Liputan6.com, Jakarta Seniman disabilitas masih menghadapi stigma negatif di masyarakat. Ada yang menganggap mereka tidak mampu berkarya sebagaimana non disabilitas.
Padahal potensi seniman termasuk penari disabilitas di Indonesia perlu diperhitungkan. Untuk mengetahui potensi penari disabilitas, komunitas Nalitari, We Are Epic dan Ballet.ID melakukan pemetaan penari disabilitas di Indonesia.
Advertisement
Perwakilan Nalitari, Putri Raharjo menyampaikan, pada 2023, We Are Epic didanai oleh British Council untuk menemukan penari disabilitas di empat pulau besar di Indonesia. Yakni di Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.
Dalam penelitian berjudul Discovering Disabled Dance Talent Across Indonesia pihak Putri menemukan ada 137 penari disabilitas di Indonesia dengan rincian:
- Jawa: 92 penari
- Sumatera: 25 penari
- Sulawesi: 17 penari
- Kalimantan: 3 penari.
“Meski tidak termasuk dalam kategori penari, kami juga menemukan 32 orang disabilitas dan organisasi profesional lain dengan latar belakang seni,” jelas Putri dalam talkshow bertajuk Seni Disabilitas di Indonesia: Praktik & Tantangan bersama British Council di Dia.lo.gue, Jakarta Selatan, Kamis 19 September 2024.
Dia menambahkan, 137 penari difabel tersebar di 25 lokasi utama yang berbeda di seluruh kepulauan. Mayoritas penari dan organisasi berlokasi di dekat kota besar dan 96 persen individu terkait dengan organisasi atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).
Ragam Disabilitas Penari Indonesia
Penelitian itu juga mengungkap bahwa 137 penari termasuk dalam kelompok usia antara 6 hingga 44 tahun dengan rata-rata usia 19 tahun.
Semua peserta mengidentifikasi diri mereka sebagai penyandang disabilitas dengan rincian sebagai berikut:
- Neurodivergent: 3,6 persen
- Visual impairment: 4,4 persen
- Learning disabled 6,6 persen
- Hearing impaired: 35,0 persen
- Down syndrome: 38,0 persen
- Disabilitas fisik: 12,4 persen.
“Lebih dari 75 persen (111) penari mengatakan mereka menari sebagai hobi dan sebagai bagian dari kegiatan budaya, pendidikan atau organisasi.”
“Kurang dari 25 persen (26) penari mengatakan mereka dibayar sebagai penari profesional,” jelas Putri.
Advertisement
Tantangan Penari Disabilitas Indonesia
Dari penelitian itu, ditemukan berbagai tantangan yang dihadapi oleh para penari disabilitas, yakni:
- Masyarakat di Indonesia masih memandang disabilitas sebagai orang yang tidak mampu dan seperti orang luar.
- Para penari disabilitas merasa sendiri dalam berkarya tanpa teman atau dukungan untuk mereka.
- Penari merasa terisolasi dan ditolak oleh masyarakat umum dan panggung tari.
- Penari merasa tidak diterima di sekolah tari, komunitas tari, dan bahkan di acara teman dan keluarga mereka sendiri.
- Tidak ada kesempatan untuk belajar dengan seniman atau penampil lain.
- Saat ini tidak ada jaringan, acara, badan atau kelompok di Indonesia yang mempertemukan penari baik secara individu maupun organisasi secara bersama-sama.
Apa Saja Tindakan yang Bisa Mendukung Penari Disabilitas?
Putri pun memaparkan beberapa tindakan yang bisa mendukung para penari disabilitas, yakni:
- Pembentukan kelompok formal untuk mengawasi jaringan formal yang terus menghubungkan, menginspirasi, dan mengembangkan keterampilan penari disabilitas Indonesia.
- Jaringan ini harus mengadakan pertemuan/acara/festival rutin dan berbagi peluang untuk menginspirasi kolaborasi berkelanjutan.
- Jaringan dapat menggunakan teknologi yang dikombinasikan dengan acara tatap muka untuk menjangkau semua orang dan menjaga hubungan dan konektivitas.
- Jaringan tidak hanya berfokus pada tari tetapi juga pengembangan keterampilan lain yang terkait dengan sektor kreatif, pemasaran, desain, akuntansi, untuk mengembangkan keterampilan penari yang lebih luas dan posisi ekonomi mereka.
- Pendanaan untuk mengembangkan jaringan ini perlu dimulai. Mengeksplorasi ekonomi kreatif yang dapat dikembangkan jaringan untuk mendukung pekerjaan dan biaya jaringan yang sedang berlangsung (misalnya model An Epic Arts Cafe' Kamboja).
- Terus membangun basis data dan jaringan individu dan organisasi di Indonesia.
Advertisement