Berita Buruk Itu Tidak Boleh Didengar, Ini Alasannya Menurut Syekh Ali Jaber

Syekh Ali menjelaskan bahwa seorang mukmin harus selektif terhadap informasi yang diterima. Jika berita yang disampaikan adalah kebaikan, maka mendengarkannya diperbolehkan.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Sep 2024, 05:30 WIB
Foto Syekh Ali Jaber Credit: dream.co.id

Liputan6.com, Jakarta - Ketika mendengar berita buruk, respons pertama banyak orang adalah mendengarkan dengan penuh perhatian. Meskipun ada pilihan untuk menolak atau menjauh, kebanyakan orang justru larut dalam cerita tersebut dan memberikan komentar atau pendapat.

Hal ini sudah menjadi kebiasaan umum, di mana berita negatif menarik lebih banyak perhatian dan melibatkan emosi serta diskusi yang berkelanjutan. Kecenderungan ini sering memicu perdebatan atau spekulasi, tanpa mempertimbangkan apakah informasi tersebut benar atau hanya desas-desus.

Syekh Ali Jaber memberikan panduan tentang bagaimana seorang mukmin seharusnya bersikap saat menerima berita buruk atau fitnah.

Menurut Syekh Ali, seorang mukmin harus bijak dalam menyikapi berita yang mereka dengar, terutama jika berita tersebut mengandung keburukan atau fitnah.

Syekh Ali menjelaskan bahwa seorang mukmin harus selektif terhadap informasi yang diterima. Jika berita yang disampaikan adalah kebaikan, maka mendengarkannya diperbolehkan.

Namun, jika berita tersebut berupa keburukan atau fitnah, lebih baik untuk menolak mendengarnya.

"Kalau berita yang mau didengar itu baik, lanjut. Kalau tidak baik, bilang sama yang membawa berita, diam," ungkapnya, dikutip dari kanal YouTube @M.aliudin1047.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Begini Sikap yang Ditunjukkan Syekh Ali Jaber

Ilustrasi Bergosip Credit: freepik.com

Syekh Ali menegaskan pentingnya untuk bersikap tegas dalam menghadapi pembawa berita buruk atau fitnah. Menurutnya, sikap terbaik adalah menolak secara halus namun tegas agar tidak terlibat dalam penyebaran keburukan.

"Saya gak mau dengar, saya gak mau tahu," lanjutnya. Ini merupakan sikap yang harus diambil oleh setiap mukmin dalam menjaga hati dan pikiran dari hal-hal negatif.

Syekh Ali Jaber juga mengungkapkan pengalamannya sering didatangi oleh orang-orang yang membawa berita buruk atau gosip tentang orang lain, termasuk mengenai tokoh agama.

Menurut Syekh Ali, banyak orang yang datang kepadanya untuk membicarakan keburukan orang lain, bahkan menjelekkan tokoh agama seperti kiai atau ustaz.

"Sering didatangi, ada si kiai ini, si ustadz ini, dia suka begini, mau sebutkan nama, menjelekkan Antum," tuturnya. Namun, setiap kali hal ini terjadi, Syekh Ali Jaber menolak untuk mendengarkannya.

Ia dengan tegas meminta agar pembawa berita buruk tersebut diam dan menghentikan pembicaraannya. Ini menjadi contoh nyata bagaimana seorang mukmin harus menanggapi fitnah dengan tegas.

Syekh Ali juga menekankan bahwa kita tidak perlu mengetahui setiap keburukan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang lain.

Sikap terbaik adalah menjaga hati dan pikiran dari fitnah, karena mendengar berita buruk hanya akan merusak keimanan dan mengotori hati. "Saya bilang, diam. Saya gak mau tahu," tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa dalam kehidupan seorang mukmin, menjaga hubungan baik dengan Allah jauh lebih penting daripada sibuk memperhatikan perilaku buruk orang lain.


Hati-hati agar Tak Disiksa Allah SWT

Ilustrasi Menyebarkan Fitnah Credit: unsplash.com/Adam

Fokus utama seorang mukmin adalah menjaga diri dari siksa Allah, bukan dari sikap buruk manusia. "Ana ingin kasih tahu supaya kamu berhati-hati," jelas Syekh Ali, namun ia menambahkan, "Saya gak perlu berhati-hati sama manusia, saya berhati-hati sama Allah."

Pesan ini menekankan bahwa seorang mukmin harus lebih peduli terhadap hubungan mereka dengan Allah dibandingkan dengan urusan duniawi yang sering kali dipenuhi fitnah dan gosip.

Menghindari berita buruk adalah salah satu cara untuk menjaga hati tetap bersih dan fokus pada ibadah kepada Allah.

Syekh Ali Jaber juga mengingatkan bahwa mendengarkan berita buruk atau fitnah bukan hanya merugikan orang yang difitnah, tetapi juga bisa membawa dampak negatif bagi pendengar.

Menurutnya, ketika kita mendengarkan fitnah, tanpa sadar kita turut berpartisipasi dalam menyebarkan keburukan tersebut. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya menolak berita semacam itu dengan tegas.

Selain itu, ia juga menyebutkan bahwa seseorang yang membawa berita buruk sering kali berdalih bahwa mereka hanya ingin memberikan peringatan agar kita berhati-hati.

Namun, Syekh Ali menegaskan bahwa kehati-hatian yang sebenarnya adalah dengan mendekatkan diri kepada Allah, bukan dengan mengurusi keburukan orang lain.

Ia mengajak para pendengar untuk selalu berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi.

"Saya berhati-hati sama Allah supaya jangan ka siksa Allah," tuturnya. Ini adalah pengingat bahwa siksa Allah jauh lebih berat daripada dampak dari berita buruk yang mungkin kita dengar dari orang lain.

Dengan tegas, Syekh Ali Jaber mengajak umat Islam untuk menjaga lisannya dan tidak ikut terlibat dalam pembicaraan yang mengandung fitnah.

Menurutnya, jika kita mampu menjaga diri dari mendengar dan menyebarkan berita buruk, maka kita telah melindungi diri dari dosa yang bisa mendatangkan siksa Allah.

Syekh Ali Jaber juga menyarankan agar umat Islam lebih fokus pada perbaikan diri dan ibadah, daripada sibuk membicarakan keburukan orang lain. Dengan demikian, hati kita akan terjaga dari hal-hal negatif yang dapat merusak keimanan dan kedekatan kita dengan Allah.

Ceramah ini menjadi pengingat penting bahwa dalam kehidupan sehari-hari, seorang mukmin harus bijaksana dalam menerima informasi.

Sikap selektif dan menolak berita buruk adalah langkah yang diperlukan untuk menjaga hati tetap bersih, serta memperkuat hubungan dengan Allah.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya