Liputan6.com, Jakarta - Perum Bulog menggelar mengumpulkan pelaku industri beras dari seluruh dunia Indonesia Internasional Rice Conference (IIRC) 2024 yang berlangsung di Bali. Gelaran yang dihadiri kurang lebih 17 negara produsen beras utama dunia ini membahas berbagai macam isu dalam industri beras di dunia.
Direktur Transformasi dan Hubungan Kelembagaan Perum Bulog Sonya Mamoriska Harahap menjelaskan, beras bukan sekadar tanaman pangan. Ada banyak arti di belakang beras ini seperti sumber kehidupan bagi lebih dari separuh populasi global dan pendorong utama stabilitas ekonomi di banyak wilayah.
Advertisement
Untuk itu, ketahanan pangan dalam hal ini beras menjadi isu seluruh masyarakat dunia. Banyak tantangan yang tengah dihadapi oleh industri beras dunia saat ini seperti perubahan iklim, gangguan ekonomi, dan ketegangan geopolitik yang memperumit lanskap produksi dan distribusi beras yang sudah kompleks.
"Ketahanan dalam konteks ini berarti lebih dari sekadar bertahan. Ini berarti berjuang di tengah kesulitan dengan mengembangkan dan menerapkan solusi efektif yang dapat mempertahankan produksi beras di tengah tantangan global ini," kata dia, Kamis (19/9/2024).
Sonya menjelaskan, pada hari ini produksi beras dihadapkan pada serangkaian masalah yang berdampak luas pada komunitas lokal dan sistem pangan global. Salah satu tantangan paling mendesak adalah perubahan iklim.
Pola cuaca yang tidak terduga, suhu yang meningkat, dan cuaca ekstrem seperti banjir dan kekeringan mengganggu hasil panen beras di seluruh dunia.
"Perubahan ini tidak hanya mengganggu sistem pertanian, tetapi juga memperparah kelangkaan air, sumber daya penting untuk budidaya beras.
Gangguan Rantai Pasok
Selain faktor lingkungan, industri beras juga bergulat dengan ancaman biologis. Hama, penyakit, dan spesies invasif semakin sulit untuk dikelola, memberikan tekanan tambahan pada petani yang sudah berhadapan dengan kompleksitas perubahan iklim.
Tekanan ekonomi semakin memperparah tantangan ini. Volatilitas pasar, pembatasan perdagangan, dan meningkatnya biaya input seperti pupuk dan energi membuat petani semakin sulit untuk menjaga operasional yang menguntungkan.
Selain itu, gangguan rantai pasok global dalam beberapa tahun terakhir telah menyoroti kerentanan sistem pangan global, dan beras tidak terkecuali. Ketegangan geopolitik dan konflik juga berperan dalam mengguncang pasar beras, mengganggu jalur produksi dan distribusi.
"Akibatnya, miliaran orang yang bergantung pada beras sebagai makanan pokok menghadapi kerentanan yang lebih besar terhadap ketidakamanan pangan," ungkap Sonya.
Tantangan-tantangan yang saling terkait ini menekankan perlunya pendekatan yang tangguh dan adaptif terhadap produksi beras.
"Kita harus menyadari bahwa metode tradisional pertanian dan distribusi mungkin tidak cukup menghadapi tantangan yang terus berkembang ini. Jelas bahwa untuk mengamankan masa depan beras, kita membutuhkan solusi inovatif, berkelanjutan, dan kolaboratif yang dapat membantu kita mengatasi tantangan global ini," jelas dia.
Advertisement