Liputan6.com, Jakarta PT PLN Indonesia Power akan mengoptimalkan pengembangan panas bumi di Tanah Air, dengan menggandenga PT Pertamina Geothermal Energy. Sinergi ini diwujudkan lewat pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong Binary Unit 15 MW dan Ulubelu Binari Unit 30 MW.
Kolaborasi ini merupakan upaya BUMN dalam mengakselerasi EBT untuk mencapai target Net Zero Emission pada 2060, ditandai dengan penandatanganan Joint Development Studi Agreement, antara PLN Indonesia Power dengan Pertamina Geothermal dalam ajang Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) Ke-10, di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Provinsi DKI Jakarta.
Advertisement
Hadir dalam acara tersebut, Presiden Jokowi Widodo mengatakan, Indonesia sebagai pemilik potensi besar geotermal yang diperkirakan mencapai 40 persen dari potensi dunia dengan perkiraan potensi mencapai 24 ribu MW. Sebab itu, energi panas bumi harus terus dikembangkan agar optimal dalam memenuhi kebutuhan listrik dengan rendah emisi dan mewujudkan ekonomi hijau.
"Negara kita Indonesia juga berkomitmen menjadi bagian penting dari langkah-langkah dunia dalam membangun ekonomi hijau, dalam mengembangkan industri hijau, dalam melakukan transisi ke energi hijau. Ini komitmen yang sudah sering saya sampaikan di mana-mana," kata Jokowi beberapa waktu lalu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia melanjutkan, Indonesia saat ini memiliki kapasitas listrik yang ada sebesar 93 gigawatt atau setara dengan 93 ribu MW. Dimana 13,7GW atau 500 persen diantaranya berasal daripada energi baru terbarukan. Energi panas bumi dapat menjadi salah satu instrumen penting untuk meningkatkan porsi EBT dalam baruan energi nasional.
"Saat ini kapasitas dari pembangkit listrik panas bumi di Indonesia mencapai 2,6 GW atau terbesar nomor dua di dunia yang sudah jalan dan pertumbuhannya selama 10 tahun terakhir itu tumbuh dua kali lipat selama 10 tahun terakhir," ujarnya.
Pembangkit Panas Bumi
Direktur Utama PLN Indonesia Power Edwin Nugraha Putra mengungkapkan, berdasarkan fakta tersebut pembangkit panas bumi menjadi andalan dalam pengembangan EBT, sebab itu PLN Indonesia Power melakukan terobosan dalam pengembangan PLTU dengan mengandeng Pertamina Geothermal Energy.
"Kolaborasi ini merupakan langkah strategis, sehingga potensi panas bumi yang ada di Indonesia dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin," kata Edwin.
Menurut Edwin kerja sama antara PLN Indonesia Power dengan Pertamina Geothermal Energy meliputi melakukan studi bersama pengembangan PLTP di lokasi potensial milik Pertamina Geothermal Energy, adapun yang diusulkan anak usaha PT Pertamina (Persero) tersebut adalah PLTP Lahendong Binary Unit 15 MW dan Ulubelu Binari Unit 30 MW.
"Proyek ini dalam rangka percepayan mendukung kebijakan energi nasional dal pencapaian NDC serta program Net Zero Emission.
Advertisement
PLN Butuh Rp 20 Triliun per Tahun untuk Turunkan Emisi
Sebelumnya, PT PLN (Persero) mengungkapkan bahwa pihaknya berambisi membantu mewujudkan target nol emisi karbon pada 2060, dengan Accelerated Renewable Energy Development (ARED). Tetapi PLN juga membutuhkan dana besar untuk membangun infrastruktur transmisi energi.
Director of Legal & Human Capital PLN, Yusuf Didi Setiarto memperkirakan dana yang dibutuhkan PLN mencapai Rp 20 triliun per tahun.
"Proposal PLN konkret, kita membutuhkan dukungan pemerintah untuk mensukseskan ini sekitar USD 15 billion. Kalau dukungan goverment untuk infrastruktur transmisi dan lain-lain ini bisa diwujudkan sampai 2060. Jadi kira-kira Rp 20 triliun setahun disuntik ke PLN untuk pembangunan infrastruktur ini," kata Yusuf dalam paparan di St. Regis Jakarta, Selasa (17/9/2024).
Menurutnya, jika dana itu bisa diraih setiap tahunnya untuk pembangunan infrastruktur transmisi, maka cita-cita Indonesia nol emisi karbon pada 2060 bukan lagi mimpi semata.
"Insyaallah mimpi kita untuk menjadi lebih hijau di kemudian hari bukan sebatas isapan jempol," ujar dia.
"Kita akan menjemput energi hijau yang ada pusat-pusat pembangkitan seperti Sumatera yang kita tahu ada hydro power di Aceh Sumatera Utara dan beberapa di Sumatera Barat, sedangkan aset-aset geothermal berada di Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat," jelas dia.
PLN Butuh Rp 20 Triliun per Tahun untuk Turunkan Emisi
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyoroti bauran energi baru terbarukan (EBT) dari pembangkit listrik milik PT PLN (Persero), yang masih kurang dari target Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) hingga 2025.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, berdasarkan RUPTL hingga 2025, bauran EBT dari pembangkit listrik hijau masih kurang 8,2 gigawatt (GW). Dengan nilai investasi yang diperlukan sekitar USD 14 miliar atau setara Rp 216,3 triliun (kurs Rp 15.456 per dolar AS).
"Kalau kita hitung ya, untuk mencapai bauran yang sesuai dengan RUPTL, jadi saya kan beberapa kali bilang, ini PLN utang sama Kementerian ESDM, karena RUPTL enggak pernah tercapai," ujar Eniya di Kantornya, Jakarta, Senin (9/9/2024).
Utang pembangkit listrik hijau itu terdiri dari berbagai macam jenis, mulai dari berbasis biomassa, biogas, sampah, panas bumi (geothermal), air, hydro, hingga baterai.
Advertisement