Kisruh Sengketa Lahan Vihara Tien En Tang di Jakbar, Pengurus Mohon Keadilan ke MA

Pengurus Yayasan Metta Karuna Maitreya, selaku pengelola Vihara Tien En Tang yang berlokasi di Perumahan Green Garden, Kebon Jeruk, Jakarta Barat (Jakbar) memohon keadilan kepada Mahkamah Agung (MA).

oleh Tim News diperbarui 21 Sep 2024, 18:19 WIB
Vihara Tien En Tang Green Garden, Jakarta Barat. (Foto: Istimewa).

Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Yayasan Metta Karuna Maitreya, selaku pengelola Vihara Tien En Tang yang berlokasi di Perumahan Green Garden, Kebon Jeruk, Jakarta Barat (Jakbar) memohon keadilan kepada Mahkamah Agung (MA) agar dapat menganulir putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta terkait perkara pidana dugaan pemalsuan surat dan memberikan keterangan palsu/tidak benar.

"Berharap MA dalam putusannya tetap menghukum terdakwa berinisial I yang telah nyatatakan terdakwa berinisial I terbukti bersalah sebagaimana putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat," ujar Pengurus Yayasan Metta Karuna Maitreya, yang diwakili Juru Bicara, Michelle melalui keterangan tertulis, Sabtu (21/9/2024).

Menurut dia, pihaknya mempertanyakan putusan PT DKI Jakarta Nomor: 180/Pid/2024 tertanggal 21 Agustus 2024 yang diputus Majelis Hakim pimpinan Karel Tuppu dengan anggota Idabagus Dwi Yantara dan Khairul Fuad.

Dalam putusannya, Majelis Hakim PT Jakarta memutus ontslaag atau bebas lepas yang menyatakan terdakwa lepas dari segala tuntutan hukum karena dinilai bukan perbuatannya bukan tindak pidana dalam perkara tersebut.

"Bagaimana bisa putusan yang awalnya di PN Jakarta Barat menyatakan terdakwa telah terbukti sah dan meyakinkan melakukan perbuatan tindak pidana dengan vonis satu tahun dua bulan penjara, tapi PT DKI dalam putusannya menyatakan bukan merupakan tindak pidana atau putusan lepas (ontslaag)?," kata Michelle.

'Putusan PT DKI Jakarta sangat mencederai rasa keadilan. Kami mohon kepada MA sebagai benteng terakhir para pencari keadilan dalam putusan kasasi agar kembali menyatakan terdakwa terbukti bersalah dalam perkara tersebut," sambung dia didampingi Ketua Yayasan Metta Karuna Maitreya, Lim Heng Ming.

 


Sebut Sertifikat Tidak Pernah Hilang

Pengurus Yayasan Metta Karuna Maitreya, selaku pengelola Vihara Tian En Tang yang berlokasi di Perumahan Green Garden, Kebon Jeruk, Jakarta Barat (Jakbar) memohon keadilan kepada Mahkamah Agung (MA). (Ist)

Michelle mengungkapkan, terdakwa berinisial L berdasarkan putusan PN Jakarta Barat Nomor: 836/Pid.B/2023/PN/Jkt.Brt telah dinyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menyuruh memasukkan keterangan palsu ke dalam akta otentik.

"Majelis Hakim pimpinan Yuswardi dengan anggota Kristijan Purwandono dan Esthar Oktavia menghukum terdakwa selama satu tahun dua bulan hukuman penjara," kata dia.

Pada kesempatan itu, Michelle juga menyatakan, sertifikat yayasan tidak pernah hilang karena selalu disimpan di yayasan. Namun anehnya, kata dia, dibuat laporan kehilangan ke kepolisian oleh terdakwa demi menerbitkan sertifikat pengganti.

"Perlu diketahui bahwa atas perbuatan memasukkan keterangan palsu ini terdakwa sudah mengaku bersalah di persidangan, tetapi putusan PT bisa dinyatakan onstlaag (bebas lepas), dan dinyatakan masuk ke dalam pertimbangan hukum perdata bukan pidana," terang Michelle.

"Kuasa hukum kami, Pak Diantori yang kebetulan sedang berada di luar kota, melalui pesan tertulis menyatakan akan terus berjuang dan mengawal perkara tersebut, sehingga putusan kasasi MA dapat menganulir putusan PT DKI Jakarta," tambah dia.

 


Dukung Perjuangan

Ilustrasi. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Penasihat LBH Dharmapala Nusantara, Sugiarto menyampaikan keprihatinannya atas masalah yang terjadi di Vihara Tian En Tang. Pihaknya pun mendukung perjuangan yang dilakukan pengurus vihara.

"Semoga para hakim MA yang menangani kasasi perkara tersebut terketuk hatinya, objektif dalam memutus perkara, sehingga putusannya nanti tidak lagi mencederai rasa keadilan umat Vihara Tian En Tang. Sehingga ke depannya dapat beribadah dengan aman dan damai," harapnya.

Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kevin Wu yang hadir dalam pertemuan tersebut, dengan seksama menyerap semua aspirasi dari pengurus Yayasan Metta Karuna Maitreya.

"Vihara Tian En Tang berada di Perumahan Green Garden, Kedoya Utara, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Wilayah Kebon Jeruk adalah bagian dari Dapil 10, tentunya saya sebagai wakil rakyat Dapil 10 sudah menjadi kewajiban untuk menyerap aspirasi para pengurus Yayasan Metta Karuna Maitreya," ucap dia.

Kevin Wu menyatakan, tanpa masuk ke materi perkara yang sedang diperjuangkan oleh kuasa hukum Yayasan Metta Karuna Maitreya, ia berharap semua umat Vihara Tian En Tang tetap tenang dalam melaksanakan ibadah.

"Lakukan ibadah seperti biasa, tetap tenang Sang Buddha bersama kita. Kami juga di Dharmapala Nusantara mendoakan yang terbaik untuk bapak ibu serta umat Vihara Tian En Tang," tutur Kevin.

Hal senada disampaikan Bun Joi Phiau yang juga anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PSI. Ia juga menguatkan semangat para pengurus Vihara Tian En Tang dalam perjuangannya memperoleh keadilan.

 


Kisruh Sengketa Lahan Vihara Tien En Tang di Jakbar, Diduga Ada Kekerasan

Sebelumnya, Dharmapala Nusantara selaku organisasi massa Buddhis yang bergerak di bidang advokasi dan mediasi keumatan yang telah terdaftar di Direktorat Agama Buddha Kementerian Agama Republik Indonesia, menyayangkan terjadinya dugaan kekerasan dan perampasan aset di Vihara Tien En Tang Green Garden, Jakarta Barat.

Ketua Umum Dharmapala Nusantara, Kevin Wu mengatakan, kejadian ini dibagi menjadi beberapa bagian. Yang pertama, kasus sengketa lahan antara pihak yang mengaku sebagai ahli waris atas nama Lily dengan pengurus Yayasan Metta Karuna Maitreya.

"Yang diduga terjadi praktek Mafia pertanahan sehingga terjadinya sertifikat ganda. Mengingat Vihara Tien En Tang adalah rumah ibadah umat Buddha yang telah beroperasi sejak tahun 2002 dan memiliki ijin dari Kementrian Agama RI dan diresmikan pada tanggal 05 Juli 2002 oleh Direktur Urusan Agama Buddha Bp. Cornelis Wowor MA," kata dia dalam keterangannya, Jumat 30 September 2022.

Yang kedua, lanjut Kevin, pada tanggal 22 September 2022 sekitar jam 15.45 terjadi tindakan kekerasan dan penganiayaan serta mengusir pengurus Yayasan secara paksa yang dilakukan oleh Lily bersama dengan kuasa hukumnya Ir. Sukowati S Pakpahan, S.H. dan beberapa orang yang berprilaku seperti preman.

 


Sayangkan Putusan

Tindakan kekerasan dan penganiayaan tersebut dilakukan kepada Sdr. Michelle Metasari K (Pengurus Yayasan) yang bertugas dan beberapa umat lainnya yang berada dalam Vihara dipaksa keluar tanpa menggunakan sandal dan tidak dapat membawa tas serta barang-barang berharga milik pribadi maupun barang milik Yayasan.

Ketiga, Setelah pengurus yayasan dan umat ditarik dan didorong keluar secara paksa, maka sekelompok orang tersebut langsung menduduki dan mengambil Gedung Yayasan dan mengunci dengan gembok serta memasang spanduk besar dengan tulisan "tanah dan bangunan dalam pengawasan Kantor Hukum Ir. Sukowati S. Pakpahan."

"Didalam gedung berisi aset-aset Vihara, uang ratusan juta milik umat serta Mobil dan motor dirampas oleh pelaku kekerasan," jelas Kevin.

Atas kejadian ini, Dharmapala Nusantara menyayangkan perlakukan semacam ini terlebih kepada pihak yang menggunakan cara-cara kekerasan tanpa mematuhi aturan hukum yang berlaku.

Pihaknya mendesak Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pasma Royce dan jajarannya bertindak tegas menegakkan hukum yang berlaku di wilayahnya dengan mengembalikan situasi sebelum Vihara diduduki dengan cara kekerasan ala premanisme tersebut sampai adanya putusan hukum yang tetap dari pengadilan.

"Hal ini juga sangat mendesak dilakukan karena di dalam gedung berisi aset-aset Vihara, uang ratusan juta milik umat serta mobil dan motor," jelas Kevin.

Kevin juga berharap, Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pasma Royce dan jajarannya mengembalikan situasi kondusif dengan diberlangsungkannya kembali aktifitas peribadatan keagamaan di Vihara tersebut seperti sedia kala, dan menjamin keamanan umat untuk melaksanakan ibadahnya.

"Mengingat secara hukum agama Buddha adalah Agama resmi dan sah di Indonesia, sedangkan Vihara adalah tempat beribadah umat Buddha, beribadah adalah hak asasi manusia, sehingga berpedoman kepada Pancasila sila Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Kepolisian Indonesia wajib memberikan perlindungan dan prioritas penyelesaian," kata dia.

Selain itu, lanjut Kevin, mendesak Kapolres Metro Jakarta Barat Kombes Pasma Royce dan jajarannya menindaklanjuti laporan dugaan kekerasan fisik yang dialami oleh Sdri Michelle Metasari K dengan No laporan: STTLP/888/B/IX/2022/POLRES METRO JAKARTA BARAT/POLDA METRO JAYA sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku sehingga dapat dibuktikan di Pengadilan.

Infografis KPU Siap Hadapi Sengketa Pemilu 2024 di MK. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya