AS Mengaku Tidak Terlibat Ledakan Pager di Lebanon dan Suriah

AS memang tidak mengakui keterlibatannya dalam ledakan pager yang menewaskan sembilan orang dan melukai hampir 3.000 lainnya, namun mereka menegaskan bahwa Hizbullah adalah target serangan yang sah.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 18 Sep 2024, 11:00 WIB
Petugas pertahanan sipil membawa seorang pria yang terluka akibat ledakan pager di Rumah Sakit al-Zahraa di Beirut, Lebanon, Selasa (17/9/2024). (Dok. AP/Hassan Ammar)

Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat (AS) mengatakan pada hari Selasa (17/9/2024), mereka tidak mengetahui sebelumnya dan tidak terlibat dalam ledakan pager yang digunakan Hizbullah di Lebanon dan Suriah.

"Saya dapat memberi tahu Anda bahwa AS tidak terlibat di dalamnya, AS tidak mengetahui insiden ini sebelumnya dan, pada titik ini, kami sedang mengumpulkan informasi," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller, seperti dilansir CNA, Rabu (18/9).

Miller menolak berkomentar mengenai kecurigaan luas bahwa ledakan itu dilakukan oleh Israel, yang secara teratur saling serang dengan Hizbullah setelah serangan 7 Oktober 2023 di Israel oleh Hamas.

Ledakan pager terjadi setelah berminggu-minggu AS mengupayakan jalur diplomasi untuk mencegah pembalasan besar Iran terhadap Israel atas pembunuhan pemimpin politik Hamas Ismail Haniyeh.

Miller mengatakan pesan AS kepada Iran tetap tidak berubah.

"Kami mendesak Iran untuk tidak memanfaatkan insiden apa pun untuk mencoba menambah ketidakstabilan dan meningkatkan ketegangan di kawasan itu," tutur Miller.

Seorang utusan senior AS, Amos Hochstein, sehari sebelumnya bertemu dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan pejabat Israel lainnya dalam usahanya mencegah perang skala penuh melawan Lebanon.

"Kami ingin melihat resolusi diplomatik untuk konflik antara Israel dan Hizbullah," ujar Miller. "Kami ingin melihat resolusi yang memungkinkan puluhan ribu warga Israel yang mengungsi dari rumah mereka dan puluhan ribu warga Lebanon yang mengungsi dari rumah mereka dapat pulang."

Dalam kesempatan yang sama, Miller mengakui bahwa Hizbullah - yang dianggap sebagai kelompok teroris oleh AS - adalah sasaran yang tepat untuk diserang, meski tanpa mengonfirmasi keterlibatan Israel.

"Anggota teroris dari organisasi teroris adalah target yang sah bagi negara-negara untuk melancarkan operasi terhadap mereka," kata dia.


Relasi AS dan Iran

Ilustrasi bendera Iran (Dok. Pixabay)

AS merupakan sekutu dekat Israel dan musuh Iran sejak revolusi Islam tahun 1979 menggulingkan Shah yang berorientasi Barat.

Presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian, yang dianggap sebagai seorang reformis dalam negara yang dipimpin ulama tersebut, dalam sebuah konferensi pers pada hari Senin mengatakan dia mengupayakan hubungan yang lebih baik dengan AS, termasuk pemulihan perjanjian nuklir tahun 2015.

"Kami tidak ingin berperang dengan AS jika mereka menghormati hak-hak kami," ujarnya.

Ketika ditanya tentang pernyataannya, Miller mengatakan bahwa AS sangat menyukai rakyat Iran, namun dia menambahkan, "Jika menyangkut rezim, pada akhirnya, kami akan menilai mereka berdasarkan tindakan mereka, bukan kata-kata mereka."

"Cara untuk menunjukkan persaudaraan bukanlah melalui retorika. Caranya adalah dengan menghentikan persenjataan dan dukungan terhadap kelompok teroris, menghentikan eskalasi nuklir dan menghalangi kerja Badan Tenaga Atom Internasional, menghentikan rencana untuk membunuh lawan politik, pengiriman rudal dan drone ke Rusia, serta akhirnya menghentikan tindakan keras terhadap hak asasi manusia rakyatnya sendiri," tambah Miller.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya