BPS: Impor Indonesia Agustus 2024 Turun 4,93 Persen

Impor migas mencapai USD2,65 miliar atau turun 25,56 persen secara bulanan, sedangkan impor non migas senilai USD18,02 miliar juga mengalami penurunan sebesar 0,89 persen secara bulanan.

oleh Tira Santia diperbarui 17 Sep 2024, 13:50 WIB
Impor Indonesia menurut penggunaan pada Agustus 2024, secara bulanan nilai impor barang konsumsi mengalami penurunan USD94,99 juta atau minus 4,58 persen.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor Indonesia pada Agustus 2024 mencapai USD20,67 miliar atau turun 4,93 persen dibandingkan Juli 2024.

"Pada Agustus 2024, nilai impor sebesar USD20,67 miliar atau turun 4,93 persen dari kondisi Juli 2024," kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini dalm rilis BPS Ekspor-Impor periode Agustus, Selasa (17/9/2024).

Pudji merinci, impor migas mencapai USD2,65 miliar atau turun 25,56 persen secara bulanan, sedangkan impor non migas senilai USD18,02 miliar juga mengalami penurunan sebesar 0,89 persen secara bulanan.

"Penurunan impor secara bulanan ini disebabkan oleh penurunan nilai impor migas dengan andil sebesar -4,18 persen, sementara itu andil penurunna impor non migas sebesar -0,75 persen," ujarnya.

Lebih lanjut, secara tahunan nilai impor Agustus 2024 meningkat 9,46 persen. Untuk impor migas nilainya turun sebesar 0,51 persen yang disebabkan oleh penurunan harga rata-rata agregat.

Sementara itu, untuk non migas nilainya naik 11,09 persen dengan komoditas yang mengalami peningkatan tertinggi adalah bijih logam, terak dan abu yang meningkat sebesar 126,92 persen.

Adapun impor Indonesia menurut penggunaan pada Agustus 2024, secara bulanan nilai impor barang konsumsi mengalami penurunan USD94,99 juta atau minus 4,58 persen.

Bahan baku atau penolong juga turun sebesar USD1,15 miliar atau minus 7,16 persen. Sementara, barang modal masih naik sebesar USD170,58 juta atau 4,69 persen.

"Bahan baku penolong setidaknya menyumbang 72 persen dari total impor Agustus 2024," ujarnya.

Dengan demikian, Pudji menyebut secara tahunan hanya nilai impor barang konsumsi yang mengalami penurunan, sedangkan nilai impor bahan baku/penolong dan barang modal mengalami peningkatan.

"Barang konsumsi turun 7,40 persen, bahan baku penolong meningkat 11,53 persen, sedangkan barang modal meningkat 11,92 persen," pungkasnya.


7 Jenis Barang Impor Ini Bakal Tak Bisa Masuk Lewat Pelabuhan di Jawa

Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Surplus ini didapatkan dari ekspor September 2021 yang mencapai US$20,60 miliar dan impor September 2021 yang tercatat senilai US$16,23 miliar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian terus mencari solusi dalam mengahdapi gempuran produk impor yang mengganggu kekompetitifan industri dalam negeri.

Yang terbaru Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita berencana akan memindahkan pelabuhan masuk 7 jenis barang impor ke Indonesia Timur dengan harapan akan meningkatkan kekompetitifan barang-barang produksi industri dalam negeri. Barang-barang tersebut meliputi tekstil dan produk tekstil (TPT), produk tekstil lainnya, elektronik, alas kaki, pakaian, keramik, dan produk kosmetik atau kecantikan.

Dengan kebijakan ini, Menperin berharap produk dalam negeri akan mampu bersaing dengan barang impor, terutama dari sisi harga karena ongkos kirim dari Indonesia Timur jauh lebih tinggi.

Namun, ia menekankan bukan memperketat atau melarang barang impor masuk, tetapi memindahkan pintu masuknya ke dalam negeri. Setidaknya, ini berlaku untuk 7 komoditas impor.

Ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Ernoiz Antriyandarti mengapresiasi langkah kreatif dari Menperin ini sebagai salah satu rencana kebijakan yang masuk kategori non tariff barrier.

Menurutnya sambil secara paralel pemerintah menguatkan sektor industri dalam negeri terutama di tujuh sektor tersebut, maka rencana kebijakan ini bisa membantu menjaga kekompetitifan dari segi harga dan dengan sendirinya membantu industri dalam negeri.

“Langkah ini bisa menjadi trade barrier masuknya 7 jenis barang impor tersebut ke Indonesia. Akan tetapi, tetap saja barang impor tersebut akhirnya beredar di pasar domestik dan menjadi pesaing industri dalam negeri. Dalam konteks itu diperlukan juga penguatan sisi produksi dan utilitas industri domestik,” terang ekonom yang akrab disapa Riris ini.


Keran Impor

Petugas beraktivitas di area bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (29/10/2021). Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan neraca perdagangan Indonesia pada September 2021 mengalami surplus US$ 4,37 miliar karena ekspor lebih besar dari nilai impornya. (Liputan6.com/Angga

Riris juga memaklumi bahwa pemerintah tidak bisa sepenuhnya menutup keran impor terhadap terhadap tujuh sektor yaitu tersebut meliputi tekstil dan produk tekstil (TPT), produk tekstil lainnya, elektronik, alas kaki, pakaian, keramik, dan produk kosmetik atau kecantikan. Langkah tersebut diharapkan membuat industri makin kompetitif.

Dalam rencana yang disebutkan Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita pelabuhan yang direncanakan akan menjadi titik masuk adalah Sorong, Bitung atau Kupang. Riris juga sependapat dengan Menperin bahwa rencana penetapan pintu impor khusus di Indonesia timur ini akan membuat produk impor lebih mahal karena ongkos kirim dari Indonesia Timur jauh lebih tinggi.

Menurutnya langkah tersebut akan memberikan keuntungan dari sisi pertumbuhan ekonomi juga dari Indonesia Timur karena arus logistik yang lebih ramai dari Indonesia Timur ke Tengah dan Barat.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya