Liputan6.com, New York City - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyetujui blueprint untuk menyatukan negara-negara di dunia yang semakin terpecah guna mengatasi tantangan abad ke-21. Mulai dari masalah perubahan iklim dan kecerdasan buatan hingga meningkatnya konflik dan meningkatnya kesenjangan serta kemiskinan.
"Pakta Masa Depan" setebal 42 halaman meminta para pemimpin dari 193 negara anggota PBB untuk mengubah janji menjadi tindakan nyata yang membuat perbedaan bagi kehidupan lebih dari 8 miliar orang di dunia.
Advertisement
Pakta tersebut diadopsi pada pembukaan KTT Masa Depan atau Summit of the Future selama dua hari yang diselenggarakan oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
Ia yang berterima kasih kepada para pemimpin dan diplomat karena telah mengambil langkah pertama dan membuka pintu menuju masa depan yang lebih baik, dikutip dari laman Japan Today, Senin (23/9/2024).
"Kita di sini untuk membawa multilateralisme kembali dari ambang kehancuran," katanya.
"Sekarang adalah takdir kita bersama untuk melewatinya. Itu menuntut bukan hanya kesepakatan, tetapi tindakan."
Kepala PBB menantang para pemimpin untuk menerapkan pakta tersebut. Prioritaskan dialog dan negosiasi.
Akhiri perang yang menghancurkan dunia dari Timur Tengah hingga Ukraina dan Sudan. Lalu meminta adanya reformasi Dewan Keamanan PBB.
Percepat reformasi sistem keuangan internasional. Percepat transisi dari bahan bakar fosil. Dengarkan kaum muda dan libatkan mereka dalam pengambilan keputusan.
Kemana Pakta Masa Depan Akan Dibawa?
Nasib pakta tersebut masih dipertanyakan hingga saat-saat terakhir. Ada begitu banyak ketegangan sehingga Guterres menyiapkan tiga pidato, satu untuk persetujuan, satu untuk penolakan, dan satu lagi jika ada yang belum jelas, kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.
"Tidak seorang pun senang dengan pakta ini," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Vershinin.
KTT dibuka dengan usulan amandemen yang akan melemahkan pakta tersebut secara signifikan. Berbicara atas nama 54 negara Afrika -- yang menentang amandemen Rusia -- Republik Kongo membalas dengan mosi untuk tidak memberikan suara pada amandemen tersebut.
Mosi tersebut disetujui dan mendapat tepuk tangan. Rusia hanya mendapat dukungan dari Iran, Belarus, Korea Utara, Nikaragua, Sudan, dan Suriah.
Ketua Majelis Philémon Yang kemudian mengajukan pakta tersebut untuk pemungutan suara dan mengetuk palunya, yang menandakan konsensus dari semua 193 negara anggota PBB yang diperlukan untuk persetujuan.
Rusia telah membuat terobosan signifikan di Afrika -- di negara-negara seperti Mali, Burkina Faso, Niger, dan Republik Afrika Tengah -- dan penolakan benua itu terhadap amandemennya bersama dengan Meksiko, kekuatan besar Amerika Latin, dipandang sebagai pukulan bagi Moskow oleh beberapa diplomat dan pengamat.
Advertisement
Risiko dan Ancaman Dunia
Pakta Masa Depan mengatakan para pemimpin dunia berkumpul "pada saat transformasi global yang mendalam," dan memperingatkan tentang risiko bencana dan eksistensial yang meningkat yang dapat menjerumuskan orang di mana-mana ke masa depan dengan krisis dan kehancuran yang terus-menerus.
Namun, dikatakan, para pemimpin datang ke PBB pada saat harapan dan kesempatan untuk melindungi kebutuhan dan kepentingan generasi sekarang dan masa depan melalui tindakan dalam Pakta Masa Depan.
Pakta tersebut mencakup 56 tindakan pada berbagai isu termasuk memberantas kemiskinan, mengurangi perubahan iklim, mencapai kesetaraan gender, mempromosikan perdamaian dan melindungi warga sipil, dan menyegarkan kembali sistem multilateral untuk merebut peluang hari ini dan esok.
Sekretaris Jenderal Guterres secara khusus menyoroti sejumlah ketentuan utama dalam Pakta Masa Depan dan dua lampiran yang menyertainya, yaitu Pakta Digital Global dan Deklarasi tentang Generasi Masa Depan.
Pakta tersebut juga mewajibkan para pemimpin untuk membentuk Panel Ilmiah Internasional Independen di Perserikatan Bangsa-Bangsa guna meningkatkan pemahaman ilmiah tentang AI, serta risiko dan peluangnya.
Pakta ini juga mewajibkan PBB untuk memulai dialog global tentang tata kelola AI dengan semua pemangku kepentingan utama.