Tarif Cukai 2025 Tak Naik, Intip Gerak Saham GGRM hingga WIIM

Berikut gerak saham emiten rokok di tengah sentimen tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2025.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 25 Sep 2024, 15:37 WIB
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana untuk tidak ada kenaikan terhadap tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2025. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana untuk tidak ada kenaikan terhadap tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2025.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani mengatakan,tarif cukai hasil tembakau (CHT) di 2025 tidak berubah. Kendati begitu, pemerintah kemungkinan akan menyesuaikan harga jual eceran (HJE) produk tembakau tahun depan.

Dalam menyusun kebijakan cukai 2025, pemerintah salah satunya mempertimbangkan fenomena downtrading, di mana konsumen beralih ke rokok yang lebih murah, yang telah berdampak pada penerimaan cukai tahun ini.

Tim riset Stockbit Sekuritas menilai, keputusan untuk mempertahankan tarif CHT pada 2025 merupakan perkembangan positif bagi perusahaan rokok seperti PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), PT Gudang Garam Tbk (GGRM), dan  PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM).

Hal itu terutama mengingat tantangan yang terus berlanjut dari downtrading dan penurunan margin akibat kenaikan cukai yang konsisten selama beberapa tahun terakhir. Pada 2023 dan 2024, rata-rata kenaikan cukai rokok ada di 10% per tahun.

"Dengan tidak adanya tekanan tambahan dari kenaikan cukai, perusahaan rokok akan mengalami peningkatan profitabilitas dan pendapatan" mengutip riset Stockbit Sekuritas, Rabu (25/9/2024).

Namun, Tim Riset Stockbit Sekuritas memperkirakan tren downtrading akan tetap ada meskipun tidak ada kenaikan cukai, karena kenaikan HJE akan tetap ada.

Selisih HJE saat ini antara rokok SKM tier 1 dan tier 2 mencapai 64%, yang cukup besar, sehingga membuat produk yang lebih murah lebih menarik bagi konsumen. Kecuali penyesuaian HJE mempersempit kesenjangan ini, downtrading kemungkinan akan tetap berlangsung.

 

 


Gerak Saham

Pekerja melintas di depan layar Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di BEI, Jakarta, Senin (3/1/2022). Pada pembukan perdagagangan bursa saham 2022 Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) langsung menguat 7,0 poin atau 0,11% di level Rp6.588,57. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Perlu dicatat bahwa secara peraturan, produsen rokok harus menjaga harga pasar setidaknya 85% dari HJE yang diatur," ulas riset Stockbit Sekuritas.

Sempat menguat usai pemerintah umumkan tak ada kenaikan CHT pada 2025, saham HMSP, GGRM, dan WIIM kompak ambruk pada perdagangan hari ini, Rabu 25 September 2024.

Melansir data RTI, HMSP turun 1,94 persen ke posisi 760 sekitar pukul 15.10 WIB. Dalam sepekan, HMSP naik 2,03 persen, namun masih terkoreksi 15,64 persen ytd. Pada waktu bersamaan, GGRM turun 2,87 persen ke posisi 16.075. Dalam sepekan, GGRM naik 0,47 persen dan masih tertekan 20,91 persen ytd. Sementara WIIM turun 0,97 persen ke posisi 1.025. Dalam sepekan, WIIM naik 4,07 persen namun masih terkoreksi 42,25 persen ytd. 


Aturan Kemasan Rokok Polos Bisa Berujung PHK, Kemnaker Buka Suara

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sebelumnya, kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK), yang merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 menuai banyak protes. Aturan ini dikhawatirkan bakal mengancam industri hasil tembakau, termasuk para tenaga kerja yang menggantungkan mata pencaharian pada industri ini.

Koordinator Bidang Pemasyarakatan Perselisihan Hubungan Industrial Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Nikodemus, menyoroti dampak dari aturan rokok yang restriktif. Ia khawatir aturan-aturan tersebut dapat mengganggu hubungan para buruh dengan industri.

"Tentu ini jadi problem, ruang lingkup kami yaitu mempertahankan status hubungan kerja. Dari sisi ini, kami mem-backup dan mempertahankan hak-hak pekerja dan buruh. Kami ingin pekerja tidak jadi korban aturan yang tidak seimbang," tegasnya dalam keterangan tertulis, Rabu (25/9/2024).

Dalam pandangan Niko, aturan kemasan rokok polos tanpa merek di RPMK serta zonasi larangan penjualan dan iklan produk tembakau dalam PP 28/2024, berpotensi terhadap pengurangan tenaga kerja secara luas. Sekaligus mematikan keberlangsungan mata pencaharian jutaan jiwa.

Minimnya pelibatan dalam penyusunan regulasi juga menjadi hal yang digarisbawahi. Sebab hal ini menimbulkan gejolak yang luas dari para pekerja.

 

 


Pemutusan Hubungan Kerja

Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

"Kami turut khawatir adanya potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat dari aturan-aturan tersebut yang seharusnya ini menjadi jalan terakhir setelah melalui berbagai tahapan. Jadi kami tidak bisa melarang atau juga mendukung jika kawan-kawan turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi. Kami apresiasi perjuangan kawan-kawan untuk mempertahankan harkat dan martabat," kata Niko.

Di sisi lain, Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI), Sudarto AS, turut mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap perumusan PP 28/2024 maupun RPMK. Imbas minimnya keterlibatan kalangan pekerja dalam pembuatan regulasi tersebut.

"Kami merasa hak kami sebagai pekerja tidak terlindungi dengan baik dan terus-menerus mengajukan protes. Padahal, seharusnya pemerintah melindungi industri hasil tembakau yang telah menjadi sawah ladang tenaga kerja dan sumber mata pencaharian kami selama ini. Tapi yang terjadi justru sebaliknya," keluhnya.

 


Isu dan Polemik

Bea Cukai membongkar sindikat penjualan jutaan batang rokok dan ratusan liter minuman mengandung etil alkohol (MMEA) ilegal di Malang dan Bogor dalam gelar patroli yang dilakukan pada 5 hingga 6 Maret 2024. (Istimewa)

Sudarto menilai, beragam isu dan polemik yang muncul dalam PP 28 dan RPMK Kemasan Polos Tanpa Merk menunjukan bahwa pemerintah lalai memperkirakan dampak ekonomi aturan tersebut terhadap pekerja dan industri. Imbasnya, akan banyak buruh yang dikorbankan apabila kebijakan ini diimplementasikan ke depan.

Ia menegaskan pentingnya memperhitungkan dampak kebijakan terhadap tenaga kerja dan sektor terkait dalam setiap regulasi baru. Sudarto juga berharap Kementerian Kesehatan mampu berkoordinasi dan berkonsolidasi lebih baik dengan kementerian terkait lainnya, serta tidak mengedepankan ego sektoral demi hadirnya kebijakan yang seimbang,

"Kami berharap pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya dapat memberikan perhatian yang lebih besar terhadap dampak sosial dan ekonomi dari regulasi ini. Kami meminta Kemenkes menghapus aturan kemasan rokok polos tanpa merek dari Rancangan Permenkes dan meninjau ulang PP 28/2024 soal tembakau," tuturnya.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya