Liputan6.com, Jakarta - Hubungan antara orang tua dan anak dimulai sejak si kecil lahir. Bagi banyak orang tua, memiliki anak adalah sumber kebahagiaan yang melengkapi keluarga mereka.
Di masa kecil, anak cenderung menuruti perintah orang tua dan mengikuti ajaran mereka, baik dalam pengetahuan maupun emosi. Dalam banyak hal, keputusan penting pun berada di tangan orang tua.
Advertisement
Namun, saat anak memasuki masa remaja dan dewasa, mereka mulai belajar untuk menentukan impian dan membuat keputusan sendiri. Dukungan dari orang tua dalam fase ini sangatlah penting.
Sayangnya, tak jarang orang tua malah menentang keinginan anak dan memaksa mereka untuk mengikuti apa yang diinginkan orang tua. Sikap ini bisa membuat anak merasa terkekang dan kehilangan kebebasan, yang pada akhirnya mendorong mereka untuk menjaga jarak dari orang tua.
Oleh karena itu, ketahui beberapa alasan mengapa anak memilih untuk menjaga jarak dengan orang tua, seperti dilansir dari Mom Junction, Kamis (26/9/2024).
1. Membandingkan dan Menganggap Salah Satunya Spesial
Bagi sebagian orang tua, memiliki anak dengan jumlah lebih dari satu adalah hal yang patut disyukuri. Mereka akan berupayah untuk memberikan kasih sayang dan perhatian yang adil antara anak yang satu dengan yang lainnya. Sehingga, semua anak merasa mendapatkan cinta yang setara dari kedua orang tuanya.
Namun, dalam praktiknya, seringkali terjadi ketidakseimbangan perhatian yang dapat memengaruhi hubungan antar anak. Mungkin Anda sebagai orang tua tidak menyadari, tetapi sikap semacam itu membuat anak Anda yang lainnya menjadi sensitif.
Bahkan, jika Anda secara sadar maupun tidak membandingkan yang satu dengan yang lain membuat anak Anda merasa terabaikan. Hal ini yang mendorong anak Anda untuk menciptakan jarak bahwa hingga dirinya tumbuh dewasa.
2. Tindakan yang Membuat Anak Membenci Orang Tua
Ketika anak melakukan kesalahan, reaksi orang tua sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosional dan hubungan mereka ke depannya.
Beberapa orang tua memilih untuk meredam amarah dan mencoba memahami situasi, berusaha menyelesaikan masalah dengan cara yang baik. Pendekatan ini tidak hanya membantu anak belajar dari kesalahan, tetapi juga memperkuat ikatan antara orang tua dan anak.
Namun, ada pula orang tua yang langsung memarahi atau memberikan hukuman ketika anak berbuat salah. Sikap ini, meskipun mungkin muncul dari niat baik, bisa berdampak negatif.
Anak yang sering dihukum atau dimarahi mungkin akan mengingat pengalaman tersebut dengan rasa sakit dan kebencian, yang dapat membentuk pandangan mereka terhadap orang tua hingga mereka dewasa. Selain itu, pendekatan ini bisa menyebabkan anak merasa takut, bukan hanya terhadap hukuman, tetapi juga terhadap orang tuanya sendiri.
Advertisement
3. Saran yang Tidak Diharapkan
Sebagai orang tua mengarahkan anak untuk melakukan tindakan baik dan berada pada jalan yang baik adalah sebuah keharusan. Sebab orang tua selalu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun, segala sesuatunya tentu membutuhkan batasan baik anak maupun orang tua.
Contohnya ketika seorang anak memiliki impian untuk melanjutkan studi ke luar negeri. Namun, Anda sebagai orang tua memintanya untuk tetap tinggal dan melanjutkan studi di daerah tempat tinggal Anda.
Hal ini Anda lakukan agar tidak terpisah dari anak Anda dalam waktu yang cukup lama. Mungkin bagi Anda sebagai orang tua itu adalah hal baik. Namun, bagi seorang anak hal ini adalah sesuatu yang sangat menyedihkan karena harus melepaskan impiannya.
Ketika anak tidak diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan, mungkin mereka akan merasa kecewa dan menciptakan jarak dengan Anda.
4. Mengabaikan Batasan
Setiap individu memiliki batasan dalam hidupnya yang seringkali ingin dijaga dari pengamatan orang lain. Batasan ini sangat penting, terutama dalam hubungan antara orang tua dan anak.
Saat anak beranjak dewasa, mereka mulai berusaha untuk menentukan arah hidupnya sendiri, termasuk dalam hal keuangan dan pengelolaan tabungan.
Namun, tak jarang orang tua melewati batasan tersebut dengan meminta akses ke tabungan anak atau bahkan meminta untuk melihat jumlah uang yang mereka miliki.
Sikap ini bisa membuat anak merasa kehilangan privasi dan halnya. Ketika anak merasa bahwa keputusan keuangan mereka tidak dihormati, hal ini dapat menciptakan ketegangan dan mengurangi rasa percaya dalam hubungan.
Advertisement
5. Ikut Campur Urusan Rumah Tangga Anak
Ketika anak Anda memutuskan untuk membangun rumah tangga bersama pasangan, ini adalah momen yang penuh kebahagiaan sekaligus kesedihan bagi orang tua.
Perpisahan ini menandakan bahwa anak Anda siap memulai babak baru dalam hidupnya. Namun, seringkali orang tua merasa sulit melepaskan dan berusaha memaksa anak untuk tetap tinggal di rumah.
Tindakan ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, baik bagi anak maupun pasangan mereka. Ketika orang tua melewati batas dengan mencoba mengendalikan kehidupan anak, hal ini dapat menciptakan rasa tidak nyaman yang mendalam.
Pasangan anak Anda mungkin merasa bahwa mereka tidak memiliki ruang untuk membangun hubungan yang sehat, yang pada akhirnya dapat menyebabkan anak Anda merasa tertekan dan berusaha menjauh dari orang tua.