WHO: Peningkatan Penggunaan Medsos Punya Efek Buruk di Kalangan Remaja Eropa

WHO memperingatkan adanya efek buruk dari penggunaan media sosial. Salah satunya kemunculan gejala kecanduan yang membuat seseorang tak mampu mengontrol penggunaan medsos.

oleh Tim Global diperbarui 27 Sep 2024, 10:01 WIB
Ilustrasi bermain media sosial/copyright unsplash.com/Jason Goodman

Liputan6.com, Brussels - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan pada Rabu (25/9/2024) bahwa telah terjadi peningkatan tajam dalam penggunan media sosial yang dinilai punya efek problematik di kalangan remaja di Eropa.

Dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (26/9) kondisi tersebut dinilai berbahaya bagi kesehatan mental mereka.

WHO untuk wilayah Eropa memperingatkan bahwa satu dari 10 remaja "mempunyai risiko bermain game secara problematik."

Istilah problematik dipakai untuk menggambarkan situasi di mana anak-anak muda "mengalami gejala adiksi," ungkap WHO Eropa.

"Jelas bahwa kita memerlukan tindakan langsung dan berkelanjutan untuk membantu para remaja keluar dari kondisi penggunaan media sosial yang berpotensi merusak, yang terbukti dapat berujung pada depresi, penindasan, kecemasan, dan performa akademik yang buruk," ungkap direktur WHO Eropa, Hans Kluge.

Gejala kecanduan yang dimaksud mencakup ketidakmampuan untuk mengontrol penggunaan medial sosial, mengabaikan aktivitas lain demi menggunakan media sosial, atau melihat konsekuensi negatif dalam kehidupan sehari-hari sebagai akibat dari penggunaan yang berlebihan.

WHO Eropa terdiri dari 53 negara dan mencakup wilayah Asia Tengah.

Pada 2022, 11 persen dari remaja (13 persen remaja perempuan dan sembilan persen remaja laki-laki) menunjukkan tanda-tanda penggunaan media sosial yang problematik, dibandingkan dengan tujuh persen yang tercatat empat tahun sebelumnya, ungkap WHO.

Laporan tersebut mengambil data dari 280.000 remaja yang berusia 11, 13, dan 15 dari 44 negara di Eropa, Asia Tengah, dan Kanada.

Fenomena itu banyak ditemukan di kalangan remaja perempuan asal Rumania yang berusia 13 dan 15, di mana 28 persen di antaranya terdampak, dan paling sedikit ditemukan pada remaja laki-laki Belanda, dengan hanya tiga persen saja yang menunjukkan gejala seperti yang disebutkan.


Data WHO: Remaja Berpotensi Kecanduan Game Online

Ilustrasi anak bermain game. (Sumber foto: Pexels.com).

Sepertiga remaja bermain game online setiap harinya, dan 22 persen dari mereka bermain setidaknya selama empat jam, menurut data WHO.

Sebanyak 12 persen dari seluruh responden yang disurvei berisiko terjerat judi. Kelompok yang paling banyak terdampak adalah remaja laki-laki yang jumlahnya mencapai 16 persen dibandingkan tujuh persen remaja perempuan.

"Penting bagi kita mengambil langkah untuk melindungi anak muda agar dapat menavigasi lanskap digital secara aman dan membekali mereka [dengan pengetahuan yang cukup] agar dapat membuat pilihan yang baik mengenai aktivitas daringnya,"ujar Natasha Azzopardi-Muscat, Direktur untuk bidang Sistem dan Kebijakan Kesehatan Negara di WHO Eropa.

Pada saat yang bersamaan, badan PBB tersebut juga menekankan bahwa media sosial juga memiliki keuntungan.

Di antara para remaja, sebanyak 36 persen -- dan 44 persen remaja perempuan berusia 15 tahun -- melaporkan mereka terus terkoneksi secara daring dengan teman-temannya.

Anak muda "harus menguasai media sosial, dan bukan media sosial yang menguasai mereka." ujar Azzopardi-Muscat.

Infografis dampak bermain video game berlebihan (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya