Kejari Depok Tegaskan Restoratif Justice Tidak Berlaku untuk Kasus Asusila Terhadap Anak

Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok, M. Arief Ubaidillah, menyatakan bahwa penghentian penuntutan dengan RJ dilakukan secara ketat sesuai dengan pedoman Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

oleh Dicky Agung Prihanto diperbarui 25 Sep 2024, 15:16 WIB
Kasi Intelijen (Kejari) Depok, M. Arief Ubaidillah, saat ditemui di ruang kerjanya, Kejari Depok. (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok memberikan penjelasan terkait penanganan hukum mengenai Restoratif Justice (RJ). Namun, penanganan kasus asusila tidak dapat digunakan dalam penanganan hukum melalui RJ.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Depok, M. Arief Ubaidillah, menyatakan bahwa penghentian penuntutan dengan RJ dilakukan secara ketat sesuai dengan pedoman Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum.

Kasus-kasus yang bisa diselesaikan melalui RJ antara lain pencurian sesuai Pasal 362 KUHP, penganiayaan berdasarkan Pasal 351 KUHP, serta pengrusakan yang diatur dalam Pasal 406 KUHP.

“Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif harus melalui mekanisme yang sangat hati-hati dan terukur, karena tujuannya adalah untuk menjaga kebijakan ini agar tetap relevan dengan prinsip keadilan dan kepentingan masyarakat,” ungkap Arief kepada Liputan6.com, Rabu (25/9/2024).

Arief menjelaskan, penanganan tindak pidana perlindungan anak, berdasarkan data Kejari Depok hingga September 2024, terdapat 54 Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang diterima Kejaksaan Negeri Depok. Dari jumlah tersebut, 34 berkas perkara telah diterima oleh Kejaksaan.

“Sebanyak 28 berkas yang dinyatakan lengkap atau P-21 dan siap untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan pada tahun 2024,” jelas Arief.

Saat disinggung kasus anak terkait asusila dapat dilakukan RJ atau tidak, Arief menegaskan penerapan keadilan RJ, pada kasus asusila terhadap anak tidak dapat dilakukan. Menurutnya kasus asusila anak tidak memenuhi syarat untuk penghentian tuntutan melalui RJ.

“Tidak ada restorative justice untuk kasus tindak pidana asusila terhadap anak. Tidak memenuhi syarat untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif,” tegas Arief.


Aturan Restoratif Justice

Gedung Kejari Depok yang berada di kawasan perkantoran pelayanan publik Pemerintahan, GDC, Depok. (Liputan6.com/Dicky Agung Prihanto)

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan RJ hanya diterapkan pada kasus tertentu yang memenuhi syarat. Hal itu sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020.

“Kasus tindak pidana asusila terhadap anak adalah tindak pidana berat yang harus dituntut dengan tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Perlindungan terhadap anak sebagai aset penerus bangsa merupakan prioritas utama kami," ucap Arief.

Kejari Depok telah menuntut beberapa kasus tindak pidana asusila terhadap anak dengan hukuman maksimal. Beberapa kasus melibatkan tokoh masyarakat maupun tokoh agama yang justru seharusnya menjadi panutan.

“Pelaku dari kalangan tokoh masyarakat atau tokoh agama yang terbukti melakukan tindak pidana asusila terhadap anak, telah kami tuntut dengan hukuman maksimal. Ini adalah bukti nyata bahwa negara hadir untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan, terutama asusila,” ungkap Arief.

 


Kerja Sama dengan Pihak Terkait

Kejari Depok berupaya penegakan hukum yang tegas sebagai wujud nyata dari perlindungan negara terhadap anak. Kejari Depok terus bekerja sama dengan pihak terkait untuk memastikan setiap pelaku kejahatan terhadap anak.

“Terutama yang berkaitan dengan kekerasan seksual, mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai peraturan perundang-undangan,” pungkas Arief.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya