Wamenkeu Sebut Pemerintah Cari Solusi Atasi Penurunan Kelas Menengah

Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono mengatakan, fenomena kelas menengah yang turun jadi pekerjaan rumah pemerintah.

oleh Tim Bisnis diperbarui 26 Sep 2024, 18:57 WIB
Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono menuturkan, fenomena penurunan kelas menengah kelompok aspiring middle class dalam beberapa tahun terakhir menjadi pekerjaan rumah dan diperlukan solusi untuk mengatasinya.(merdeka.com/Imam Buhori)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) II Thomas Djiwandono menuturkan,  fenomena penurunan kelas menengah ke kelompok aspiring middle class  dalam beberapa tahun terakhir menjadi pekerjaan rumah dan diperlukan solusi untuk mengatasinya.

Adapun istilah kelas aspiring middle class mengacu pada kelompok penduduk yang berada di antara kelas bawah dan menengah atau calon kelompok kelas menengah baru.

Thomas menuturkan, terus mencermati tren fenomena turunnya kelas menengah ini. "Ini memang menjadi suatu hal yang dicermati betul. Saya rasa ini memang menjadi PR pemerintahan pak Prabowo yang utama bagaimana kita mencari solusi jangka panjang untuk kembali ke level pra pandemi tadi," ujar Tommy dalam acara Media Gathering di Kawasan Anyer, Banten, dikutip Kamis  (26/9/2024).

Tommy mengatakan,fenomena kelas menengah turun ini tak lepas dari dampak pandemi Covid-19. Dia menilai fenomena ini terjadi akibat meningkatnya angka PHK yang disebabkan oleh pandemi Covid-19.

"Saya rasa konteksnya dulu kenapa kelas menengah ini turun. Itukan ada kaitannya sama pandemi. Mungkin mbak sendiri punya teman yang tadinya punya  kerjaan di mana tiba-tiba (sudah enggak kerja) atau mungkin masih (kerja), tapi enggak sebaik sebelum pandemi," kata dia.

Tommy meyakini pemerintah Jokowi telah mengambil langkah-langkah tepat untuk mencegah turunnya kelas menengah lebih banyak. Antara lain dengan menyalurkan program bantuan sosial (bansos) bagi kelompok masyarakat terdampak pandemi Covid-19.

"Saya mau garis bawahi bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi oleh kelas menengah ini bukan karena kebijakan yang kurang, tapi harus liat konteks pandemi tadi. Kalau kelas paling rentankan kan memang dibantu oleh perlindungan sosial," ujar dia.

 

 

 


Data BPS

Karyawan perkantoran berjalan kaki bergegas pulang di Kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (30/11/2022). Keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI pada 2023 sebesar 5.6 persen menjadi Rp 4,9 juta . ditolak pengusaha dan buruh. (merdeka.com/Imam Buhori)

Menurut catatan BPS, jumlah kelas menengah terbukti terus mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhir. Pada 2019, kelompok kelas menengah sebesar 57,33 juta orang atau sekitar 21,45 persen dari total jumlah penduduk.

Dia mencontohkan, saat ini Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu tengah berupaya untuk meminimalkan dampak scarring effect akibat pandemi Covid-19. Sehingga, membuka ruang untuk meningkatkan kembali kelas menengah sebagai penopang perekonomian nasional.

"Teman-teman BKF sedang fokus ke arah itu, bagaimana kita bukan hanya menopang, tapi justru memberikan ruang agar kelas menengah tumbuh. Scaring effect dari pandemi ini bagaimana itu kita setop. Tapi memang kelas menengah ini perlu perhatian khusus," ujar dia.

Namun, BPS tidak menampilkan data proporsi kelas menengah di 2020 karena adanya pandemi Covid-19. Pandemi di tahun selanjutnya juga turut membuat jumlah penduduk kelas menengah turun, menjadi 53,83 juta orang atau sekitar 19,82 persen total penduduk.

Penurunan terus terjadi pada tahun-tahun selanjutnya. Seperti di 2022, dengan jumlah populasi kelas menengah sebanyak 49,51 juta orang atau 18,06 persen total penduduk. Kembali berkurang menjadi 48,27 juta orang atau 17,44 persen total penduduk pada 2023.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) per Maret 2024, proporsi kelas menengah tahun ini sebanyak 47,85 juta orang atau sekitar 17,13 persen.

Merujuk perhitungan terakhir, Plt. Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti  mengatakan, kelompok kelas menengah adalah mereka yang punya tingkat pengeluaran di kisaran Rp2.040.262 sampai Rp9.909.844 per kapita per bulan.

