Kemendag Tak Diajak Rumuskan Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek

Kemasan rokok polos tanpa merek tidak hanya mengatur tampilan produk, tetapi juga dapat berdampak pada hak-hak pengusaha, pedagang dan perdagangan internasional.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 20 Sep 2024, 10:40 WIB
Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengaku belum dilibatkan secara resmi dalam perumusan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek. Kebijakan itu tertuang dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) yang merupakan turunan dari PP Nomor 28 Tahun 2024.

Negosiator Perdagangan Ahli Madya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) Angga Handian Putra menegaskan, pihaknya belum terlibat resmi dalam perumusan RPMK. Sejalan dengan itu, Kemendag juga tengah memberikan perhatian khusus terhadap aturan tersebut, utamanya mengenai kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek.

Angga berpandangan kemasan rokok polos tanpa merek tidak hanya mengatur tampilan produk, tetapi juga dapat berdampak pada hak-hak pengusaha, pedagang dan perdagangan internasional.

"Kemasan rokok polos tanpa merek ini dapat menyinggung perdagangan dan mengganggu hak-hak pedagang," ujar dia, Jumat (20/9/2024).

Menurut dia, masih dibutuhkan studi ilmiah lebih jauh terhadap upaya menurunkan prevalensi perokok melalui kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek. Dengan mengacu pada Convention on Tobacco Control (FCTC), dimana Indonesia sendiri belum meratifikasi aturan global tersebut.

Kendati Australia menerapkan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek, sambung Angga, ini tidak bisa langsung diadopsi oleh Indonesia tanpa kajian mendalam. Oleh karena itu, dia  berharap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dapat membuktikan regulasi melalui penelitian yang solid. 

"Kami membutuhkan studi ilmiah untuk mendukung efektivitas kebijakan ini. Struktur perdagangan Indonesia berbeda dengan negara lain," ungkap Angga.

 


Nasib Petani

Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)

Pernyataan itu selaras dengan omongan Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang telah mengingatkan agar bangsa Indonesia tidak boleh asal-asalan dalam mengikuti tren kebijakan dunia.

"Saya tidak ingin kita sekedar ikut-ikutan, atau mengikuti tren atau karena sudah banyak negara yang sudah ikut sehingga kita juga latah ikut," tegas Jokowi beberapa waktu silam. 

Jokowi menambahkan, ikut atau tidaknya Indonesia kedalam FCTC akan terlebih dulu dikaji secara mendalam terutama terkait dampaknya pada tenaga kerja.

RI 1 juga memikirkan nasib petani tembakau yang terancam kehilangan lapangan kerja jika ratifikasi dilakukan. "Kita perlu memikirkan, ini yang kadang-kadang juga dilupakan kelangsungan hidup para petani tembakau, para buruh tembakau yang hidupnya bergantung dari industri tembakau. Ini juga tidak kecil, menyangkut orang yang sangat banyak," tuturnya.


Kebijakan Kemasan Rokok Polos Bikin Industri Tembakau Makin Merana

Ilustrasi Foto Kemasan Rokok (iStockphoto)

Sebelumnyam polemik kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) dan regulasi PP Nomor 28 Tahun 2024 menjadi salah satu perbincangan hangat banyak pihak, termasuk Institute for Development of Economics and Finance alias INDEF.

Lembaga riset independen terdepan Tanah Air ini memandang kebijakan tersebut telah memunculkan sejumlah tantangan dan kontroversi yang signifikan. 

Kepala Pusat Industri INDEF, Andry Satrio Nugroho menilai dua regulasi ini belum sepenuhnya mempertimbangkan dampak terhadap para pengusaha dan industri secara keseluruhan. Ironisnya, PP 28/2024 dan RMPK yang seharusnya fokus mengatur aspek kesehatan, justru berimbas kepada perekonomian, bahkan sebelum manfaat dari sisi kesehatan dirasakan oleh khalayak luas.

“Kebijakan ini, yang tampaknya terburu-buru diterapkan, malah menambah beban bagi sektor tembakau yang sudah menghadapi kesulitan,” ujarnya dikutip Minggu (15/9/2024).

Salah satu isu utama adalah penerapan kemasan rokok polos tanpa merek melalui draft RPMK yang tengah didorong untuk segera disahkan. Kebijakan ini diniatkan dan bertujuan untuk menstandarkan kemasan produk tembakau, namun memicu kontroversi karena menghilangkan unsur merek atau hak kekayaan intelektual pada produk.

Di samping itu, beleid ini dianggap belum terkoordinasi dengan baik antara Kemenkes dan kementerian terkait lainnya seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Andy mencatat kurangnya transparansi dari pihak Kemenkes juga menjadi sumber kekhawatiran, apalagi dengan adanya penolakan publik yang signifikan. Selain itu, dampak dari kebijakan kemasan polos tanpa merek diperkirakan bakal menghantam industri tembakau.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya