Pengusaha: Cukai Minuman Berpemanis Butuh Konsultasi Konsumen

Apindo menilai konsultasi publik ini menjadi langkah penting untuk mengidentifikasi kendala yang mungkin dapat dihadapi para pengusaha setelah kebijakan minuman berpemanis diterapkan.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 23 Sep 2024, 18:30 WIB
Pemerintah tengah mengkaji pengenaan cukai bagi minuman berpemanis dengan kisaran harga Rp 1.000-Rp 3.000.

 

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bahwa pihaknya berharap Pemerintah dapat melakukan konsultasi publik sebelum menerapkan cukai minuman berpemanis Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) dalam pangan olahan.

"Menurut saya perlu banyak persiapan dan konsultasi publik yang dilakukan terutama dengan kami para pelaku usaha sebelum aturan ini bisa benar-benar diterapkan," ungkap Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani saat ditemui di Kantor Apindo, Jakarta, Senin (23/9/2024).

Shinta menjelaskan, bahwa konsultasi publik ini menjadi langkah penting untuk mengidentifikasi kendala yang mungkin dapat dihadapi para pengusaha setelah kebijakan tersebut diterapkan.

"Semoga proses itu perlu transisi. Maka aturan ini tidak bisa langsung diterapkan karena dengan kondisi seperti sekarang ini kami juga tidak ingin menambah beban,” jelasnya.

"Kita juga mau melihat dari segi pelaksanaannya nanti seperti apa. Kita juga meminta masukan dari para pelaku usaha yang nantinya kemungkinan terdampak kebijakan ini," sambungnya.

Sudah Beri Masukan

Selain itu, Shinta juga menyebut, pihaknya sudah memberikan masukan ke Kementerian Kesehatan terkait pentingnya memastikan ada transisi secara bertahap dalam pemberlakukan cukai kebijakan tersebut.

 


Soroti Tujuan Utama

Konsumsi Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Meningkat 15 Kali Lipat Termasuk di Kalangan Anak-Anak. Foto: Freepik.

Shinta pun menyoroti tujuan utama dari penerbitan PP Nomor 28/2024 adalah untuk mewujudkan peningkatan kesehatan masyarakat.

Maka dari itu, penting untuk diadakannya edukasi publik agar pengetahuan tentang peraturan tersebut bisa sampai ke konsumen.

“Kita perlu melakukan sosialisasi agar masyarakat juga mengerti, kenapa (kebijakan GGL) ini harus dilakukan,” tuturnya.

Ia juga menambahkan bahwa pihaknya juga perlu research base yang mumpuni.

"Karena kita juga tidak bisa hanya membandingkan dengan negara maju. Kita mesti melakukan riset internal apakah benar bahwa jika aturan ini diberlakukan akan membantu (perlindungan kesehatan masyarakat)? Kalau tidak, ya sia-sia".

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya