BPJS Kesehatan Klarifikasi Dugaan Potensi Kerugian Capai Rp20 T Akibat Fraud

Komisi IX DPR RI dan BPJS Kesehatan merespons dugaan potensi kerugian bidang kesehatan capai sekitar Rp20 T akibat fraud.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 27 Sep 2024, 10:32 WIB
KPK Sebut Kerugian Bidang Kesehatan Akibat Fraud Capai Rp20 T, Komisi IX DPR RI Angkat Bicara. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

 

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto meminta dilakukannya langkah preventif dan sanksi yang ketat jika terbukti ada fraud yang terjadi lagi pada layanan BPJS Kesehatan.

Pernyataan Edy tersebut merespons informasi dugaan kerugian karena fraud pada layanan BPJS Kesehatan yang mencapai 10 persen yang diungkap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata. Nilai kerugian tersebut, jika dikonversi dalam nilai nominal mencapai sekitar Rp20 triliun. 

Sebelumnya, KPK juga telah mengungkap temuan fraud senilai Rp35 miliar dari klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tiga rumah sakit. 

Menurut Edy, potensi penipuan atau fraud terkait layanan kesehatan juga terjadi di negara lain sehingga temuan KPK tersebut harus jadi perhatian. 

“Tidak sedikit bukti dari berbagai negara soal adanya potensi fraud yang ini harus jadi perhatian banyak pihak,” kata Edy.

Dia mencontohkan, data dari FBI di AS yang menunjukkan bahwa potensi kerugian yang mungkin ditimbulkan akibat fraud layanan kesehatan adalah sebesar 3 sampai 10 persen dari dana yang dikelola. Data lain yang bersumber dari penelitian University of Portsmouth menunjukkan bahwa potensi fraud di Inggris adalah sebesar 3 sampai 8 persen dari dana yang dikelola.

“Fraud dalam bidang kesehatan terbukti berpotensi menimbulkan kerugian finansial negara dalam jumlah yang tidak sedikit,” kata Edy dalam keterangan pers, Rabu (25/9/2024).

Politisi PDI Perjuangan ini mencontohkan pontesi kerugian akibat fraud di dunia adalah sebesar 7,29 persen dari dana kesehatan yang dikelola tiap tahunnya. Selain itu, fraud juga menimbulkan kerugian sebesar USD 0,5 (sekitar Rp7,5 M) sampai 1 juta (sekitar Rp15 M) di Afrika Selatan berdasar data dari Simanga Msane dan Qhubeka Forensic dan Qhubeka Forensic Services yang diterbitkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2011.

 

 

*Artikel ini telah mengalami revisi judul dan isi pada Jumat, 27 September 2024 pukul 10.30 WB. 


Sanksi bagi Pelaku Fraud

Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Edy Wuryanto. Foto: Staf Edy Wuryanto.

Di Indonesia, lanjut Edy, sudah diatur sanksi bagi mereka yang melakukan kecurangan. Ini tertuang pada Perpres no. 82 Tahun 2018 yang menyebut sanksi bisa berupa administratif hingga mengakhiri kerja sama dengan faskes tersebut.

“Dalam Pasal 93 ayat (4) Perpres 82 tahun 2018 memungkinkan untuk melaporkan fraud tersebut sebagai tindak pidana, tapi hingga saat ini BPJS Kesehatan tidak pernah melaporkan tindakan fraud sebagai tindak pidana,” kata legislator dari Dapil Jawa Tengah III ini.

Sanksi Administrasi Bisa Diikuti Sanksi Tambahan

Pada Permenkes No. 16 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Fraud, sanksi administrasi dapat diikuti dengan sanksi tambahan berupa denda yang diberikan kepada pihak yang dirugikan.

Sanksi tidak hanya pada lembaga saja. Pada Pasal 6 ayat (5) Permenkes 16 Tahun 2019 menyatakan jika ada kecurangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, penyelenggara pelayanan kesehatan, dan penyedia obat dan alat kesehatan maka mereka dapat sanksi administratif dan dapat diikuti dengan pencabutan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Perlu diketahui sanksi administratif ini tidak menghapus sanksi pidana,” jelas Edy.

“Sudah jelas aturannya bahwa fraud ini bisa ditindak. Maka ketika ada indikasi fraud, silakan untuk investigasi dan jika ada fakta fraud maka bisa diberikan sanksi sesuai aturan,” tambahnya.


BPJS Kesehatan Perlu Komunikasi dengan Pasien untuk Cegah Fraud

Edy juga meminta langkah preventif agar tidak terjadi fraud. Dia menyarankan kepada BPJS Kesehatan agar melakukan komunikasi dengan pasien sehingga informasi dari pasien dapat mencegah fraud.

“Dengan membangun komunikasi dengan pasien maka phantom billing akan sulit terjadi,” ujarnya.

Selain itu BPJS Kesehatan juga bisa meningkatkan kualitas verifikator sehingga dapat mengantisipasi fraud pada saat RS mengajukan klaim.


Klarifikasi BPJS Kesehatan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam kesempatan berbeda membantah mengenai potensi kerugian Rp20 triliun akibat fraud.

Deputi Bidang Komunikasi Organisasi BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengatakan, konteks yang dimaksud dengan adanya potensi kecurangan mencapai Rp20 triliun tidak seluruhnya merujuk pada Program JKN. melainkan pada bidang layanan kesehatan.

"Konteks yang dimaksud dengan adanya potensi kecurangan mencapai Rp20 Triliun merupkan potensi kecurangan di bidang layanan kesehatan, sehingga tidak seluruhnya merujuk pada Program JKN," ungkap Irfan melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com.

Irfan menegaskan pihaknya berkomitmen menerapkan sistem pencegahan, pendeteksian, dan penanganan fraud.

"Perlu kami tegaskan bahwa BPJS Kesehatan berkomitmen menerapkan sistem pencegahan, pendeteksian dan penanganan fraud oleh Tim Pencegahan Kecurangan JKN," ujarnya.

Di dalam tim tersebut, ada sejmlah organisas terkaiti, termasuk KPK.

Menurutnya, BPJS maupun fasilitas kesehatan (rumah sakit) telah menjalankan tugas dan fungsi dalam penyelenggaraan program JKN secara optimal.

"BPJS Kesehatan maupun fasilitas (rumah sakit) sudah bekerja keras dalam menjalankan tugas dan fungsinya memberikan pelayanan kesehatan seoptimal mungkin kepada peserta Program JKN. Namun demikian masih diperlukan keterlibatan semua pihak untuk mengawal sistem anti-fraud yang dibangun dalam rangka mengawal implementasi Program JKN maupun pembiayaan di bidang kesehatan," imbuhnya.

Banyak Aduan Peserta BPJS Kesehatan di RS?(Abdillah/Liputan6.com)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya