Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan pihaknya belum menetapkan target pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Menurut dia, hal itu masih dalam tahap kajian.
Data Kementerian ESDM mencatat, ada sekitar 13 PLTU yang akan dilakukan pengentian lebih cepat dari masa operasionalnya atau pensiun dini. Soal itu, Bahlil menyebut masih melakukan kajian.
Advertisement
"Lagi dikaji," kata Bahlil, ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu (25/9/2024).
Kendati masih dalam tahap kajian, Bahlil mengatakan belum menetapkan target kapan 13 PLTU itu akan pensiun dini atau disetop. Namun, dia memastikan langkah itu tetap dilakukan.
Belum lamanya dia menjabat sebagai Menteri ESDM jadi alasan kajian yang masih dilakukannya. Memang, Bahlil diangkat jadi Menteri ESDM menggantikan Arifin Tasrif pada 19 Agustus 2024 lalu.
"Belum ada target, tapi kami akan melakukan. Saya baru satu bulan jadi menteri," ucapnya.
Susun Rencana Pensiun Dini PLTU
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempersiapkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM sebagai patokan untuk mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap, atau PLTU batu bara.
Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, Kepmen ESDM itu akan menjadi skenario atau peta jalan (roadmap) untuk mempensiunkan PLTU batu bara.
"Maksudnya syarat-syarat untuk bisa dipensiunkan itu roadmap-nya seperti apa. Kalau sampai di ujung memenuhi, berarti dia harus dipensiunkan. Jadi tata cara identifikasi pemensiunannya ini kita atur di dalam Keputusan Menteri," jelasnya di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.
13 PLTU
Dalam merancang aturan ini, Kementerian ESDM turut meminta pendampingan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun).
"Saat ini saya sedang meminta surat ke Jamdatun untuk pendampingan. Karena ini kita tidak bisa tanpa pendampingan APH (aparat penegak hukum) ya," imbuh Eniya.
Adapun saat ini, Kementerian ESDM mencatat ada sebanyak 13 PLTU yang bisa dilakukan pemensiunan sebelum 2030. "Kalau yang sekarang dibahas itu yang kayak Suralaya, Paiton, Ombilin di Sumatera, itu termasuk di dalam 13 list itu," ungkapnya.
Secara kajian, Eniya menilai PLTU Ombilin di Sumatera Barat termasuk salah satu pembangkit batu bara tercepat yang bisa dimusnahkan.
"Karena di situ tidak ada gangguan masalah sosial penduduknya yang sudah enggak pake terus enggak ada pekerjanya gitu lah. Yang isunya sudah lebih mudah gitu," pungkas Eniya.
Advertisement
Indonesia Diimbau Hati-Hati Pensiunkan PLTU Cirebon-1, Ini Alasannya
Sebelumnya, pengamat energi sekaligus Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mendorong transisi energi dengan cara bertahap untuk memastikan keandalan energi hijau. Seiring hal itu, ia meminta pemerintah tak terburu-buru untuk menyuntik mati PLTU Cirebon-1, Jawa Barat.
"Pemerintah harus hati-hati, jangan terburu-buru untuk memensiunkan atau menyuntik mati PLTU Cirebon-1," kata dia dalam acara Media Briefing Pertamina di Gedung Sarinah, Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Komaidi menuturkan, sikap tergesa-gesa pemerintah untuk melakukan pensiun dini operasional PLTU Cirebon-1 berpotensi menimbulkan malapetaka bagi masyarakat kelas menengah bawah. Antara lain potensi krisis pasokan listrik yang mendorong kenaikan tarif listrik akibat tidak siapnya kapasitas energi hijau pengganti batu bara.
"Karena memang batu bara ini memiliki kapasitas operasional yang tinggi dibandingkan energi hijau seperti angin, matahari yang memiliki keterbatasan. Selain itu, mayoritas listrik di kita masih mengandalkan batu bara," kata dia.
Dia mencontohkan, krisis pasokan listrik yang memicu kenaikan tarif pernah dialami sejumlah negara maju di Eropa yang telah mapan menerapkan energi hijau. Masalah ini disebabkan oleh krisis energi terhentinya pasokan gas akibat perang Ukraina dan Rusia.
"Saat itu, masyarakat di Inggris, Jerman negara Eropa lainnya harus membayar tarif listrik yang tinggi akibat krisis energi karena terhentinya pasokan gas, sedangkan tidak ada pembangkit bersumber dari batu bara," kata dia.
Dia meminta pemerintah untuk menerapkan transisi energi secara bertahap dan memastikan keandalan energi hijau pengganti batu bara. Dengan ini, masyarakat dapat terhindar dari persoalan krisis energi akibat proses transisi yang terlalu cepat.
"Karena mau tidak mau kita masih bergantung pada baru bara, tapi kita juga perlu untuk mendorong transisi energi dengan cara bertahap untuk memastikan keandalan tadi energi bersihnya," ujar dia.
Tantangan Suntik Mati PLTU Cirebon-1
Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati buka suara terkait tantangan untuk melakukan pensiun dini operasional atau suntik mati PLTU Cirebon-1 di akhir tahun ini.
Dia menyebut, tantangan utama untuk menyuntik mati PLTU Cirebon-1 dari potensi pembengkakan biaya atas pemanfaatan energi hijau yang harus ditanggung PT PLN Persero hingga keuangan negara.
Bahkan, pelaku usaha juga ikut terdampak akibat dari kebijakan pensiun dini PLTU Cirebon-1. Menyusul, biaya pergeseran sumber energi dari fosil ke energi yang lebih ramah lingkungan.
"Challengenya kita lihat dari biaya yang muncul akibat dari keputusan itu, konsekuensinya terhadap PLN, terhadap APBN dan private sector," ujar Sri Mulyani kepada awak media usai mengisi acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024 di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jumat, 6 September 2024.
Bendahara negara menambahkan keputusan untuk menyuntik mati PLTU Cirebon-1 juga harus dipastikan tidak melanggar peraturan yang berlaku. Kepastian hukum ini untuk mengantisipasi potensi kerugian negara akibat keputusan yang diambil pemerintah.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com
Advertisement