Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan penerimaan pajak sebagai bagian dari upaya mendorong perekonomian nasional dan pemerataan kesejahteraan. Salah satu solusi yang dapat meningkatkan efektivitas sistem perpajakan adalah penerapan monitoring self-assessment. Sistem ini diyakini mampu mengoptimalkan penerimaan pajak melalui transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik.
Mantan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (2001-2006) Hadi Purnomo menjelaskan, monitoring self-assessment merupakan kunci penting dalam mengatasi berbagai tantangan perpajakan.
Advertisement
Sistem ini memastikan bahwa seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan Wajib Pajak dilaporkan dengan benar, lengkap, dan jelas.
“Dengan monitoring self-assessment, penerimaan perpajakan dapat ditingkatkan secara signifikan, karena transparansi yang lebih tinggi akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan,” kata Hadi, ditulis, Kamis (19/9/2024).
Fungsi Monitoring Self-Assessment untuk Optimalisasi Pajak
Monitoring self-assessment berperan sebagai pengumpul data perpajakan yang komprehensif, membentuk Big Data Perpajakan yang mencakup semua aspek pendapatan, baik legal maupun ilegal. Sistem ini memetakan penerimaan pajak di berbagai sektor, termasuk konsumsi, investasi, dan tabungan.
"Setiap SPT Wajib Pajak dapat terpantau secara menyeluruh melalui sistem ini, sehingga optimalisasi penerimaan pajak menjadi lebih efektif dan efisien," jelas Hadi.
Dengan memanfaatkan data secara terintegrasi, penghindaran pajak dapat diminimalisasi secara signifikan melalui digitalisasi transparansi.
Digitalisasi dan Transparansi dalam Sistem Perpajakan
Dengan integrasi data berbasis link and match, monitoring self-assessment memudahkan akses dan pengawasan terhadap informasi Wajib Pajak. Ini juga memungkinkan pengawasan yang lebih ketat terhadap penghindaran pajak dan upaya pencegahan korupsi.
"Seluruh pihak, baik pemerintah pusat, daerah, lembaga, dan swasta, wajib membuka akses data terkait perpajakan, baik yang bersifat rahasia maupun non-rahasia," tambah Hadi.
Langkah ini mendorong transparansi dalam sistem perpajakan, memberikan akses ke data finansial dan non-finansial yang sebelumnya sulit diakses, serta mendukung upaya pencegahan korupsi di berbagai sektor.
Landasan Hukum dan Pentingnya Revisi Peraturan
Monitoring self-assessment didukung oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 serta Perpu Nomor 1 Tahun 2017 yang mengatur akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Menurut Pasal 35A, setiap instansi wajib memberikan data yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
"Ini memastikan tidak ada lagi informasi yang disembunyikan dari pemerintah, sehingga penerimaan pajak dapat dioptimalkan," jelas Hadi.
Namun, beberapa peraturan pelaksanaan masih inkonsisten dan melemahkan efektivitas sistem ini. Hadi menegaskan bahwa revisi terhadap peraturan yang tidak sesuai dengan undang-undang perlu dilakukan agar sistem pengawasan perpajakan dapat berjalan lebih baik.
Advertisement