Liputan6.com, Jakarta Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS) menjadi salah satu proyek infrastruktur terbesar yang digagas oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) guna memperkuat konektivitas antar wilayah di Pulau Sumatra. Dengan panjang lebih dari 2.000 kilometer, JTTS pun ditujukan untuk mempercepat mobilitas barang dan orang dan pendorong utama roda ekonomi regional.
Dibangun sejak 2014 silam, JTTS sudah memberikan dampak nyata bagi banyak pihak, salah satunya seorang sopir bus, Rudi Simanjuntak yang kerap melewati JTTS. Ia mengaku tak cemas berkendara mengantar penumpang ketika melewati JTTS.
Advertisement
"Dengan dibukanya jalan tol, kita sangat tenang," ucapnya yang matanya terus memandang jalan di depan.
Rudi pun menyebut, dirinya bisa menghemat waktu lebih banyak ketika mengantar penumpang di beberapa kota Pulau Sumatra.
"Mobil pun cepat waktunya dari biasanya," kata Rudi lega menceritakan pengalamannya.
Rudi bukan satu-satunya yang menikmati jalan tol tersebut. Ada pula Agus, seorang sopir truk yang sampai tertawa lepas ketika membawa kendaraannya menyusuri JTTS.
"Aman, Alhamdulillah lewat sini. Kalau lewat bawah kan banyak premannya segala macam, kalau lewat sini bebas, tidak ada hambatan," ujar Agus.
Rudi, Agus, dan masih banyak sopir bus, truk, pengendara mobil pribadi pantas berbahagia. Pasalnya, perjalanan mereka melintasi jalur Sumatra bisa dilintasi dengan perasaan lebih tenang. Tak ada lagi rasa takut bajing loncat muncul di tengah jalan. Waktu berkendara tak lagi harus menunggu matahari bersinar.
Dibangun Sejak 2014
Sembilan tahun silam, tepatnya 30 April 2015 pukul 09.45 WIB, Jokowi memulai pembangunan jalan tol ruas Bakauheni-Terbanggi Besar di Sabah Balau, Lampung Selatan. Dari titik inilah dimulainya proyek besar JTTS yang kelak terhubung sampai Aceh.
Payung hukum pelaksanaan proyek ini diawali terbitnya Peraturan Presiden No. 100 Tahun 2014 yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden No. 131 Tahun 2022. Pemerintah memberi amanat kepada Hutama Karya untuk membangun dan mengembangkan 24 ruas Jalan Tol Trans-Sumatra yang panjang keseluruhannya mencapai 2.840 km dan tahap I akan beroperasi penuh pada 2024. Total investasi untuk proyek ini mencapai Rp538 triliun.
Jelang sisa masa jabatannya, Jokowi pada 14 September 2024 meresmikan tiga ruas tol JTTS. Ketiganya adalah Tol Binjai-Langsa seksi 2 sepanjang 26,2 Km serta Tol Kuala Tanjung-Tebing Tinggi-Parapat seksi 3 dan 4 sepanjang 45,6 Km kilometer. Anggaran pembangunan untuk ketiga ruas tol itu mencapai Rp17,6 triliun.
Dengan tambahan ruas tol ini, JTTS sudah membentang sejauh 987,45 Km. Sebelum 2025 menjelang, JTTS diharapkan sudah bisa tersambung sampai 1.110 Km.
Advertisement
Berdampak pada Perekonomian
Hasil riset PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang menjadi "kendaraannnya" Kementerian Keuangan untuk pembiayaan proyek infrastruktur menemukan potensi ekonomi 11 ruas Tol Trans Sumatra.
Dari 11 ruas tol yang dibiayai SMI diproyeksi bakal berdampak pada perekonomian hingga Rp768 triliun. Sebanyak 671 ribu orang tenaga kerja terserap setiap tahunnya.
Angka ini setara 2,4% buruh yang ada di Sumatra. Di samping itu, potensi kenaikan pendapatan rumah tangga dari proyek TTS diperkirakan mencapai Rp119 triliun.
Direktur Pembiayaan dan Investasi PT SMI, Sylvi J. Ganimenyebut dampak output per tahun karena pembangunan JTTS setara dengan 2,2% Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Pulau Sumatra.
Sementara itu, sektor-sektor yang mendapatkan manfaat pembangunan JTTS adalah konstruksi sebesar 54%, industri pengolahan 22%, pertambangan dan penggalian 8%, perdagangan besar 6%, serta transportasi dan pergudangan 3%.
Kemudian juga sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sebesar 2%, sektor jasa keuangan dan asuransi 1%, informasi dan komunikasi 1%, jasa perusahaan 1% serta pengadaan listrik dan gas 1%.
Hitung-hitungan juga datang dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas. Think Tank pemerintah dalam urusan rencana pembangunan ini menyebut JTTS siap menjadi koridor kawasan industri dan motor penggerak perekonomian Sumatra.
Untuk mendukung kesiapan itu, Kementerian PPN/Bappenas menyarankan agar mengembangkan komoditas unggulan kelapa sawit, kakao, karet, dan kopi, dan hilirisasi komoditas unggulan yang berpotensi memiliki nilai tambah tinggi. Selain itu, perlu juga mengembangkan potensi pariwisata daerah sebagai penggerak pengembangan ekonomi lokal.
