Liputan6.com, Jakarta - Susu sapi dan susu ikan tidak persis sama, akan tetapi keduanya merupakan sumber protein yang baik. Hal ini disampaikan Ketua Komite Advokasi Percepatan Penurunan Stunting, Kesehatan Ibu dan Anak dan SDG's Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Agussalim Bukhari.
Hanya saja, dari segi harga, Agussalim menyebut bahwa susu sapi yang diimpor memiliki harga mahal karena terkait biaya perawatannya.
Advertisement
"Sedangkan untuk ikan kan lebih mudah, tinggal kita tangkap saja di perairan kita. Jadi dari segi bahan baku, itu lebih murah," ungkap Agussalim, Jumat (13/9) dilansir ANTARA.
Adapun keunggulan lain dari ikan, ujarnya, yakni kandungan omega 3 yang baik untuk jantung serta tumbuh kembang otak anak.
Dia melanjutkan, pengolahan secara modern memungkinkan lebih banyak kandungan protein dalam hasil akhir ikan yang diolah tersebut. Selain itu, produk yang dihasilkan tidak berbau amis, sehingg dapat menjadi asupan bagi anak-anak yang tidak mau makan ikan karena bau amisnya.
Adapun opsi memberi protein ikan dalam bentuk susu, menurutnya, adalah karena makanan tambahan yang paling mudah dikonsumsi adalah yang berbentuk cair.
"Saya ahli gizi klinik ya. Kalau pasien tidak mau makan yang padat, dia tidak bisa makan, diubah ke makanan lunak. Yang lunak, dia tidak bisa makan karena nafsu makannya sangat kurang, dan karena kondisinya misalnya, kita ubah lagi makanan sari. Makanan sari tidak bisa, makanan cair yaitu susu," ucapnya.
Susu Ikan Bisa Jadi Alternatif Tingkatkan Gizi Anak
Terkait stunting, Agussalim berpendapat bahwa masalah tersebut bukan hanya soal kurangnya nutrisi melainkan juga disebabkan oleh masalah ekonomi. Oleh karenanya, penyelesaian masalah stunting yang kini merupakan salah satu dari sejumlah permasalahan gizi di Indonesia, harus dapat berkelanjutan serta memberdayakan masyarakat.
Agussalim menilai, pemanfaatan ikan--produk lokal Indonesia--dapat menjadi salah satu alternatif dalam meningkatkan gizi anak, sekaligus memberdayakan publik. Selain berkelanjutan, katanya, produk untuk meningkatkan gizi itu juga harus terjangkau, sehat, bergizi dan aman.
"Apalagi kalau gratis kan sangat bagus, bergizi dan aman tentunya. Jadi memudahkan upaya-upaya ini bisa mempercepat penurunan, kalau bisa 100 persen kan penurunan angka malnutrisi. Karena kan kualitas SDM sangat ditentukan oleh gizi, mulai dari seribu hari pertama tentunya," tutur Agusssalim.
Advertisement