangan Buya Yahya soal Nasab Ba’alawi
Sementara itu, Buya Yahya menjelaskan bahwa dzurriyah nabi adalah nasab agung, karena nasabnya tersambung kepada Nabi Muhammad SAW melalui Sayyidah Fatimah Az-Zahra.
Sebagai umat Nabi Muhammad SAW ada kewajiban-kewajiban kepada dzurriyah-nya, di antaranya memberikan perhatian, penghargaan, dan rasa cinta.
“Ini yang harus kita pahami. Jangan sampai terlintas sedikit di hati kita kebencian kepada ahli bait Rasulillah, karena itu cucu baginda nabi SAW,” katanya dikutip dari YouTube Buya Yahya.
Meskipun di antara para keturunan Rasulullah SAW ini ada yang memiliki perilaku tidak baik, seharusnya bukan semakin membencinya, melainkan semakin sayang dan berusaha untuk membawanya pada kebenaran.
“Kadang ada reaksi-reaksi dari sebagian orang yang mungkin memang tidak mendapatkan nasib mencintai ahli bait (keturunan nabi). Kapan melihat ada keluarga atau keturunan nabi melakukan kesalahan, yang ada semacam kegembiraan karena dzurriyah nabi seperti itu. Naudzubillah dan itu bukan Anda semuanya. Semoga Anda adalah orang yang cinta sesungguhnya pada dzurriyah Nabi SAW,” imbuhnya.
Buya Yahya: Bicara Nasab Harus dengan Ilmu
Buya Yahya menuturkan, bicara soal nasab harus dengan ilmu. Tidak susah sebenarnya dalam menisbatkan nasab, bisa merujuk pada sabda Rasulullah SAW berikut.
"Barangsiapa yang mengaku-ngaku, menisbatkan kepada selain ayahnya, dan dia kalau tahu bukan bapaknya, bukan nasabnya, maka surga haram bagi dia," demikian terjemahan sabda nabi yang disampaikan Buya Yahya.
Untuk memahami nasab dapat dilihat dari dua sisi. Pertama, kalau itu bukan keturunannya, bukan ayahnya, maka jangan katakan itu ayahnya. Kedua, kalau selama ini itu adalah ayahnya dan benar keturunanya, maka tidak boleh mengingkari.
“Maka, selama ini orang yang kami ketahui yang punya nasab kepada ahli bait Nabi Muhammad SAW, mereka mengetahui seperti itu dari orang-orang sebelumnya. Maka orang seperti itu juga tidak boleh mengingkari nasabnya, karena memang selama ini yang mereka ketahui adalah nasab dari ayahnya, seterusnya sampai baginda nabi,” jelas Buya Yahya.
“Jadi, memahami hadis tersebut jangan salah. Sisi lain, Anda kalau tidak punya nasab kepada baginda nabi jangan mengatakan (keturunan nabi). Tapi kalau selama ini Anda mendengar dari orang tua Anda, paman Anda, Anda punya nasab (kepada Nabi Muhammad SAW), tidak boleh menafikan nasab itu,” tambah ulama kharismatik kelahiran Cirebon ini.
Buya Yahya meminta umat Islam paham akan hal ini. Jangan sampai akhirnya zalim karena menolak nasab orang lain, apalagi nasabnya bersambung sampai Rasulullah SAW.
“Ayo siapapun dari kita, jangan mudah mengatakan, memutus, atau menafikan nasab seseorang, tidak hanya dzurriyah nabi saja, nasab seseorang,” pesan Buya Yahya.
Advertisement
Cara Menentukan Nasab Menurut Buya Yahya
Buya Yahya mengaku sedih ketika mendengar ada pengingkaran-pengingkaran soal nasab habib di Indonesia. Menurutnya, dzurriyah nabi yang ada di Indonesia sangat menjaga nasab.
“Untuk menentukan nasab sederhana dalam bab fiqih. Bagaimana menentukan nasab? Nasab itu adalah dengan ikrar. Kalau orang mengaku ini adalah abahku dan ini adalah ayahku dan tidak diingkari oleh akal misalnya umur sama, kita tidak boleh mengingkari. Kita menuduh orang lain bukan sambung nasab sementara mereka mengatakan sambung nasab kita (seperti) menuduh berzina. Hati-hati,” kata Buya Yahya.
Selagi satu keluarga sudah mengatakan mereka mempunyai nasab, maka Anda percayakan, karena keluarga itu yang menjaga, bukan orang lain yang menjaganya.
“Kecuali dengan dalil seyakin-yakinnya bahwa itu dusta. Contoh, umurnya lebih kecil kok jadi bapaknya. Atau misalnya, ini itu sudah masyhur bahwa anaknya ini kok tiba-tiba ada yang ngaku anaknya Fulan,” Buya Yahya mencontohkan.
Pesan Buya Yahya
Bagi yang masih mempermasalahkan nasab habib atau dzurriyah nabi di Indonesia, Buya Yahya mengimbau bahwa ini masalah berat sekali, khawatir malah tidak diterima oleh Rasulullah SAW. Ia berpesan jika ingin berdiskusi baiknya secara langsung, bukan di media sosial.
Sebab, kata Buya Yahya, dengan adanya tuduhan terputusnya nasab dzurriyah nabi di Indonesia bisa berdampak pada hilangnya kepercayaan seseorang kepada ahli bait Rasulullah SAW. Secara tidak langsung itu telah merugikan umat.
“Yang ingin membatalkan nasab harus punya hujjah, dan hujjah ini harus lebih kuat dari yang menetapkan nasab. Kalau tidak, dia disalahkan,” ujarnya.
Buya Yahya menegaskan bahwa nasab ahli bait Rasulullah SAW di Indonesia sudah sangat jelas. Tidak perlu lagi membahas persoalan ini. Jangan sampai akhirnya membuat keraguan umat.
“Kami sampaikan kepada Anda. Wahai umat, kepercayaan selama ini ada pada hati Anda tetap pegang bahwasanya para dzurriyah nabi yang ada di Indonesia yang selama ini anda dengar adalah nasabnya benar. Jangan Anda mau mendengar suara-suara yang mengatakan bahwasanya itu adalah tidak benar, Anda akan rugi pada akhirnya,” ucap Buya.
“Saya katakan dzurriyah nabi di Indonesia tercatat. Bahkan kami seru kepada pengurus yang mengurusi dzurriyah nabi, tolong jangan nunggu saja. Perlu kita cari banyak dzurriyah-dzurriyah nabi yang tidak tercatat perlu dicatat. Dan memang bukan untuk sombong-sombongan, agar tahu nasabnya,” katanya.
Wallahu a’lam.
Advertisement