Bos MIND ID Penuhi Janji ke Jokowi, Mulai Produksi di Smelter Bauksit Mempawah

Pengoperasian proyek SGAR fase 1 ini merupakan pencapaian penting dalam sejarah industri mineral logam Indonesia.

oleh Arief Rahman Hakim diperbarui 24 Sep 2024, 19:27 WIB
Direktur Utama MIND ID, Hendri Prio Santoso saat peresmian SGAR di Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa (23/9/2024). (Foto: Liputan6.com/Arief RH)

Liputan6.com, Jakarta - Holding BUMN Industri Pertambangan, PT Mineral Industri Indonesia atau MIND ID resmi memulai operasional Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) fase 1 di Mempawah, Kalimantan Barat. Ini disebut-sebut jadi pemenuhan janji MIND ID kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Hal itu diungkap oleh Direktur Utama MIND ID, Hendri Prio Santoso. Dia bilang, ini jadi tindak lanjut yang proyeknya sudah ditunjau langsung oleh Jokowi pada Maret 2024.

"Kita dapat berkumpul di Kabupaten Mempawah menghadiri dan menyaksikan peresmian injeksi bauksit pertama proyek SGAR yang sekaligus juga merupakan pemenuhan janji kami kepada bapak Presiden pada Maret yang lalu dan juga telah waktu itu melakukan peninjauan langsung kepada kami," kata Hendi dalam peresmian SGAR di Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa (23/9/2024).

Dia menuturkan, pengoperasian proyek SGAR fase 1 ini merupakan pencapaian penting dalam sejarah industri mineral logam Indonesia. Termasuk membuka integrasi dari hulu ke hilir.

"Kita di MIND ID Group sudah dengan peresmian hari ini bisa melakukan integrasi hulu ke hilir lengkap dari bauksit menjadi alumina dan aluminium sehingga kita siap menyumbangkan produk ini bagi sumbangsih untuk pengembangan ekonomi nasional," katanya.

Pada SGAR Fase 1 ini kapasitas produksinya mencapai 1 juta ton per tahun. Ini jadi salah satu upaya melakukan hilirisasi bauksit yang didorong Jokowi, termasuk mencoba untuk menghemat devisa Indonesia.

"Kita ingin tingkatkan kapasitas aluminiumnya mencapai 900 ribu ton sehingga diperlukan  bahan baku tambahan, makanya kita siap menambah 1 juta ton lagi," ucapnya.


Butuh Bahan Baku 3,3 Juta Ton per Tahun

Direktur Utama MIND ID, Hendri Prio Santoso saat peresmian SGAR di Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa (23/9/2024). (Foto: Liputan6.com/Arief RH)

Untuk memproses sekitar 1 juta ton alumina, Hendi bilang SGAR Fase 1 itu membutuhkan bahan baku bauksit sebanyak 3,3 juta ton per tahun. Proyek ini memakan biaya investasi hingga Rp 16 triliun.

"Apa yang akan kita resmikan saat ini, kapasitasnya 1 jt ton membutuhkan bahan baku 3,3 juta ton per tahun," katanya.

Hendi menyampaikan SGAR memiliki dampak positif yang berkelanjutan bagi ekonomi sekaligus sosial lingkungan di daerah operasional. Momentum dari pembangunan infrastruktur pabrik dan operasional mampu menyerap tenaga kerja serta menggerakkan ekonomi sektor terkait. 

Operasional pertambangan dan industri juga dijalankan dengan prinsip berkelanjutan sehingga dampak sosial dan lingkungan dapat dimitigasi dan dikurangi.

Bisa Setop Impor 672 Ribu Ton Aluminium Per Tahun

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap Indonesia bisa lepas dari impor aluminium. Tercatat, sekitar 56 persen dari 1,2 juta ton kebutuhan aluminium nasional dipasok dari luar negeri.

Dia mengatakan, Indonesia memiliki bahan baku untuk membuat aluminium, tetapi sebagian besar aluminium justru impor.

"Kita tahu kebutuhan aluminium di dalam negeri sendiri 1,2 juta ton. 56 persennya kita impor. Kita punya bahan bakunya kita punya raw material-nya tapi 56 persen aluminium kita impor," kata Jokowi saat meresmikan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat, Selasa, 24 September 2024.

 


Titik Produksi Baru

Bauksit. Foto: AFP

Dia menuturkan, injeksi perdana bauksit ke SGAR milik PT Borneo Alumina Indonesia ini bisa menjadi titik produksi baru aluminium untuk kebutuhan nasional. Pada akhirnya, impor aluminium bisa disetop total.

Jika dihitung, 56 persen dari total kebutuhan aluminium nasional tercatat sebesar 672 ribu ton per tahun.

"Oleh sebab itu, setelah ini selesai berproduksi, impor yang 56 persen ini bisa kita setop, enggak impor lagi, kita produksi sendiri di dalam negeri," ujar dia.

Tak berhenti di situ, Indonesia juga dinilai tidak akqn kehilangan devisa negara. Dia mencatat, Indonesia kehilangan devisa hingga Rp 50 triliun dari impor aluminium.

"Kita tidak kehilangan devisa karena dari sini kita harus keluar devisa kira-kira USD 3,5 bilion setiap tahun. angka yang besar sekali. Rp 50 triliun lebih devisa hilang gara-gara kita impor aluminium," ucapnya.

Belajar dari Nikel

Pada kesempatan itu, Jokowi mengulas manfaat dari hilirisasi bahan tambang mentah di Indonesia. Salah satunya dari nikel yang berhasil meningkatkan nilai dari segi ekspornya.

"Stop mengekspor bahan-bahan mentah, olah sendiri karena nilai tambahnya akan diperoleh masyarakat, negara dan itu kelihatan sekali lompatan tambahan itu kelihatan sekali angka-angkanya," tuturnya.

Dia mencontohkan pada komoditas nikel yang nilai ekspornya sebelum 2020 mencapai USD 1,4-2 miliar atau sekitar Rp 20 triliun per tahun. Angka ini meningkat drastis setelah pemerintah menyetop ekspor nikel mentah ke luar negeri.

"Begitu kita setop, tahun kemarin USD 34,8 biliion, artinya hampir Rp 600 triliun nilai tambah menjadi kita miliki sendiri," tegas Kepala Negara.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya