Liputan6.com, Jakarta - PT PLN (Persero) mengungkapkan bahwa pihaknya berambisi membantu mewujudkan target nol emisi karbon pada 2060, dengan Accelerated Renewable Energy Development (ARED). Tetapi PLN juga membutuhkan dana besar untuk membangun infrastruktur transmisi energi.
Director of Legal & Human Capital PLN, Yusuf Didi Setiarto memperkirakan dana yang dibutuhkan PLN mencapai Rp 20 triliun per tahun.
Advertisement
"Proposal PLN konkret, kita membutuhkan dukungan pemerintah untuk mensukseskan ini sekitar USD 15 billion. Kalau dukungan goverment untuk infrastruktur transmisi dan lain-lain ini bisa diwujudkan sampai 2060. Jadi kira-kira Rp 20 triliun setahun disuntik ke PLN untuk pembangunan infrastruktur ini," kata Yusuf dalam paparan di St. Regis Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Menurutnya, jika dana itu bisa diraih setiap tahunnya untuk pembangunan infrastruktur transmisi, maka cita-cita Indonesia nol emisi karbon pada 2060 bukan lagi mimpi semata.
"Insyaallah mimpi kita untuk menjadi lebih hijau di kemudian hari bukan sebatas isapan jempol," ujar dia.
"Kita akan menjemput energi hijau yang ada pusat-pusat pembangkitan seperti Sumatera yang kita tahu ada hydro power di Aceh Sumatera Utara dan beberapa di Sumatera Barat, sedangkan aset-aset geothermal berada di Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat," jelas dia.
PLN Butuh Rp 20 Triliun per Tahun untuk Turunkan Emisi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti bauran energi baru terbarukan (EBT) dari pembangkit listrik milik PT PLN (Persero), yang masih kurang dari target Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga 2025.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, berdasarkan RUPTL hingga 2025, bauran EBT dari pembangkit listrik hijau masih kurang 8,2 gigawatt (GW). Dengan nilai investasi yang diperlukan sekitar USD 14 miliar atau setara Rp 216,3 triliun (kurs Rp 15.456 per dolar AS).
"Kalau kita hitung ya, untuk mencapai bauran yang sesuai dengan RUPTL, jadi saya kan beberapa kali bilang, ini PLN utang sama Kementerian ESDM, karena RUPTL enggak pernah tercapai," ujar Eniya di Kantornya, Jakarta, Senin (9/9/2024).
Utang pembangkit listrik hijau itu terdiri dari berbagai macam jenis, mulai dari berbasis biomassa, biogas, sampah, panas bumi (geothermal), air, hydro, hingga baterai.
Advertisement
Tergantung Investasi
Eniya tak menampik bahwa target bauran EBT sangat bergantung terhadap investasi. Hingga Agustus 2024, realisasi investasi sektor EBTKE baru mencapai sekitar USD 580 juta dari target USD 1,23 miliar di tahun ini.
"Jadi USD 14 miliar dalam in the next 1 year, kalau USD 14 miliar tadi ada, itu sebetulnya baruan EBT kita meningkat. Sekilas ini baru kasar. Kalau kita punya investasi USD 14 miliar, dalam 1 tahun ke depan bauran EBT kita itu bisa menyentuh 20 persen energy mix," terangnya.
Adapun dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah target mencapai bauran EBT 23 persen di 2025. Melihat kondisi terkini, target bauran EBT 23 Persen baru bisa tercapai di 2029.
"Target 23 persen ini masih menjadi question kapan tercapainya. Walaupun di KEN terbaru 23 persen itu kalau enggak salah di 2029, karena di 2030 direncanakan tercapai 25 persen lewat KEN yang baru," tutur Eniya.