 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com


Miris, Warga Kelas Menengah Bertahan Hidup Bermodalkan Tabungan Sejak 2020 Usai Kena PHK

Karyawan perkantoran berjalan kaki bergegas pulang di Kawasan Sudirman, Jakarta, Rabu (30/11/2022). Keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI pada 2023 sebesar 5.6 persen menjadi Rp 4,9 juta . ditolak pengusaha dan buruh. (merdeka.com/Imam Buhori)

Sebelumnya, Kelompok buruh menilai turunnya jumlah kelas menengah imbas dari banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Bahkan, diakui kalau banyak yang menggantungkan hidup pada tabungan yang dimiliki.

Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirah mengatakan, kelompok masyarakat kelas menengah mulai menggunakan tabungan sejak 2020 untuk bertahan.

"Kelas menengah telah hidup dari tabungannya sejak tahun 2020 dan saat ini tabungan mereka telah habis," kata Mirah dalam keterangannya, Jumat (13/9/2024).

Dia mengatakan, berkurangnya jumlah kelas menengah di Indonesia juga terimbas dari PHK yang terjadi. Pada saat yang sama, kelompok tersebut sulit untuk mendapatkan kembali pekerjaan.

"Jumlah kelas menengah semakin berkurang karena PHK massal dan untuk mendapatkan pekerjaan baru tidak mudah," tegasnya.

Sekalipun ada pekerjaan, kata dia, sistem kontrak harian atau outsourcing dari jasa penyalur yang ditemui. Ini dinilai belum bisa memastikan posisi pekerjaan yang diambil.

"Banyak juga kelas menengah ketika di PHK beralih menjadi driver online atau kurir paket online," ucapnya.

Minta Upah Naik 20 Persen

Mirah meminta pemerintah fokus untuk memperbaiki ekonomi pada sisa waktu hingga Oktober 2024 ini sebelum berganti pucuk kepemimpinan. Dia menegaskan, masyarakat membutuhkan harga bahan pokok yang murah dan terjangkau.

Di samping itu, dia juga menyarankan adanya kenaikan upah buruh sebesar 20 persen.

"Yang paling dibutuhkan oleh rakyat saat ini adalah turunkan harga barang kebutuhan pokok 20 persen, kembalikan dan di perluas subsidi rakyat, naikkan upah pekerja atau buruh 20 persen dan jangan keluarkan regulasi, kebijakan, keputusan yang merugikan rakyat banyak," pungkasnya.

 


Konsumsi Kelas Menengah Turun, Ekonom: Alarm bagi Pemerintah

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto. (Foto: tangkapan layar/Tira Santia)

Sebelumnya, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto, menyebut terjadinya perlambatan konsumsi, khususnya kelas menengah menjadi alarm bagi Pemerintah sebagai pembuat kebijakan.

Eko menuturkan, sebelum COVID-19 konsumsi rumah tangga masih tumbuh rata-rata di kisaran 5 persen alias tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi setiap kuartal.

Namun, 2024 konsumsi rumah tangga justru di bawah 5 persen yakni 4,9 persen di kuartal I dan II-2024. Dia menuturkan, penurunan tersebut seharusnya menjadi alarm bagi Pemerintah agar membuat kebijakan yang tidak menekan rakyat.

"Ini seharusnya ini menjadi alarm bagi membuat kebijakan terutama pemerintah begitu. Ketika konsumsi sudah bermasalah," kata Eko dalam diskusi publik bertajuk "Kelas Menengah Turun Kelas", Senin (9/9/2024).

Jika dilihat data pada kuartal I dan II tahun 2024, meskipun ada momentum Pemilu Presiden dan Lebaran tidak mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga menjadi tumbuh signifikan.

"Kalau kita lihat data kemarin ya di Q1 dan Q2 itu melampaui masa di mana ada siklus ya musiman yaitu, puasa dan Lebaran. Puasa dan Lebaran itu nggak nendang ya, enggak sampai kemudian membuat pertumbuhan konsumsi bisa 5%, padahal katanya yang mudik jauh lebih banyak ya. Pecah rekor mudik gitu ya, terus kemudian ada pemilu begitu," ujarnya.

Eko menilai hal inilah yang harus menjadi konsen pemerintah ke depannya. Bahkan berdasarkan prediksinya konsumsi rumah tangga tidak akan mengalami perbaikan hingga akhir 2024.

"Sepertinya kalau saya lihat sampai akhir tahun juga enggak ada tanda-tanda pembaikan ya. Kemungkinan, mungkin di triwulan 4 nanti ya. Tapi itu harus kita lihat," ujarnya.

Eko menegaskan, perbaikan konsumsi rumah tangga tak kunjung membaik, karena dipengaruhi oleh tidak kompaknya Pemerintah, baik itu Kementerian dan lembaga.

 

Infografis Jurus Pemerintahan Prabowo - Gibran Capai Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya