Liputan6.com, Tel Aviv - Israel mengumumkan bahwa serangan udaranya di pinggiran selatan Beirut, Lebanon, pada hari Jumat (20/9/2024), menewaskan salah satu pejabat militer tertinggi Hizbullah, yang bertanggung jawab atas pasukan elitenya dan telah masuk dalam daftar buronan Amerika Serikat (AS) selama bertahun-tahun.
Ibrahim Aqil (61) adalah komandan tertinggi kedua Hizbullah yang tewas dalam serangan udara Israel di pinggiran selatan Beirut dalam beberapa bulan terakhir.
Advertisement
"Kami akan terus mengejar musuh-musuh kami untuk membela warga kami, bahkan di Dahiya, di Beirut," ungkap Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, menggambarkan serangan yang menargetkan Aqil sebagai bagian dari fase baru perang, seperti dilansir AP, Sabtu (21/9).
Serangan pada hari Jumat terjadi ketika kelompok tersebut masih belum pulih dari serangan yang menargetkan perangkat komunikasi mereka pada awal minggu ini, di mana pager dan walkie talkie meledak secara bersamaan selama dua hari berturut-turut. Serangan itu menewaskan puluhan orang, dan melukai ribuan lainnya.
Aqil adalah anggota badan militer tertinggi Hizbullah, Dewan Jihad, sejak 2008 dan kepala pasukan elite Radwan, yang turut bertempur di Suriah untuk mendapatkan pengalaman dalam peperangan perkotaan dan pemberantasan pemberontakan.
Juru bicara utama militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari mengatakan serangan hari Jumat di Distrik Dahiya menewaskan Aqil dan 10 anggota Hizbullah lainnya.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Lebanon menyatakan sedikitnya 14 orang tewas dan 66 lainnya terluka dalam serangan Israel, yang menghancurkan gedung apartemen, yang diklaim Israel menjadi lokasi Aqil bertemu dengan militan lain di ruang bawah tanah. Sembilan dari yang terluka berada dalam kondisi serius.
AP melaporkan bahwa Hizbullah mengonfirmasi kematian Aqil. Dalam pernyataannya, kelompok militan Lebanon itu menggambarkan Aqil sebagai seorang pemimpin yang hebat.
Beberapa jam sebelum serangan Israel, Hizbullah menghantam Israel utara dengan 140 roket. Belum diketahui dampak dari serangan Hizbullah.
Dicap Teroris oleh AS
Sedikit yang diketahui tentang Aqil. Lahir di Baalbek di timur Lebanon, dia bergabung dengan Hizbullah di masa-masa awal berdirinya kelompok pada 1980-an.
Elijah Magnier, seorang analis militer dan kontraterorisme yang berbasis di Brussels yang memiliki pengetahuan tentang kelompok itu, mengatakan dia adalah salah satu anggota lama kelompok itu.
"Dia mulai bekerja di awal berdirinya Hizbullah dan dia pindah ke berbagai tanggung jawab. Menjadi anggota Dewan Jihadi, ini adalah (jabatan) tertinggi, dan menjadi pemimpin Pasukan Radwan juga merupakan hal yang sangat istimewa," kata Magnier.
Aqil berada di bawah sanksi AS dan pada tahun 2023, Kementerian Luar Negeri AS mengumumkan hadiah hingga USD 7 juta untuk informasi yang mengarah pada identifikasi, lokasi hingga penangkapannya.
Kementerian Luar Negeri AS menggambarkannya sebagai "pemimpin kunci" di Hizbullah. Dikatakan bahwa Aqil adalah bagian dari kelompok yang melakukan pengeboman Kedutaan Besar AS di Beirut pada tahun 1983 dan bahwa dia telah mengarahkan penyanderaan warga AS dan Jerman di Lebanon serta menahan mereka di sana selama tahun 1980-an.
Adapun Kementerian Keuangan AS menetapkannya sebagai "teroris" pada tahun 2015, diikuti oleh penetapan lain oleh Kementerian Luar Negeri AS sebagai "teroris global".
Sebelum kematiannya, dia menjadi salah satu dari tiga komandan utama pasukan Hizbullah, bersama dengan Fouad Shukr, yang merupakan komandan militer tertinggi dalam kelompok tersebut dan juga tewas dalam serangan Israel di pinggiran selatan Beirut pada Juli, dan Ali Karaki yang memimpin garis depan di selatan.
Advertisement
Butuh Waktu bagi Hizbullah untuk Pulih
Pasukan elite Radwan, yang diperkirakan berjumlah antara 7.000 hingga 10.000 orang, dengan para pejuang yang terlatih dalam operasi khusus dan peperangan perkotaan, disebut hanya memiliki sedikit keterlibatan dalam konflik Hizbullah versus Israel saat ini. Pertempuran sejauh ini didominasi oleh saling tembak rudal dan serangan di sepanjang wilayah perbatasan.
Peluncuran roket dan rudal oleh Hizbullah sejak 7 Oktober 2023 menandai upaya kelompok itu untuk mendukung Hamas.
Mohanad Hage Ali, peneliti senior di lembaga pemikir Carnegie Middle East Center yang meneliti Hizbullah, mengatakan Aqil adalah komandan militer "old school" yang dekat dengan Iran. Dia menerima pelatihan perwira selama tiga tahun di Iran dan ikut serta dalam semua perang di Lebanon, serta di Suriah.
Hanin Ghaddar, peneliti Hizbullah di Washington Institute, menuturkan ketika Mustafa Badreddine, komandan Hizbullah yang mengawasi peran kelompok itu dalam perang di Suriah, terbunuh pada tahun 2016, Aqil menggantikan perannya. Pada saat itu, struktur komando tiga tingkat pasukan militer Hizbullah dibentuk, dengan Aqil sebagai salah satu pilar utamanya.
Ghaddar mengungkapkan ada laporan bahwa Aqil termasuk di antara mereka yang terluka ringan dalam ledakan pager pada Selasa (17/9). Tidak ada konfirmasi resmi atas laporan tersebut.
Setidaknya 37 orang tewas dan sekitar 3.000 orang terluka dalam dua gelombang ledakan perangkat komunikasi yang terjadi bersamaan di Lebanon pada hari Selasa dan Rabu (18/9).
"Ledakan pager memberikan pukulan telak bagi struktur komunikasi Hizbullah, yang mungkin menjelaskan mengapa pasukan utama kelompok itu bertemu langsung di pinggiran selatan Beirut pada hari Jumat," kata Ghaddar.
"Ini merupakan pukulan telak bagi Hizbullah."
Ghaddar menilai serangan terhadap Aqil mengganggu struktur komando Hizbullah karena merusak sistem komunikasinya sekaligus mengungkap seberapa banyak intelijen yang dimiliki Israel tentang kelompok tersebut. Ghaddar lebih lanjut menyatakan kemungkinan akan membutuhkan waktu bagi Hizbullah untuk merespons dan memulihkan diri.
"Mereka tentu akan pulih. Mereka pulih dari tahun 2006 dan banyak hal lainnya," katanya, mengacu pada perang yang berlangsung selama sebulan antara Hizbullah dan Israel. "Namun, itu akan memakan waktu."
Magnier dan Hage Ali sepakat bahwa serangan pada Jumat menandakan fase baru perang dengan Israel.
"Yang penting adalah lokasi dan dimulainya (fase) perang baru yang melibatkan operasi udara dan pembunuhan yang ditargetkan terhadap para pemimpin militer," tutur Magnier.
Israel tampaknya bertekad memberikan tekanan pada kepemimpinan Hizbullah, kata Magnier, khususnya di pinggiran selatan Beirut, di mana kelompok itu memiliki banyak kantor dan pendukungnya.
Pejabat Israel disebut mengatakan, "Jika rakyat kami (di utara) tidak dapat kembali, orang-orang Anda (di pinggiran kota) akan mengungsi."