Ada Proyek IKN, Ekonomi Indonesia Bisa Tumbuh 5,5% di 2024

Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam kisaran 4,7 persen sampai 5,5 persen pada 2024 ditopang kinerja perekonomian domestik.

oleh Septian Deny diperbarui 18 Sep 2024, 16:50 WIB
Proyek Pembangunan Gedung Sekretariat Presiden dan Bangunan Pendukung Kawasan Istana Kepresidenan di IKN Nusantara, terus dikejar penyelesaiannya oleh PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP)/Istimewa.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam kisaran 4,7 persen sampai 5,5 persen pada 2024 ditopang kinerja perekonomian domestik.

"BI memprakirakan pertumbuhan ekonomi 2024 diprakirakan berada dalam kisaran 4,7 sampai 5,5 persen," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers di Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (18/9).

Dia bilang proyeksi ekonomi tumbuh hingga 5,5 persen ditopang oleh sektor investasi yang terus tumbuh. Khususnya investasi bangunan.

"Hal ini sejalan dengan tahapan finalisasi operasional Ibu Kota Nusantara (IKN) dan penyelesaian berbagai Proyek Strategis Nasional (PSN)," ucap Perry.

Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap terjaga, khususnya untuk kelas menengah ke atas. Selanjutnya, kinerja ekspor nonmigas tetap baik sehingga turut menopang pertumbuhan ekonomi nasional.

Belanja Pemerintah diprakirakan meningkat pada akhir tahun diharapkan dapat juga menopang permintaan domestik. Hal ini tercermin dari hasil survei Bank Indonesia, menunjukkan berbagai indikator kegiatan ekonomi pada triwulan III 2024 yang baik.

"Sebagaimana tercermin pada keyakinan konsumen yang tinggi, penjualan eceran yang positif, serta impor barang modal dan penjualan semen yang meningkat," bebernya.

Ke depan, berbagai upaya perlu terus ditempuh untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran. Untuk itu, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar lebih tinggi, bersinergi erat dengan kebijakan stimulus fiskal Pemerintah.

"Dari sisi penawaran, kebijakan reformasi struktural perlu terus diperkuat untuk meningkatkan produktivitas dan memperkuat struktur pertumbuhan ekonomi, termasuk sektor ekonomi yang dapat menyerap tenaga kerja dan memiliki nilai tambah yang tinggi," tandasnya.


Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2% pada 2025 Jadi PR Pertama Awal Pemerintahan Prabowo

Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Pemerintah resmi menyepakati asumsi makro ekonomi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025.

Hal tersebut disampaikan Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah dalam Rapat Kerja dengan Pemerintah, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/9/2024).  Dalam pembukaan, Said menyampaikan, berdasarkan kesepakatan hasil pembahasan asumsi dasar ekonomi makro pada 2025, pertumbuhan ekonomi ditargetkan sebesar 5,2 persen.

"Hasil pembahasan asumsi makro pertumbuhan 5,2 persen, laju inflasi 2,5 persen," kata Said.

Selanjutnya, nilai tukar rupiah terhadap US dolar Rp 16.000, tingkat suku bunga negara (SBN) 10 tahun 7 persen, harga minyak mentah USD82 per barel, lifting minyak bumi USD605.000 barel per hari, lifting gas bumi ribu setara minyak bumi 1,005 juta boepd.

Said menyampaikan, sesuai kesepakatan Pemerintah melalui Menteri Keuangan dan Komisi XI DPR RI, menyepakati bahwa Pemerintah akan melakukan upaya kebijakan dan program untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkualitas, dan berkelanjutan, dengan menjaga daya beli masyarakat, meningkatkan pendapatan masyarakat.

Kemudian, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kualitas belanja Pemerintah, memperkuat dan memperluas hilirisasi, mempertajam kebijakan pemberian insentif fiskal untuk mendorong investasi, dan mempercepat transformasi ekonomi untuk produktivitas, daya saing dan penguatan industri strategis nasional.

Selanjutnya, Said pun bertanya kepada peserta rapat kerja bersama Pemerintah terkait kesepakatan asumsi makro ekonomi dalam Rancangan APBN 2025.

"Dari panja asumsi, panja TDD, panja belanja, sampai panja draf RUU dapat disetujui?," tanya Said.

Para peserta pun menjawab dengan kompak bahwa mereka menyetujui asumsi makro ekonomi dalam Rancangan APBN 2025 tersebut. "Setuju," jawab para peserta rapat yang hadir.

Alhasil Ketua Banggar pun akhirnya mengetok palu untuk mendakan asumsi makro ekonomi dalam Rancangan APBN 2025 sudah resmi akan dilaksanakan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto pada tahun pertamanya menjabat.

 


Prabowo Bidik Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 8%, Ini Saran Ekonom Indef

Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti menilai, target pertumbuhan ekonomi 8% yang diusung Presiden terpilih Prabowo Subianto di masa depan bisa tercapai. Namun, untuk mencapai target tersebut, Presiden baru harus memperhatikan kapasitas fiskal yang dimiliki Indonesia pada saat masa transisi ke pemerintahan baru.

Apakah kapasitas fiskal tersebut mampu mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi, atau justru sebaliknya.

"Pertumbuhan ekonomi yang sekarang hanya berkisar 5%, namun Presiden terpilih Prabowo menyatakan target pertumbuhan ekonomi itu sekitar 8%. Apakah memang target ini real atau maksudnya akan tercapai atau tidak? Tentunya kita harus melihat kapasitas fiskal yang kita punyai," kata Esther Diskusi Publik online bertajuk “Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat”, Kamis (12/9/2024).

Dia menuturkan, sangat penting untuk melihat kapasitas fiskal guna mewujudkan pertumbuhan ekonomi 8%. Sebab, target tersebut merupakan beban berat yang harus dipikul oleh Pemerintahan baru.

Jika kapasitas fiskal nyatanya tidak cukup, kapasitas fiskal harus diperluas dengan meningkatkan penerimaan negara dan bijak dalam alokasi anggaran.

"Apakah memang bisa mencapai target pertumbuhan ekonomi dan kalau memang kapasitas fiskal kita tidak terpenuhi atau tidak cukup, apakah yang langkah yang bisa kita lakukan?," ujarnya.

Esther menyampaikan, jika melihat ke belakang, tren rasio pajak di Indonesia cenderung turun dan rendah. Hal itu dilihat dari perkembangan rasio pajak dari tahun 1972 sampai 2023 yang memang cenderung menurun.

Kendati demikian, tren rasio pajak pada periode tertentu yakni 1978-1980 dan 1990-1992 cukup tinggi berada dikisaran belasan hingga 20-an persen. Namun, di tahun 2023 justru mengalami tren penurunan.

"Tertinggi pada tahun 1982 itu sekitar 22%, kemudian tahun 1990 itu sekitar 19%, terus kemudian tahun 2001 itu sekitar 16%, tapi kondisinya terus menurun hingga mencapai 10% saja," ujarnya.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya