Liputan6.com, Cilacap - Secara literal, karomah artinya kemuliaan. Jika merujuk pada hal itu, terma yang dibentuk dari 3 huruf hijaiyah kaf, ra dan mim ini memang merujuk pada kemuliaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada seseorang.
Tentu saja jika definisi karomah sebagaimana disebut di atas, maka semua manusia potensi memiliki karomah, sebab memang sebaik-baik bentuk makhluk Allah SWT ialah manusia.
Namun tidak demikian pengertian karomah. Karomah ialah kemuliaan atau kelebihan yang biasanya merupakan peristiwa ajaib yang melekat para orang-orang khusus yang berpredikat sebagai kekasih Allah SWT.
Seorang wali dibekali karomah oleh Allah SWT, atau dalam bahasa Jawa populer dengan sebutan keramat ini merupakan anugerah yang besar dari Sang Khaliq.
Baca Juga
Advertisement
Banyak kisah perihal karomah wali yang sering kita dengar. Adapun kisah karomah kali ini ialah seputar karomah-karomah yang dimiliki salah seorang Walisongo yang berdakwah di tanah Jawa, khususnya di daerah Drajat, Kecamatan Paciran, Lamongan, Jawa Timur, yakni Sunan Drajat.
Simak Video Pilihan Ini:
Masa Kecil dan Pengembaraan Intelektual Sunan Drajat
Menukil pecihitam.org, Sunan Drajat adalah salah satu sosok dari kesembilan wali yang mempunyai banyak karomah. Sunan Drajat yang mempunyai nama asli Raden Qosim yang lahir pada tahun 1479 M.
Semasa kecil, Sunan Drajat sering dipanggil dengan sebutan Raden Syarifuddin. Sunan Drajat juga merupakan salah satu putra dari Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan masih sodara dari Sunan Bonang.
Ibu Sunan Drajat bernama Dewi Condrowati atau biasa disebut oleh masyarakat dengan sebutan Nyai Ageng Manila. Jika kita tarik nasab ke atas, maka akan kita temukan bahwa Sunan Drajat masih keturunan dari Syekh Jumaludin Akbar atau biasa disebut dengan Syekh Jumadil Kubro.
Karena masih keturunan dari ulama-ulama, maka tidak heran Sunan Drajat pakar dibidang agama dan budaya. Kembali ke sejarah Syekh Jumadil Kubro dan Sunan Ampel, mereka adalah tokoh ulama sekaligus tokoh budaya yang sangat disegani oleh masyarakat.
Sejak kecil Sunan Drajat dididik oleh ayahnya tentang ilmu agama. Namun tidak sampai di situ, Sunan Drajat juga disuruh oleh ayahnya untuk bisa belajar ilmu agama dan budaya bersama dengan Sunan Gunung Jati dari Cirebon.
Sunan Gunung Jati meupakan murid dari Sunan Ampel yang tidak lain adalah ayah Sunan Drajat. Proses pembelajaran dilakukan di pesantren, seperti apa yang telah dilakukan oleh Sunan Ampel.
Setelah Sunan Drajat cukup menimba ilmu bersama Sunan Gunung Jati, kemudian Sunan Drajat menikah dengan putri Sunan Gunung Jati yang bernama Dewi Syufiyah.
Advertisement
Preman Sakti Datangi Sunan Drajat
Ketika berdakwah Sunan Drajat masih menggunakan metode dakwah yang diajarkan oleh ayahnya yakni dengan mengedepankan aspek humanis dan menghargai budaya yang sudah ada di Jawa. Dengan metode tersebut, maka tidak heran banyak masyarakat yang masuk Islam. Tidak hanya itu, karena Sunan Drajat merupakan anggota walisongo maka ia juga mempunyai karomah.
Sunan Drajat adalah salah satu sosok wali yang sangat mengaggumi musik tradisional. Kekagumannya membuat Sunan Drajat belajar dan terus belajar supaya bisa memainkan musik tradisional seperti gamelan.
Setelah ia mulai bisa memainkan musik tersebut, kemudian Sunan Drajat menggunakan alat musik tersebut sebagai salah satu alat untuk berdakwah.
Karena kegemaranya memainkan musik gamelan dan membuat masyarakat terkagum-kagum, pada akhirnya ada seorang preman yang sakti mandraguna bernama Duratmoko. Seorang preman tersebut tidak menyukai dengan sikap Sunan Drajat yang telah mempengaruhi masyarakat untuk masuk Islam.
Suatu hari, ketika Sunan Drajat memainkan gamelan kemudian datanglah seorang preman. Kala itu, Sunan Drajat sedang mainkan musik gambelan dengan membawakan tembang yang ia sukai yaitu tempang Pungkur.
Tembang Pungkur adalah tembang yang di dalamnya terdapat makna-makna Al-Qur’an yang dikemas dengan bentuk serat. Melihat perlakuan preman yang tidak sopan dan sering merugikan masyarakat, pada akhirnya Sunan Drajat berniat untuk memberikan pelajaran kepada preman itu.
Tembang Pangkur Bikin Tobat Preman Hingga Masuk Islam
Ketika Sunan Drajat telah menerima laporan banyaknya masyarakat yang telah dirugikan atas prilaku yang dilakukan oleh preman, selanjutnya Sunan Drajat memperintahkan prajutnya untuk menangkap Duratmoko.
Setelah preman berhasil ditangkap, kemudian Sunan Drajat memberikan nasehat dengan memainkan kembali tembang Pungkur. Tembang tersebut kemudian dimainkan, sekali dua kali sang preman biasa saja. Seolah-olah nasehat Sunan Drajat tidak didengarkan dan bahkan diabaikan.
Kemudian Sunan Drajat memulai kembali yang ketiga kalinya. Ketika ia baru memulai menembang, akhirnya sang preman tersebut dengan seketika teriak kesakitan dan seolah-olah seperti orang kesurupan.
Kejadian kemunculan karomah Sunan Drajar tersebut disaksikan oleh banyak masyarakat. Pada akhirnya preman tersebut merasa malu atas kekalahanya. Kemudian sang preman mengakui kekalahanya dan ingin berguru kepada Sunan Drajat.
Tidak lama kemudian, preman tersebut masuk Islam dihadapan langsung Sunan Drajat. Melihat kejadian tersebut, masyarakat semakin berdatangan untuk masuk Islam.
Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
Advertisement