Penduduk Usia 65 ke Atas Melonjak, Jepang Masuk Krisis Tenaga Kerja?

Penduduk Jepang berusia 65 tahun ke atas telah tumbuh 29,3% dari populasi.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 18 Sep 2024, 20:00 WIB
Orang-orang yang memakai masker berjalan di distrik Shibuya di Tokyo (19/1/2022). Pemerintah Jepang menyetujui pembatasan virus corona baru di sebagian besar negara, termasuk ibu kota untuk memerangi rekor infeksi yang dipicu oleh varian Omicron. (AFP/Behrouz Mehri)

Liputan6.com, Jakarta Populasi penduduk Jepang yang berusia 65 tahun ke atas telah meningkat ke angka tertinggi sepanjang masa, hingga 36,25 juta jiwa.

Melansir CNBC International, Raby (18/9/2024) Biro Statistik Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang, mencatat bahwa penduduk berusia 65 tahun ke atas telah tumbuh 29,3% dari populasi.

Menurut Robert Feldman, kepala ekonom di Morgan Stanley MUFG Securities, data tersebut memicu kekhawatiran lebih lanjut tentang pergeseran demografi dan krisis tenaga kerja di Jepang.

Sebuah survei dari Teikoku Databank bulan lalu juga menunjukkan bahwa 51% perusahaan di seluruh sektor di Jepang merasa ada kekurangan karyawan penuh waktu.

"Kelangkaan tenaga kerja sama buruknya seperti sebelumnya," ungkap Feldman, yang mencatat bahwa hal itu terutama dirasakan di industri padat karya seperti layanan makanan.

Sementara itu, pada tahun 2023 jumlah pekerja Jepang yang berusia 65 tahun ke atas meningkat selama 20 tahun berturut-turut hingga mencapai rekor 9,14 juta, menurut data Biro Statistik.

Feldman memperingatkan bahwa saat para pekerja lanjut usia ini mulai pensiun dari dunia kerja, tidak akan ada jumlah pekerja muda yang sama yang menggantikan mereka. Berdasarkan tren terkini, proporsi penduduk lanjut usia di Jepang diperkirakan akan terus meningkat, mencapai 34,8% pada tahun 2040, menurut catatam Institut Nasional Penelitian Kependudukan dan Jaminan Sosial negara tersebut.

Sementara itu, catatan penelitian terkini dari Feldman dari Morgan Stanley memperkirakan bahwa berdasarkan tren demografi masa lalu, total angkatan kerja dapat turun dari sekitar 69,3 juta pada tahun 2023 menjadi sekitar 49,1 juta pada tahun 2050.

Pemerintah Jepang sendiri telah memperhatikan risiko kerugian ekonomi dan sosial yang dapat diakibatkan oleh tren penurunan populasi muda dan telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasinya.

Beberapa langkah telah dilakukan untuk membalikkan penurunan angka kelahiran di Jepang, dengan kantor Perdana Menteri Fumio Kishida meluncurkan kebijakan seperti menyediakan lebih banyak dana untuk membesarkan anak dan mendukung lebih banyak fasilitas penitipan anak di negara tersebut.


Perlu Menarik Lebih Banyak Tenaga Kerja Asing?

Ilustrasi Foto Kota Tokyo (iStockphoto)

Namun, meningkatkan angka kelahiran tidak akan banyak membantu mengatasi kekurangan tenaga kerja dalam jangka pendek. 

Karena itu, Jepang telah terus membuka diri terhadap lebih banyak migrasi selama beberapa tahun terakhir, mencapai rekor 2 juta pekerja asing pada tahun 2024 dan mengincar hingga 800.000 lebih dalam lima tahun ke depan, menurut laporan media lokal.

Mengganti kerugian demografi di negara tersebut selama beberapa dekade mendatang akan mengharuskan negara tersebut untuk menambah pekerja kelahiran luar negeri dengan kecepatan yang jauh lebih cepat, dalam jumlah puluhan juta, menurut Feldman.

"Saya tidak berpikir itu akan terjadi, yang berarti bahwa sebagian besar penurunan tenaga kerja domestik itu harus diimbangi oleh produktivitas yang lebih baik dari kaum muda yang akan bertahan," kata Feldman.

Menciptakan pertumbuhan produktivitas ini di antara para pekerja akan membutuhkan lebih banyak modal untuk diinvestasikan ke dalam produktivitas pekerja dan penerapan teknologi baru seperti AI dan otomatisasi, tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya