PPN Naik Jadi 12% pada 2025? Wamenkeu: Beri Presiden Terpilih Prabowo Waktu

Wamenkeu II, Thomas Djiwandono menuturkan, publik perlu memberikan kesempatan kepada Prabowo untuk meninjau dan memproses terlebih dahulu terkait arah kebijakan ke depan.

oleh Natasha Khairunisa Amani diperbarui 25 Sep 2024, 20:46 WIB
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) II, Thomas Djiwandono menegaskan tarif baru Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan diputuskan setelah pemerintah Presiden Terpilih Prabowo Subianto dibentuk.(Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) II, Thomas Djiwandono menegaskan tarif baru Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan diputuskan setelah pemerintah Presiden Terpilih Prabowo Subianto dibentuk.

Thomas mengatakan, publik perlu memberikan kesempatan kepada Prabowo untuk meninjau dan memproses terlebih dahulu terkait arah kebijakan ke depan di pemerintahannya nanti. "Berilah Pak Prabowo (waktu) menjadi presiden dulu. (PPN) Ini hal-hal yang berkaitan dengan keputusan dari seorang Presiden Prabowo dan kabinetnya," ujar Thomas di Anyer, Banten pada Rabu (25/9/2024).

Thomas pun memastikan Presiden Terpilih Prabowo Subianto sudah mengetahui adanya kemungkinan tarif PPN akan naik tahun depan.

"Yang penting Bapak Presiden Terpilih (Prabowo Subianto) sudah terinformasi mengenai hal tersebut dan pastilah nanti akan ada penjelasan lebih lanjut kalau sudah ada kabinetnya," jelas Thomas.

Prabowo Belum Tentu Naikkan PPN 12% Tahun Depan, Ini Syaratnya

Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah memproyeksikan, putusan kenaikan tarif PPN (pajak pertambahan nilai) menjadi 12% akan ditentukan oleh pemerintahan Prabowo Subianto pada kuartal I 2025.

"Menurut perkiraan saya, alangkah baiknya alangkah eloknya naik dan tidak naiknya itu dibahas nanti di kuartal I 2025 yang akan datang," ujar Said Abdullah di Kompleks DPR RI, Jakarta, Kamis, 19 September 2024.

Said menjelaskan, asumsi tarif PPN 12% tahun depan tersebut masuk dalam target penerimaan pajak 2025 sebesar Rp 2.490,9 triliun.

"Asumsinya bukan pakai 11 atau 12%, bahwa ada best effort yang harus dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini penerimaan perpajakan yang Rp 2.490 triliun. Kemudian dari cukai, bea masuk dan bea keluar sekitar Rp 300 (triliun) something," bebernya

 

 


Menyesuaikan Daya Beli Masyarakat

Ilustrasi wajib pajak di kantor pajak. (Istimewa)

Menurut dia, kebijakan tarif PPN nantinya bakal menyesuaikan dengan tingkat daya beli masyarakat. Sehingga jika memang harus dinaikan, itu tidak sampai mengganggu perekonomian.

"Kita lihat ke depan, apakah PPN ini ke 11 atau 12 (persen) karena apa, kan tidak serta merta walaupun UU HPP itu berlaku di tahun 2025. Tapi mari kita hitung juga kemampuan daya beli masyarakat tahun depan seperti apa," ungkapnya.

"Kemudian pada saat yang sama dampaknya terhadap pendapatan tenaga kerja kita, itu harus dihitung semua," kata Said Abdullah.


PPN Bakal Naik 12 %, Mimpi Buruk bagi Rakyat?

Massa melakukan aksi simbolik 'Koin Peduli untuk Ditjen Pajak' di depan Kantor Di depan Kantor Direktorat Jendral Pajak, Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (3/3/2023). Aksi koin peduli ini digelar sebagai wujud kekecewaan karena bobroknya birokrasi lembaga keuangan dan perpajakan saat ini. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Sebelumnya, Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti mengatakan, kebijakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dinaikkan menjadi 12 persen pada 2025 akan mengakibatkan kontraksi terhadap perekonomian Indonesia.

"Kami coba menghitung jika skenario kenaikan tarif itu PPN 12,5 persen, maka yang terjadi adalah ternyata kenaikan tarif ini membuat perekonomian terkontraksi," kata Esther Diskusi Publik online bertajuk “Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat”, Kamis (12/9/2024).

Menurut Esther, kenaikan tarif PPN tersebut diproyeksikan berdampak negatif terhadap ekonomi baik pertumbuhan ekonomi, inflasi, upah riil, ekspor, dan impor, serta konsumsi masyarakat juga akan menurun.

"Artinya upah nominal itu juga akan turun, artinya income riil-nya juga turun, kemudian dari inflasi IHK juga akan terkontraksi menjadi minus, kemudian PDB juga atau pertumbuhan ekonomi juga akan turun, konsumsi masyarakat juga akan turun, ekspor dan impor pun juga akan turun," ujar dia.

 


Pendapatan Masyarakat Bakal Menurun

Adapun berdasarkan perhitungan INDEF, jika skenario kenaikan tarif PPN sebesar 12,5 persen, upah nominal minus 5,86 persen, IHK minus 0,84 persen, pertumbuhan GDP minus 0,11 persen, konsumsi masyarakat anjlok 3,32 persen, ekspor akan minus 0,14 persen, dan impor juga diproyeksikan minus 7,02 persen.

"Nah, ini sekali lagi ini angka skenario jika tarif PPN itu dinaikkan menjadi 12,5 persen. Tetapi pada saat pemerintahan Presiden terpilih Prabowo nanti, Januari 2025 kan tarif PPN rencananya akan dinaikkan 12 persen, jadi kurang lebih ya angkanya akan sekitar ini ya," tutur dia.

Esther menegaskan kembali, jika skenario tarif PPN ini tetap dilaksanakan, pendapatan masyarakat itu akan menurun. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh masyarakat perkotaan melainkan juga masyarakat pedesaan.

"Sehingga ini tidak hanya terjadi pada masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat pedesaan. Nah ini sekali lagi ini hitungan indef 2021 jika skenario kenaikan tarif PPN itu menjadi 12,5 persen," pungkasnya.

Infografis Hacker Bjorka Bobol Data Pajak Jokowi hingga Sri Mulyani. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya