Studi: Mikroplastik Bisa Terhirup dan Masuk ke Otak

Para peneliti menemukan bahwa sampah plastik yang paling umum ditemukan adalah polipropilena, yang biasanya digunakan untuk pakaian, kemasan makanan, dan botol.

oleh Asnida Riani diperbarui 20 Sep 2024, 20:30 WIB
Ilustrasi mikroplastik di lautan (dok. Samsung Electronics)

Liputan6.com, Jakarta - Studi baru telah mengungkap bahwa plastik dari barang-barang sehari-hari memiliki kemampuan untuk menyusup ke otak. Ilmuwan dan pegiat global telah menyerukan tindakan mendesak terhadap dampak plastik terhadap kesehatan manusia.

Tuntutan mereka muncul menyusul rilis laporan baru yang menunjukkan bahwa lingkungan dalam ruangan dapat jadi sumber utama polusi mikroplastik, lapor Euronews, dikutip Jumat, 20 September 2024. Singkatnya, ini berarti bahwa partikel plastik mudah terhirup dan dapat dengan cepat masuk ke otak.

Penelitian yang dipimpin Profesor Dr Thais Mauad dan Dr Luis Fernando Amato-Lourenco dari Universitas Sao Paulo dan Universitas Freie Berlin menemukan keberadaan mikroplastik di bulbus olfaktorius, yang terletak di bagian bawah otak. Identifikasi para ahli terhadap mikroplastik di hidung dan di bulbus menunjukkan bahwa jalur olfaktorius kemungkinan merupakan tempat masuknya partikel eksternal ke otak.

Para peneliti berhasil mengidentifikasi serat dan partikel plastik dalam delapan dari 15 sampel yang diambil dari otak 15 warga Sao Paulo, Brasil yang telah meninggal. Mereka menemukan bahwa plastik yang paling umum ditemukan adalah polipropilena, yang biasanya digunakan untuk pakaian, kemasan makanan, dan botol.

Yang mengkhawatirkan, mereka juga menemukan bahwa keberadaan mikroplastik dengan diameter 10 mikron berarti tingkat nanoplastik yang lebih kecil masuk ke tubuh manusia dengan lebih mudah jauh lebih tinggi daripada yang diperkirakan sebelumnya.

"Studi ini menemukan bahwa jalur penciuman merupakan jalur masuk utama yang potensial bagi plastik ke dalam otak, yang berarti bahwa bernapas di dalam ruangan dapat jadi sumber utama polusi plastik di otak," kata Profesor Thais Mauad, peneliti utama dari Universitas São Paulo.

 


Dikhawatirkan Para Peneliti

Ilustrasi Mikroplastik di Laut (sumber: unsplash)

Profesor Mauad menyambung, "Dengan nanoplastik yang jauh lebih kecil masuk ke dalam tubuh dengan lebih mudah, tingkat total partikel plastik mungkin jauh lebih tinggi. Yang mengkhawatirkan adalah kapasitas partikel tersebut untuk diinternalisasi oleh sel dan mengubah cara tubuh kita berfungsi."

Para peneliti secara khusus prihatin tentang kapasitas partikel-partikel ini untuk diinternalisasi ke dalam sel. Sederhananya, partikel-partikel ini berpotensi menyebabkan perubahan fungsi sel, terutama saat berinteraksi dengan organ-organ pada anak-anak.

Itu berarti bahwa partikel-partikel ini juga dapat menyebabkan perubahan definitif dalam kehidupan orang dewasa. Penelitian ini didukung Plastic Soup Foundation dan Plastic Health Council, kelompok ilmuwan dan juru kampanye yang berjuang memastikan Perjanjian Plastik Global PBB dalam menangani dampak plastik terhadap kesehatan manusia dengan tepat.

Penelitian ini muncul menyusul penemuan keberadaan plastik dalam tubuh oleh anggota Plastic Health Council, Profesor Dr Lukas Kenner, pada April 2024. Ia menemukan bahwa sel kanker dalam usus dapat menyebar dengan kecepatan lebih cepat setelah kontak dengan mikroplastik, dan mengindikasikan bahwa plastik dapat memainkan peran penting dalam pembentukan kanker dini.

 


Perjanjian Plastik Global

Ilustrasi sampah plastik di laut. (dok. unsplash @naja_bertolt_jensen)

Ilmuwan lain telah menyatakan bahwa konsekuensi lebih lanjut bagi kesehatan manusia akibat paparan plastik dapat mencakup gangguan endokrin, penurunan kesuburan, dan penyakit jantung. "Berkali-kali para ilmuwan mengupas dampak berbahaya plastik terhadap kesehatan manusia," kata Maria Westerbos, pendiri Plastic Soup Foundation dan salah satu pendiri Plastic Health Council.

"Masyarakat internasional hanya tinggal beberapa bulan lagi dari negosiasi akhir Perjanjian Plastik Global, namun para pembuat kebijakan menyerah pada raksasa petrokimia. Masyarakat internasional tidak dapat membuang-buang waktu lagi, mereka akhirnya harus mendengarkan sains, sekali dan untuk selamanya."

Saat ini, lebih dari 500 juta ton plastik diproduksi setiap tahun untuk digunakan dalam berbagai macam aplikasi. Di seluruh dunia, para ilmuwan telah menyusun daftar lebih dari 16 ribu bahan kimia yang terdapat dalam produk plastik dan, pada saat yang sama, menemukan bahwa lebih dari empat ribu di antaranya berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Pada November 2024, putaran terakhir negosiasi untuk Perjanjian Plastik Global PBB akan berlangsung di Korea Selatan. Pada acara tersebut, para pegiat dan ilmuwan, yang sangat prihatin dengan kelalaian langkah-langkah dalam rancangan ketentuan yang sepenuhnya mengatasi dampak polusi plastik pada kesehatan manusia, akan menyerukan tindakan mendesak.

 


Orang Indonesia Telan Mikroplastik Kedua Terbanyak di Dunia

Prancis akan malarang penggunakan kemasan plastik untuk mayoritas jenis buah dan sayur demi mengurangi sampah plastik.

Dewan Kesehatan Plastik berpendapat bahwa perjanjian berdampak yang dipimpin sains harus mengurangi volume produksi plastik. Ini diterapkan sambil memberantas barang plastik sekali pakai kecuali yang benar-benar penting.

Mereka juga ingin memberlakukan mandat untuk pengujian yang tepat terhadap semua bahan kimia dalam plastik. Pihaknya akan menyerukan pada pemerintah untuk melindungi generasi mendatang dari bahaya mikroplastik yang semakin mengkhawatirkan.

Sebuah studi yang diterbitkan di Environmental Science & Technology, baru-baru ini, mengungkap negara yang paling banyak menelan mikroplastik. Dari penelitian tersebut, Indonesia jadi negara kedua terbanyak di dunia yang "memakan" partikel plastik berukuran kurang dari lima milimeter tersebut.

Melansir Says, Selasa, 28 Mei 2024, orang Indonesia diperkiraka menelan sekitar 13 gram mikroplastik per bulan. Di peringkat pertama dunia, ada Malaysia yang warganya diperkirakan mengonsumsi sekitar 15 gram mikroplastik setiap bulan.

 Mesir berada di peringkat ketiga, disusul Filipina, Vietnam, dan Laos yang menggenapi posisi lima besar. Penelitian ini dilakukan sebuah lembaga riset yang berbasis di Amerika Serikat. Mereka menganalisis sampel makanan dan minuman dari berbagai negara di seluruh dunia.

Infografis Jenis-Jenis Plastik yang Berpotensi Jadi Sampah. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya