Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menyatakan bahwa kebijakan ekspor pasir laut ke Singapura tidak ada kaitannya dengan kesepakatan ekspor listrik ke Negeri Singa.
Seperti diketahui, Indonesia kembali membuka keran ekspor pasir laut ke Singapura setelah dilarang selama 20 tahun. Indonesia dan Singapura juga telah membuat kesepakatan interkoneksi jaringan listrik lintas batas negara dari energi surya.
Advertisement
"Enggak ada urusan (antara ekspor pasir laut dan ekspor listrik)," tegas Luhut saat ditemui di ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (17/9/2024).
"Panel surya itu gini, dia mau impor energi biru dari kita, tapi kita juga punya kepentingan supaya industri solar panel kita jalan. Kita punya silika, sekarang kita bangun dan itu proyek kira-kira USD 20 miliar," terang dia.
Pemerintah telah mengkaji secara seksama untuk kembali membuka keran ekspor pasir laut. Adapun merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 21 Tahun 2024, dimana yang diperbolehkan ekspor yakni hasil sedimentasi laut, termasuk pasir laut.
"Sekarang sudah kita hitung betul. Jadi kalau betul mau dilakukan, itu sebenarnya sedimen. Jadi sedimen yang harus didalamkan. Karena kalau tidak, nanti kapal bisa nyangkut di sana. Kita betul-betul teliti, dan (dengan) teknologi sekarang kita bisa mengawasinya dengan tertib," ungkapnya.
Beberapa waktu lalu, Menko Luhut juga telah mengumumkan kerjasama Cross Border Electricity Interconnection dengan Singapura, dalam rangka melakukan ekspor listrik ke Negeri Singa.
Kronologi Ekspor Listrik
Luhut menceritakan, kesepakatan ekspor listrik dengan Singapura sudah dimulai melalui nota kesepahaman alias MoU pada Maret 2023. Pasca melalui pembahasan panjang, suplai listrik tersebut akan bersumber dari energi surya (solar panel).
Menurut dia, kemitraan ini sangat strategis bagi kedua negara. Untuk Singapura, kerjasama ini bakal mengamankan pasokan listrik bersih melalui sistem penyimpanan energi baterai dan Solar PV yang diproduksi di Indonesia.
"Bagi Indonesia, pasar ini sangat penting dan aman dalam lansekap ekspor energi kita. Kita memiliki banyak silika di negara ini untuk bahan baku panel surya. Jadi, kita membangun industri panel surya karena kita telah mengekspor energi bersih ke Singapura. Jadi, saya rasa ini menguntungkan kedua negara," ungkapnya dalam rangkaian acara ISF 2024 di JCC Jakarta, beberapa waktu lalu.
Berdasarkan perhitungan dari timnya, nilai kontrak dari proyek ini berkisar di angka USD 20 miliar, atau setara Rp 308,38 triliun (kurs Rp 15.419 per dolar AS).
"Saya pikir nilai kontrak dari proyek ini, pak Rachmat (Kaimuddin) berbisik ke saya, sekitar USD 20 miliar. Mari kita bekerja sama," seru Luhut.
Advertisement
Bangun Jalur Transmisi
Ditanyai pada kesempatan terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin menjelaskan, pada 2023 silam pemerintah telah menjalin kontrak dengan 5 perusahaan untuk ekspor listrik ke Singapura, dengan kapasitas sebesar 2 gigawatt (GW).
Kemudian masuk 2 perusahaan tambahan yang bisa menyuplai 1,4 GW listrik, sehingga total mencapai 3,4 GW. "Jadi kemarin kita hitung kasar kan, kalau solar panel dikali 6 lah. 3,4 dikali 6 berarti 20,4 (GW). Nah, 20,4 itu biasanya satu giga satu billion," terang Rachmat.
Dengan adanya kesepakatan ini, Rachmat buka kemungkinan untuk membangun jalur transmisi baru agar tidak mengganggu kabel eksisting.
"Sepertinya kita lagi harus cari juga jalur yang lain. Ya pulaunya, pulaunya memang kan masih di Kepri ya, sekitar-sekitar Sumatera. Tapi ya mungkin perlu kita pikirkan jalurnya nanti lihat mana, gitu," ungkapnya.
"Makanya nanti harus kerja sama dengan Pemerintah Singapura, pastikan ini jalur-jalurnya itu enggak mengganggu apa-apa ke depan. Tapi ya memang kalau kita lihat, bukan pakai jalurnya yang sudah ada sekarang," terang Rachmat.