Liputan6.com, Jakarta Bursa kripto Binance mengalami peningkatan sebesar 40% dalam jumlah investor institusional dan korporat yang bergabung dengan platformnya tahun ini. Hal ini diungkap oleh CEO Binance Richard Teng dalam wawancara dengan Lin Lin dari CNBC.
Teng, yang menjabat sebagai CEO sejak November 2023, menyatakan bahwa alokasi investasi ke kripto oleh institusi masih berada di tahap awal, dengan banyak dari mereka yang masih melakukan penilaian dan tinjauan menyeluruh.
Advertisement
"Alokasi investasi ke kripto oleh institusi baru berada di permukaan. Ini baru permulaan karena banyak dari mereka masih melakukan due diligence," kata Teng di sela-sela konferensi Token2049 di Singapura, dikutip dari CNBC, Jumat (20/9/2024).
"Kami sendiri telah melihat peningkatan besar dalam jumlah investor institusional dan korporat. Kami mencatat peningkatan 40% dalam proses onboarding kategori tersebut sepanjang tahun ini," tambahnya.
Namun, Teng tidak menyebutkan nama perusahaan spesifik atau seberapa besar ukuran perusahaan yang terlibat.
Pertumbuhan ini mencerminkan bagaimana modal besar mulai tertarik pada Bitcoin dan mata uang kripto lainnya, meskipun Binance sempat terkena penyelidikan di Amerika Serikat (AS) dan menyetujui penyelesaian sebesar USD 4,3 miliar atau sekitar Rp 66 triliun.
Changpeng Zhao, miliarder sekaligus salah satu pendiri dan mantan CEO Binance, mengundurkan diri tahun lalu sebagai bagian dari penyelesaian tersebut, meskipun ia tetap menjadi pemegang saham besar di perusahaan ini, menurut Teng.
Teng juga mengungkapkan bahwa Binance telah beralih dari perusahaan yang dipimpin oleh pendirinya menjadi perusahaan yang dipimpin oleh dewan direksi yang terdiri dari tujuh orang, sebuah struktur yang menurutnya lebih familiar bagi regulator.
Teng sendiri bergabung dengan Binance pada tahun 2021 sebagai CEO operasi perusahaan di Singapura, setelah sebelumnya menjabat sebagai CEO Otoritas Regulasi Layanan Keuangan di Abu Dhabi Global Market dan kepala pejabat regulasi di Singapore Exchange.
Meningkatnya Minat Institusi terhadap Kripto
Bitcoin diluncurkan pada tahun 2009, membuka jalan bagi banyak mata uang kripto lainnya yang berbasis pada teknologi blockchain serupa. Teknologi ini menghilangkan kebutuhan akan perantara pihak ketiga dengan menciptakan catatan transaksi yang permanen dan aman antara dua pihak secara cepat.
Setelah bertahun-tahun ketidakpastian regulasi, Amerika Serikat akhirnya menyetujui dana yang diperdagangkan di bursa (ETF) untuk harga spot bitcoin pada Januari tahun ini. Pada bulan Juli, AS juga mengizinkan perdagangan ETF serupa untuk ether, salah satu mata uang kripto lainnya.
Teng mengatakan bahwa kejelasan regulasi semacam ini "akan memberikan kepastian bagi pengguna arus utama." Teng juga menghubungkan rekor harga bitcoin yang mencapai lebih dari USD 70.000 atau sekitar Rp 1 miliar pada bulan Maret dengan "efek dari institusi yang mulai masuk ke pasar."
Advertisement
Bitcoin Dijuluki "Emas Digital" dan Harga Diprediksi Menghangat
CEO BlackRock, Larry Fink, yang dulunya skeptis terhadap bitcoin, kini menyebutnya sebagai "emas digital." Perusahaan besar lainnya seperti Franklin Templeton juga telah meluncurkan ETF untuk bitcoin dan ether.
Dikutip melalui CNBC, CEO Franklin Templeton, Jenny Johnson, mengatakan pada bulan Mei bahwa kenaikan harga bitcoin saat itu disebabkan oleh "gelombang pertama dari para pengadopsi awal." Ia juga memprediksi bahwa gelombang berikutnya akan datang dari "institusi yang jauh lebih besar" yang akan membeli dana kripto.
Pada Rabu (18/8/2024) waktu Singapura, bitcoin diperdagangkan mendekati USD 60.440 atau sekitar Rp 923 juta. Meskipun Teng menolak memberikan prediksi harga spesifik, ia mencatat bahwa harga mata uang kripto cenderung "menghangat" sekitar 160 hari setelah bitcoin mengalami peristiwa teknis yang dikenal sebagai "halving." Peristiwa terakhir terjadi pada bulan April.
Menurut Teng, pasar kripto saat ini berada "sembilan hari dari batas waktu 160 hari tersebut."