Terkuak, Titanoboa Ular Terbesar di Bumi yang Beratnya Capai 1 Ton

Sejak penemuan fosilnya di Kolombia, Titanoboa telah dinyatakan sebagai ular terbesar yang pernah ada di dunia. Namun, apakah ada ular yang lebih besar dari spesies ini?

oleh Siti Syafania Kose diperbarui 27 Sep 2024, 20:45 WIB
Ilustrasi ular (Unsplash/Jan Kopřiva)

Liputan6.com, Jakarta - Dengan tubuh sepanjang bus sekolah, selebar tongkat bisbol, dan seberat truk, Titanoboa (Titanoboa cerrejonensis) disebut sebagai ular terbesar yang pernah melata di bumi. 

Melansir dari World Atlas pada Jumat (27/9/2024), ular besar ini merupakan anggota famili Boidae yang telah punah dan masih satu garis keturunan dengan ular boa dan anaconda di masa kini. Titanoboa hidup sekitar 58-60 juta tahun yang lalu, namun fosilnya baru ditemukan kembali di awal abad ke-21 di tempat yang tidak terduga. 

Menurut para peneliti, titanoboa memiliki panjang 40 hingga 50 kaki (rata-rata 45 kaki atau sekitar 13,7 meter), lebar 3 kaki (1 meter), dan berat yang mencapai 2.500 pon (1 ton). Penemuan ini didasarkan dari penelitian 100 sisa-sisa fosil dari 28 spesimen, ditambah dengan model matematis dan perbandingan anatomi dengan ular-ular terbesar yang masih hidup di dunia.

Sebagai perbandingan, ular terpanjang yang tercatat di era modern adalah ular sanca kembang atau jenis ular piton reticulated python sepanjang 32,8 kaki (sekitar 10 meter), sementara ular terberat yang pernah didokumentasikan adalah anakonda hijau dengan berat 440 pon (sekitar 200 kilogram). 

Dengan ukurannya yang masif, titanoboa bukan hanya ular terbesar di dunia sepanjang masa, tetapi juga predator terbesar pasca-dinosaurus hingga kedatangan megalodon 23 juta tahun yang lalu.


Habitat Titanoboa: Segala Hal Berukuran Raksasa

Hutan Hujan Tropis (Pixabay/stokpic)

Semua bukti keberadaan Titanoboa berasal dari Formasi Cerrejón di timur laut Kolombia. Tambang batu bara terbuka ini berada di Departemen La Guajira, yang berada di dekat perbatasan barat laut Venezuela dan sekitar 60 mil dari Pantai Karibia. 

Ekstraksi skala besar sekitar puluhan juta ton setiap tahun telah membuat Cerrejón tidak lebih dari sebuah lanskap yang tandus dan abu-abu, hampir seperti bulan.

Namun, pada masa kehidupan Titanoboa , lingkungan di daerah tersebut sangat berbeda.

Sebelum akhir 1990-an/awal 2000-an, informasi mengenai situasi di masa 10 juta tahun setelah kepunahan dinosaurus, atau 65 juta tahun yang lalu, masih samar-samar bagi para ilmuwan. Namun, berkat temuan di Cerrejón, para peneliti mendapat bukti-bukti hutan hujan tropis pertama di dunia dan sisa-sisa vertebrata darat pertama yang diketahui pada masa itu.

Antara 60 hingga 58 juta tahun yang lalu, ular terbesar yang pernah menghuni Bumi ini hidup di lingkungan yang panas, bercurah hujan tinggi (hampir dua kali lipat curah hujan di Amazon saat ini), dan berawa-rawa. Temperatur yang panas ini membantu Titanoboa menghangatkan tubuhnya yang berdarah dingin.

Seperti keturunannya di zaman modern, anakonda, ular ini kemungkinanmenghabiskan banyak waktu di dalam air - di mana massanya lebih mudah diseret. 

Di hutan hujan prasejarah ini yang memiliki tingkat karbon dioksida di atmosfer mencapai 50% lebih tinggi dari sekarang, semuanya berukuran lebih besar. Cangkang kura-kura sepanjang 1,5 meter milik kura-kura sebesar 2,5 meter telah ditemukan di Cerrejón. Begitu juga dengan dyrosaurid (makhluk mirip buaya) sepanjang 3,9 meter dan lungfish sepanjang 2,1 meter. Ketiga makhluk besar ini merupakan mangsa empuk bagi Titanoboa.


Kisah Penemuan Titanoboa

Fosil titanoboa. (Wikimedia Commons/Anfecaro)

Orang mungkin penasaran bagaimana sebuah tambang terbuka yang melibatkan peledakan rutin, alat berat, dan semua jenis air limbah bisa menjadi sarang fosil. Meskipun timbunan serupa pasti ada di tempat lain di hutan hujan Amerika Selatan, mereka terkubur di bawah berton-ton tanah dan vegetasi yang lebat. Untuk menemukan peninggalan semacam itu akan menjadi tantangan yang monumental. 

Beruntungnya, bagian Bumi yang baru dapat terus ditemukan di Cerrejón yang berada di atas garis fosil Paleosen.

Penemuan dan analisis fragmen Titanoboa pertama merupakan hasil kerja tim yang berlangsung selama dua dekade. 

Penemuan ini berawal ketika seorang ahli geologi asal Kolombia yang dipekerjakan oleh operasi pertambangan Cerrejón bernama Henry Garcia memberi label pada sebuah artefak yang aneh sebagai sebuah “fosil kayu”. Satu dekade kemudian, Fabiany Herrera, seorang mahasiswa geologi dari Universitas Industri Santander di Kolombia, menemukan fosil daun yang tercetak di batu pasir dan menunjukkannya pada ahli paleobotani lokal, Carlos Jaramillo. 

Penemuan ini menimbulkan harapan akan adanya temuan-temuan baru di tambang tersebut. Kemudian, sebuah ekspedisi resmi diselenggarakan pada tahun 2003.

Salah satu ahli yang diundang dari Smithsonian National Museum of Natural History, Scott Wing, mengenali cabang yang membatu tersebut sebagai artefak yang salah diberi label. Dia mengirimkan gambarnya kepada Jonathan Bloch dari University of Florida, yang menyatakan bahwa itu adalah tulang rahang dinosaurus. Karena penasaran, Bloch bergabung dengan tim lapangan pada tahun berikutnya. Kini, pencarian tidak hanya dilakukan untuk menemukan sisa-sisa hutan hujan tropis tertua yang diketahui, tapi juga megafauna yang pernah hidup di dalamnya.

Pada tahun 2007, ketika menganalisis fosil “buaya” di Florida Museum of Natural History di Universitas Florida, mahasiswa pascasarjana Alex Hastings menemukan kejanggalan. Dia menunjukkan sebuah tulang belakang yang aneh kepada rekannya, Jason Bourque, yang dengan tepat mengidentifikasi fosil itu sebagai bagian dari seekor ular. Keduanya kemudian mempresentasikan temuan mereka kepada Bloch yang membandingkannya dengan tulang belakang seekor anakonda yang berukuran 5 meter. Fosil janggal itu jauh lebih besar dari tulang anakonda tersebut.

Jonathan Bloch kemudian menelpon ahli paleontologi, Jason Head, di University of Nebraska. Ketika dia menunjukkan fosil itu lewat kamera, Head menyatakan bahwa fosil tersebut adalah ular terbesar yang pernah ditemukan.

Pada ekspedisi berikutnya ke Cerrejón, ditemukan lebih dari 100 tulang belakang, tulang rusuk, dan fragmen lainnya yang berasal dari 28 ular yang berbeda. Meskipun temuan-temuan ini sangat membantu, tanpa adanya tulang belakang yang lengkap, masih sulit untuk memastikan seberapa besar ukuran Titanoboa tersebut. 

Untungnya, pada tahun 2010, bagian dari tengkorak Titanoboa ditemukan oleh seorang pekerja magang di Smithsonian Tropical Research Institute bernama Catalina Suarez Gomez. Kontribusi Gomez memungkinkan pengembangan model berukuran asli yang ditayangkan perdana di Museum of Natural History di Washington, D.C.


Adakah Ular yang Lebih Besar dari Titanoboa?

Ilustrasi ular (Unsplash/Michael jerrard)

Sejak penemuan luar biasa di Cerrejón, Titanoboa dinobatkan menjadi ular terbesar di dunia sepanjang masa. Namun pada bulan April 2024, ahli paleontologi Sunil Bajpai dan Debajit Datta menemukan fosil ular yang sepanjang Titanoboa. Sebuah tambang lain di India barat menjadi latar ditemukannya tulang punggung ular tersebut yang sangatlah besar.

Berdasarkan tulang belakang parsial ini yang terdiri dari 27 ruas tulang belakang, Vasuki indicus (nama yang diberikan untuk menghormati ular mitos yang dipegang oleh Siwa, dewa Hindu) diperkirakan memiliki panjang 36 hingga 50 kaki (11 sampai 15 meter). 

Tidak seperti Titanoboa, yang “keluarganya” masih dapat ditemukan (dan masih dalam bentuk yang mengesankan), Vasuki indicus termasuk dalam famili ular darat yang kini telah punah, yang dikenal dengan nama Madtsoiidae.

Madtsoiidae diperkirakan hidup selama sekitar 100 juta tahun lalu, dari zaman Kapur Akhir hingga Pleistosen, di tempat yang sekarang menjadi anak benua India, Amerika Selatan, Afrika, Madagaskar, Australia, dan kepulauan Eropa.

Infografis Teror Ular Kobra. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya