Bahlil Lahadalia: Pemanfaatan EBT dan Industri Hijau Tak Bisa Ditawar Lagi

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menuturkan, Indonesia harus mengambil peran strategis dengan mengedepankan pelestarian alam dan pengoptimalan energi bersih.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 20 Sep 2024, 13:44 WIB
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia bicara mengenai pemanfaatan energo terbarukan (EBT). (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kembali menegaskan, pemanfaatan energi terbarukan (EBT) dan penerapan industri hijau merupakan sebuah keharusan yang tidak dapat ditawar lagi.

Mengikuti tren global yang terus beralih ke energi bersih, kata Bahlil, Indonesia harus mengambil peran strategis dengan mengedepankan pelestarian alam dan pengoptimalan energi bersih.

"Hari ini, dunia berbicara tentang green energy dan green industry yang berorientasi pada keberlanjutan jangka panjang. Jadi, saya pikir kita tidak memiliki pilihan lain. Ke depan, pembangunan yang berorientasi pada lingkungan harus menjadi bagian penting," ujar Bahlil dalam keterangan resmi Kementerian ESDM, Jumat (20/9/2024).

Bahlil menambahkan, tren penggunaan energi ramah lingkungan bahkan telah merambah sektor perbankan. Di berbagai negara, termasuk Eropa, bank-bank kini mempersyaratkan adanya rekomendasi dari lembaga lingkungan untuk memberikan pembiayaan. 

"Di Eropa dan beberapa negara lainnya, perbankan hanya akan memberikan kredit jika ada rekomendasi dari lembaga-lembaga pemerhati lingkungan," ungkapnya.

Ia juga menekankan langkah ini bukan hanya tanggung jawab saat ini, tetapi juga upaya untuk mewariskan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. 

"Apa yang kita lakukan saat ini adalah demi mewariskan masa depan yang lebih baik kepada anak cucu kita," lanjutnya.

Bahlil optimistis, Indonesia memiliki potensi besar untuk memaksimalkan pemanfaatan energi hijau. Dengan berbagai sumber daya energi terbarukan yang melimpah, Indonesia dinilai memiliki kapasitas yang cukup untuk berkontribusi signifikan dalam mengurangi emisi karbon. 

"Kita memiliki kemampuan luar biasa terhadap sumber daya alam. Energi terbarukan kita cukup melimpah," kata Bahlil.

 

 


Pentingnya Jaga Kelestarian Hutan

Ilustrasi pohon, hutan. (Photo by Daniel Tseng on Unsplash)

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya menjaga kelestarian hutan yang masih ada serta memanfaatkan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (carbon capture storage/CCS) untuk mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca dan perubahan iklim.

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan turut menyampaikan pandangan serupa. Ia menekankan bahwa menjaga kelestarian lingkungan bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Lantaran, telah menjadi perhatian masyarakat dunia. 

"Kelestarian alam sekarang bukan pilihan lagi, tapi sudah menjadi keharusan. Dan itu menjadi perhatian seluruh dunia, bukan hanya kita," tegas Mendag.


Menteri ESDM: Indonesia Tak Boleh Sembrono Ekspor Energi Hijau

Untuk diketahui, proses pelantikan Bahlil sebagai Menteri ESDM berlangsung di Istana Negara, Jakarta Pusat, pada Senin ini. (merdeka.com/Arie Basuki)

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa energi baru terbarukan (EBT) saat ini menjadi incaran sektor manufaktur global. Namun, ia menegaskan Indonesia tidak boleh gegabah dalam mengekspor energi hijau tersebut.

Menurutnya, permintaan energi hijau oleh sektor manufaktur terus meningkat, terutama di kawasan ASEAN. Pernyataan ini disampaikan Bahlil di hadapan Presiden Joko Widodo pada pembukaan The 10th Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition (IIGCE) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (18/9/2024).

"Bapak Presiden, kami melaporkan bahwa energi baru terbarukan saat ini menjadi salah satu yang diperebutkan di kawasan Asia Tenggara. Seluruh dunia sedang mengejar manufaktur yang berorientasi pada energi baru terbarukan dan harus menjadi green industry," ujar Bahlil.

 


Potensi Indonesia

Kementerian ESDM juga akan terus mengawasi proses pencampuran biodiesel sebesar 15 persen.

Ia juga menyebutkan, Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor energi baru terbarukan. Selain itu, Indonesia sudah memiliki fasilitas carbon capture storage (CCS), yang belum dimiliki negara lain.

"Saya telah memerintahkan Dirjen Listrik dan EBTKE untuk tidak terburu-buru dalam mengekspor EBT. Kami setuju untuk mengekspor energi hijau, tetapi harus diatur dengan baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri terlebih dahulu," tegasnya.

Bahlil meyakini bahwa nantinya pelaku industri manufaktur global akan berusaha keras menarik Indonesia agar bersedia mengekspor energi hijau.

"Pasti akan banyak rayuan. Seperti halnya wanita cantik yang pasti banyak dirayu. Namun, kita harus menjadi wanita cantik yang berkarakter, bukan yang mudah tergoda oleh pihak-pihak yang tidak jelas," katanya.

Selain itu, Bahlil juga menjelaskan bahwa Indonesia saat ini memiliki total kapasitas listrik sebesar 93 gigawatt (GW). Namun, hanya 13,7 GW atau sekitar 15 persen yang berasal dari EBT.

"Sesuai dengan target kebijakan energi nasional 2025, porsi EBT dalam bauran energi nasional diharapkan mencapai 23 persen. Namun, kenyataannya kita belum mencapai 23.000 MW, masih ada kekurangan 8 GW," pungkas Menteri ESDM

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya