Liputan6.com, Jakarta - PT Indofarma Tbk (INAF) merespons pemberitaan terkait dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan fiktif yang melibatkan mantan Direktur Utama (dirut) PT Indofarma Tbk periode 2019-2023, berinisial AP.
Selain AP, skandal ini melibatkan dua tersangka lainnya, yaitu GSR selaku Direktur PT Indofarma Global Medika (IGM) periode 2020-2023, dan CSY, Head of Finance IGM. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Ketiga tersangka tersebut diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi yang menyebabkan terjadinya kerugian negara di PT Indofarma Tbk sebesar Rp 371 miliar.
Advertisement
Direktur Utama PT Indofarma Tbk, Yeliandriani menegaskan, Perseroan mendukung penuh proses hukum yang sedang berlangsung, sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
Perseroan berkomitmen menjaga kredibilitas, akuntabilitas, dan transparansi dalam menghadapi kasus ini. "Proses hukum yang melibatkan mantan Direktur Utama dan dua pejabat lainnya tidak akan mengganggu operasional Perseroan. PT Indofarma Tbk tetap berfokus pada rencana penyehatan dan penyelamatan perusahaan, termasuk restrukturisasi keuangan dan reorientasi bisnis untuk memperkuat fondasi perusahaan," kata Yeliandriani dalam keterbukaan informasi Bursa, Senin (23/9/2024).
Kasus ini terungkap melalui audit investigasi BPK RI, yang merupakan bagian dari program Bersih-Bersih BUMN yang diinisiasi oleh Menteri BUMN, Erick Thohir. Program ini bertujuan untuk memperkuat kinerja dan tata kelola BUMN, dengan menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi tindakan korupsi yang merugikan negara.
Untuk itu, PT Indofarma Tbk menegaskan komitmen untuk mendukung Kementerian BUMN dalam menciptakan lingkungan usaha yang bersih dan bebas korupsi.
"Menteri BUMN, Pak Erick Thohir, telah menyampaikan bahwa tidak ada toleransi terhadap praktik korupsi yang merugikan negara. PT Indofarma Tbk akan terus mendukung upaya pemberantasan korupsi di lingkungan BUMN," pungkas Yeliandriani.
Mantan Dirut Indofarma Jadi Tersangka Korupsi, Stafsus Erick Thohir: Bersih-bersih BUMN
Sebelumnya, Direktur Utama PT Indofarma Tbk (INAF) periode 2019-2023 jadi tersangka dugaan korupsi di perusahaan. Penetapan tersangka ini dinilai jasi bukti bersih-bersih BUMN ala Menteri BUMN Erick Thohir.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menengaskan, penetapan tersangka mantan bos Indofarma itu jadi bagian dari temuan audit internal yang dilakukan sebelumnya.
"Yaa ini malah bagian seperti yang kami sampaikan kemarin ya, kenapa sampai ada fraud di Indofarma itu kan setelah ada pergantian manajemen kita lakukan audit dan ditemukan yang seperti itu," kata Arya kepada wartawan, dikutip Sabtu (21/9/2024).
Usai audit internal, pihak Kementerian BUMN menyampaikan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan ditemukan 10 dugaan fraud di Indofarma. Selanjutnya, proses hukum dilakukan oleh Kejaksaan Agung.
Arya menyebut, langkah ini jadi bagian dari proses bersih-bersih BUMN. Dia bilang, penetapan tersangka terhadap mantan bos BUMN itu bukan pertama kali terjadi dalam program Erick Thohir ini.
"Jadi ini adalah bagian dari bersih-bersih BUMN yang terus dilakukan dalam programnya pak Erick Thohir gitu sebagai Menteri BUMN. Dan ini bukan yang pertama kami terhadap BUMN atau manajemen atau oengurus yang melakukan korupsi di BUMN," tuturnya.
"Jadi bersih-bersih ini akan terus dilakukan oleh pak Erick di BUMN-BUMN," pungkas Arya.
Advertisement
Mantan Dirut Indofarma Jadi Tersangka
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Khusus Jakarta resmi menetapkan tiga tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan keuangan PT Indofarma Tbk dan anak perusahaan tahun 2020-2023. Salah satunya AP selaku Direktur Utama (Dirut) PT Indofarma Tbk.
“Tersangka AP selaku Direktur Utama PT Indofarma Tbk tahun 2019-2023 memanipulasi Laporan Keuangan PT Indofarma Tbk tahun 2020 dengan membuat piutang atau hutang dan uang muka pembelian produk alat kesehatan fiktif sehingga seolah-olah target perusahaan terpenuhi,” tutur Asisten Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Syarief Sulaeman Nahdi kepada wartawan, Kamis (19/9/2024).
Sementara itu, dua orang lainnya yang ditetapkan sebagai tersangka yakni GSR selaku Direktur PT Indofarma Global Medika (PT IGM) tahun 2020-2023, dan CSY selaku Head of Finance PT. IGM tahun 2019-2021.
GSR guna mencapai target perusahaan di tahun 2020 melakukan penjualan Panbio ke PT Promedik (anak perusahaan PT IGM), padahal diketahui PT Promedik tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pembelian sehingga merugikan PT IGM,” jelas dia.
Selain itu, tersangka GSR juga memerintahkan tersangka CSY selaku Head of Finance PT IGM untuk membuat klaim diskon fiktif dari beberapa vendor dan mencari pendanaan non perbankan untuk memenuhi operasional PT Indofarma Tbk dan PT IGM, serta membentuk unit baru FMCG untuk melakukan transaksi fiktif.
“Tersangka CSY selaku Head of Finance PT IGM tahun 2019-2021 membuat laporan keuangan PT IGM seolah-olah sehat dengan cara membuat klaim diskon fiktif, bersama dengan saudara BBE selaku Manager Finance PT Indofarma Tbk tahun 2020-2021 mencari pendanaan non perbankan dan menitipkan dana ke vendor-vendor yang seolah-olah kesalahan transfer,” ungkapnya.
Rugikan Negara Rp 371 Miliar
Adapun dana yang terkumpul selain digunakan untuk menutupi defisit, anggaran juga digunakan untuk kepentingan pribadi tersangka CSY. Atas perbuatannya, para tersangka telah merugikan negara sekitar Rp371 miliar.
“Saat ini masih dalam penghitungan kerugian keuangan negara oleh BPK RI,” kata Syarief.
Untuk keperluan penyidikan, tersangka AP ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas 1 Jakarta Pusat, tersangka GSR di Rutan Salemba Cabang Kejagung dan tersangka CSY di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan.
Ketiga tersangka pun diancam pidana Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 juncto Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Advertisement