Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Amerika Serikat (AS) tengah mempertimbangkan larangan terhadap penggunaan hardware dan software buatan China di mobil, truk, dan bus, terutama menggunakan teknologi otonom.
Langkah ini dilandasi oelh kekhawatiran keamanan nasional, di mana pemerintah AS merasa teknologi tersebut dapat digunakan oleh musuh untuk memanipulasi kendaraan dari jarak jauh.
Advertisement
Menteri Perdagangan AS, Gina Raimondo, mengatakan keputusan ini merupakan langkah tepat untuk melindungi warga Amerika.
"Mobil saat ini dilengkapi dengan kamera, mikrofon, pelacakan GP, dan teknologi lainnya yang terhubung ke internet," katanya Gina Raimondi, sebagaimana dikutip dari BBC, Selasa (24/9/2024).
"Tidak perlu banyak imajinasi untuk memahami bagaimana musuh asing memiliki akses terhadap informasi ini dapat menimbulkan risiko serius bagi keamanan nasional dan privasi warga AS."
Reaksi Tiongkok
Di sisi lain, pihak Tiongkok mengkritik langkah ini dan menyebut AS memperluas definisi keamanan nasinal secara tidak adil.
Lin Kian, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, menyatakan, "Tiongkok menentang perluasan konsep keamanan nasinal dilakukan AS."
Dia juga mengatakan, "pemerintah mengecam tindakan diskriminatif dilakukan terhadap perusahaan dan produk Tiongkok."
Larangan terhadap software ini diperkirakan akan mulai berlaku pada tahun 2027, sementara aturan terkait hardware akan efektif tiga tahun kemudian.
Hal ini memberi waktu bagi industri untuk menyesuaikan diri dan mencari alternatif pemasok lebih aman dari incaran AS.
Risiko dan Dampak
Selain itu, Gedung Putih telah meluncurkan investigasi mengenai risiko dunia maya dari kendaraan terhubung.
Pemerintah juga sebelumnya telah melarang impor derek kargo buatan Tiongkok dan memperingatkan risiko siber terkait infrastruktur kritis.
Dengan adanya larangan ini, industri otomotif global perlu bersiap menghadapi perubahan besar dalam rantai pasokan dan potensi konflik dagang lebih lanjut antara AS dan Tiongkok.
AS Kenakan Tarif Pajak 100 Persen untuk Kendaraan Listrik China, Kapan?
Presiden Amerika Serikat Joe Biden mengumumkan akan menetapkan kenaikan tarif pajak 100 persen pada kendaraan listrik buatan China.
Kenaikan hingga 100 persen ini membuat tarif pajak mengalami peningkatan hingga empat kali lipat dari yang sebelumnya dan akan berlaku mulai 27 September 2024.
Ternyata, tarif tersebut bukan hanya dikenakan pada kendaraan listrik. Produk lain seperti sel surya, baja, aluminium, baterai listrik, dan mineral juga terkena dampak kenaikan tarif pajak.
Advertisement
Berapa Kenaikan Tarif Pajak Kendaraan Listrik di AS?
Perkiraan tarif untuk sel surya Tiongkok akan naik hingga 50 persen, sementara untuk baja, aluminium, baterai kendaraan listrik, dan mineral utama akan naik menjadi 25 persen.
Pada 2025, tarif sebesar 50 persen akan diterapkan pada semikonduktor Tiongkok, dan mulai 1 Januari 2026, baterai lithium-ion, mineral, dan komponen untuk laptop dan ponsel akan dikenakan tarif sebesar 25 persen.
Pemerintah AS mengabaikan permintaan dari industri otomotif untuk menurunkan tarif pada grafit dan mineral. Hal ini dapat berpengaruh pada kebutuhan produksi baterai kendaraan listrik di AS.
Kenaikan tarif pajak untuk kendaraan China bukan hanya di AS, namun di benua biru juga akan menerapkan aturan tersebut.
Dikutip dari Arenaev pada Senin (23/9/2024), Lael Brainard, penasihat ekonomi Gedung Putih, mengatakan keputusan ini bertujuan untuk memastikan industri mobil listrik AS tidak terlalu bergantung pada pasokan dari Tiongkok.
Tujuan Kenaikan Tarif Pajak 100 persen
Tarif ini dianggap penting untuk melawan subsidi yang diberikan pemerintah Tiongkok dan kebijakan transfer teknologi yang menyebabkan kelebihan kapasitas produksi.
Selain itu, ada kekhawatiran bahwa kendaraan listrik dari Tiongkok mendapatkan "keuntungan biaya yang tidak adil," sehingga mampu menguasai pasar mobil di banyak negara dengan sangat cepat.
Namun, jika "penekanan" terhadap produk Tiongkok sudah diberlakukan, kemungkinan mitra yang bekerja sama di industri otomotif akan menaikkan harga dan konsumen harus membayar lebih mahal untuk mobil listrik di AS.
Buntut rencana kebijakan ini, Tiongkok kerap kali mengancam AS atas tindakan yang dilakukan untuk menaikkan tarif dan menganggap ini sebagai "intimidasi." Tiongkok juga menegaskan bahwa keberhasilan bisnis mereka di pasar dunia disebabkan oleh inovasi, bukan dukungan pemerintah.
Advertisement