Badan Pusat Statistik (BPS) juga ikut melaporkan efek domino pembangunan JTTS. Lampung sebagai titik pertama pembangunan jalan tol itu sedang menikmati hasilnya. Ekonomi Provinsi Lampung tumbuh 5,17% menguat dibanding tahun 2016 yang sebesar 5,15%.
Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 38,43%, sementara Konstruksi serta Informasi dan Komunikasi tumbuh di kisaran angka 10%.
Setelah Tol Lintas Sumatra beroperasi pada tahun berikutnya, ekonomi Provinsi Lampung tumbuh 5,25% lebih tinggi dibanding capaian tahun 2017 sebesar 5,16%. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 10,49%.
Pusat Ekonomi Baru, Tumbuh
Efek domino JTTS tak cuma angka-angka di atas kertas belaka. Pasalnya, petani asal Palembang, Wanadi (38) pun mengaku sejak kehadiran JTTS merasakan keuntungan berlipat dari usaha berjualan sayuran dan buah-buahan hasil kebun miliknya.
Wanadi sebelumnya cuma bisa berjualan rempah, lada, pisang, jengkol, dan sayuran lain di Bakauheni atau Merak. Bukan tak ingin berniaga sampai Jakarta. Dia khawatir hasil kebunnya membusuk di tengah jalan.
"Kini sejak ada tol, distribusi jualan bisa sampai ke pasar induk Kramat Jati dengan harga jual yang lebih mahal," kata Wanadi.
Semenjak ada ruas tol Bakauheni-Palembang, Wanadi kini dapat menempuh perjalanan 365 kilometer hanya dalam 4 jam. Sebelumnya dia harus membawa hasil bumi sampai 12 jam.
JTTS tak hanya membantu warga menggapai kota besar lebih cepat. Pintu-pintu keluar gerbang tol JTTS kini menjadi sumber kehidupan baru masyarakat. Tak hanya saat proyek JTTS dikerjakan, dampak itu sudah terasa sejak masa konsesi.
Sektor properti berupa perhotelan, perumahan, pusat perbelanjaan, dan sektor pariwisata seperti restoran dan destinasi wisata adalah salah satu buktinya. Head of Advisory Services Colliers International Indonesia, Monica Koesnovagirl menyebut, perhotelan dan destinasi wisata yang sebelumnya tak terlihat atau terlupakan, makin menggelit.
Keberadaan hotel atau fasilitas akomodasi di titik kawasan pertumbuhan ekonomi baru yang dapat diakses dari exit toll telah melengkapi hotel existing di pusat kota.
Dari data yang disajikan Hotel Investment Strategies LLC, kinerja matriks okupansi atau tingkat penghunian kamar (TPK) hotel dengan klasifikasi bintang 3, 4, dan 5 dari tujuh provinsi di Pulau Sumatra mengalami pertumbuhan dalam kurun 2020-2021.
Rinciannya adalah Aceh dengan peningkatan 4,2% dari 25,2% menjadi 29,4%, Sumatra Utara dari 30,8% menjadi 37,5%, Sumatra Barat dari 34,0% menjadi 42,0%, dan Riau yang sebelumnya 32,0% meningkat jadi 39,5%.
Kemudian Jambi dari 34,1% menjadi 38,5%, Sumatra Selatan dari sebelumnya 40,5% bergeser menjadi 48,8%, Bengkulu dari angka 38,0% menjadi 38,7%, dan Lampung dengan perubahan tipis dari 43,8% menjadi 43,7%.
Pertumbuhan okupansi itu juga dibarengi lamanya tamu menginap mencapai 1,92 malam per kunjungan. Tren serupa juga terjadi pada matriks belanja konsumsi. Pada 2019, belanja konsumsi berada di kisaran Rp788 ribu dan naik menjadi rata-rata Rp855 ribu per kunjungan di 2021.
Tak hanya pebisnis besar yang merasa manfaat kehadiran JTTS. Hutama Karya sebagai kontraktor JTTS melaporkan sudah ada 619 Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) yang beroperasi di 25 rest areal toal Bakter, Tol Terpeka, dan rest area sementara di Tol Pekanbaru-Dumai.
Perputaran roda ekonomi di dalam JTTS ataupun sekitar exit toll ini sejalan dengan temuan penelitian Analisis Dampak Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatra Ruas Terbanggi Besar-Gunung Sugih Terhadap Usaha Rumah Makan dan UMKM yang dibuat tiga mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan, FISIP, Universitas Lampung.
Penelitian itu menemukan lokasi dekat exit tol JTTS ruas Terbanggi Besar berkembang cepat sebagai kawasan bisnis, baik industri perdagangan dan jasa keuangan, maupun lainnya.
Kegiatan usaha yang dilakukan masyarakat sangat bervariasi, mulai dari berdagang degan jenis usaha warung kuliner, warung kelontong, serta hadirnya ATM mini dan e-tol untuk bisnis jasa keuangan.
Perjalanan menyatukan Sumatra lewat JTTS dalam 10 tahun terakhir belum sepenuhnya rampung. Proyek yang sedang dalam proses konstruksi masih terus berjalan. Beberapa ruas jalan tol JTTS juga baru beroperasi dan berpotensi untuk mendongkrak roda perekonomian regional.
(*)
Advertisement