Liputan6.com, Phnom Penh - Perdana Menteri Kamboja Hun Manet mengumumkan dia menarik negaranya keluar dari perjanjian pembangunan dengan negara tetangganya, Vietnam dan Laos, menyusul protes yang menyatakan bahwa perjanjian tersebut menguntungkan kepentingan asing.
Kritikus berfokus pada konsesi lahan di wilayah perbatasan, khususnya dengan Vietnam, sebuah isu yang sangat sensitif karena permusuhan historis Kamboja terhadap negara tetangganya.
Advertisement
Pihak berwenang telah menangkap sedikitnya 66 orang menjelang unjuk rasa yang direncanakan pada bulan Agustus untuk mengecam Kawasan Segitiga Pembangunan Kamboja-Laos-Vietnam — atau CLV-DTA. Sebagian besar kemudian dibebaskan, namun para pemimpinnya menghadapi dakwaan. Demikian seperti dilansir AP, Minggu (22/9/2024).
Pakta pembangunan tiga negara ini dimaksudkan untuk memfasilitasi kerja sama perdagangan dan migrasi di empat provinsi Kamboja dan wilayah perbatasan di Laos dan Vietnam.
Hun Manet menyebut kelompok yang menentang perjanjian tersebut sebagai ekstremis dan mengatakan mereka menggunakan isu ini untuk memfitnah dan menyerang pemerintah serta membingungkan masyarakat.
"Misalnya, tuduhan bahwa pemerintah menyerahkan wilayah empat provinsi timur laut kepada negara asing, dan lain-lain," demikian bunyi unggahannya pada Jumat (20/9) malam.
Dia mengatakan bahwa dalam 25 tahun terakhir Kamboja telah memiliki banyak prestasi atas pembangunan keempat provinsi tersebut, namun pemerintahnya memutuskan untuk menarik diri dari perjanjian tersebut.
"Dengan mempertimbangkan kekhawatiran masyarakat terhadap wilayah dan kebutuhan untuk menarik senjata dari tangan para ekstremis guna mencegah mereka menggunakan CLV-DTA untuk menipu masyarakat lebih lanjut," jelas Hun Manet di balik keputusannya membawa Kamboja keluar dari perjanjian tersebut.
Pemerintah Kamboja telah lama dituduh membungkam para kritikus dan lawan politik. Hun Manet menggantikan ayahnya tahun lalu setelah Hun Sen berkuasa selama empat dekade, namun hanya ada sedikit tanda-tanda liberalisasi politik.