Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan kembali menyita terhadap produk besi baja siku yang tidak memiliki izin. Nilainya mencapai Rp 11 miliar.
Dia menghitung, pada satu pabrik di wilayah Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat terdapat 11 ribu ton besi baja siku yang tak mengantongi izin. Itu merupakan salah satu komponen untuk digunakan pada sebuah konstruksi.
Advertisement
"Jumlahnya ada 11 ribu ton, jadi enggak sedikit, 11 ribu ton itu artinya 11 juta kilo (gram), banyak. Nilainya kira-kira Rp 11 miliar," ujar Mendag Zulkifli di Cikarang Utara, Bekasi, Kamis (26/9/2024).
Dia mengatakan, pengawasan sudah dilakukan sejak 12 September 2024 lalu. Ujungnya, dilakukan penindakan di sebuah gudang.
"Saudara-saudara ini sudah diawasi mulai 12 September karena banyak industr yang model ini dan ini disebut besi siku sama kaki," kata dia.
Temuannya, besi baja siku tersebut tidak sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan Nomor Pendaftaran Barang (NPB).
"(Barang) Ini harus memenuhi SNI dan NPB. Ini dua-duanya enggak ada. Tidak memenuhi SNI dan tidak memenuhi NPB," tegas dia.
Akan Dimusnahkan
Mendag Zulkifli Hasan menegaskan, temuan hasil kerja Satgas Pengawasan Barang Tertentu yang Dikenakan Tata Niaga Impor ini akan dimusnahkan dalam waktu dekat. Tujuannya melindungi konsumen dari peredaran barang tak sesuai standar.
"Kita lakukan penindakan secara administratif ini nanti harus dimusnahkan," tegasnya.
Temuan ini merupakan kerja dari Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga. Termasuk menggandeng sejumlah pihak terkait seperti Kementerian Perindustrian hingga kepolisian.
Baja profil siku sama kaki tersebut disita oleh Ditjen PKTN Kemendag di gudang yang diketahui milik PT Sumber Abadi Steel.
Mendag Bilang Ada yang Coba Jegal Kebijakan Bea Masuk Keramik
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menegaskan impor keramik akan kena bea masuk tambahan untuk menjaga produk dalam negeri. Namun, dia mengaku banyak pihak yang mencoba melawan kebijakan tersebut.
Diketahui, impor keramik akan dikenakan bea masuk anti dumping (BMAD). Usulan Kemendag, besarannya berkisar dari 40-50 persen. Itu jadi langkah dalam menjaga peredaran keramik impor di pasar lokal.
"Kita atur kita tata, tapi prinsip dasarnya kita ini sama kok, kita perlindungan, keberpihakan terhadap UKM, industri lokal itu sebenarnya gak tawar-tawar," kata Mendag Zulkifli Hasan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (4/9/2024).
Dia mengatakan, bea masuk tambahan akan berlaku untuk impor keramik. Namun, ternyata didapat ada banyak pihak yang tidak sepakat atas kebijakan tersebut.
Mendag Zulkifli menyebut hal itu sudah biasa dihadapinya. Sehingga, dia tidak takut atas perlawanan yang disebutnya tadi. Meski begitu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini tak membeberkan lebih jauh siapa pihak yang melawan kebijakan tadi.
"Keramik itu kami udah sepakat kita kasih bea masuk anti dumping, kita kasih lagi bea masuk tindakan pengamanan, lawannya banyak pak, tapi saya kan udah biasa lah, gak takut lagi gitu udah biasa, kadang-kadang ya tau lah lobinya kan kuat, tapi saya jalan terus," bebernya.
Impor keramik yang masuk ke pasar Indonesia turut mengganggu persaingan dengan produk lokal. Termasuk sulitnya bersaing dari sisi harga jual.
Advertisement
Tunggu Restu Sri Mulyani
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menyerahkan surat rekomendasi Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas keramik impor asal China kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Kasan mengatakan, Kementerian Perdagangan saat ini sedang menunggu aturan Bea Masuk Anti Dumping diterbitkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang akan ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani.
“Kalau keputusannya, surat rekomendasi itu sudah disampaikan ke Kemenkeu, tinggal tunggu PMK-nya,” kata Kasan saat ditemui di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Sementara, terkait besarannya, BMAD akan dikenakan 40-50 persen sebagaimana disampaikan Menteri Perdaganga (Mendag) Zulkifli Hasan. Di sisi lain, terkait BMAD sebesar 200 persen, masih dalam tahap rekomendasi untuk mempertimbangkan dampak ke hilirnya.
“200 persen itu kan enggak semua perusahaan rata. Itu hasil penyelidikan dari KADI untuk yang tidak kooperatif waktu itu, direkomendasi KADI 199,8%. Tapi itu kan belum jadi keputusan pemerintah. Itu baru mengikuti berapa margin yang ditemukan, belum ada pertimbangan dari pemohon gimana, dampak ke hilir gimana, ini kan keramik yang pakai gimana," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan berencana mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) hingga 200 persen pada barang-barang asal China. Langkah ini merupakan salah satu jalan untuk melindungi industri lokal.
Besaran bea masuk yang akan dikenakan pada barang-barang China, dijelaskan oleh Zulkifli, telah diputuskan antara 100 persen dari harga barang sampai 200 persen. Pengenaan bea masuk hingga 200 persen ini juga telah dirundingkan langsung dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat terbatas beberapa waktu lalu.
Ramai Impor Ilegal, Jokowi Sudah Wanti-Wanti Sejak Lama
Sebelumnya, keresahan terhadap impor tekstil ilegal sudah mencuat sejak lama. Kalangan pengusaha sudah menyampaikan adanya indikasi impor tekstil ilegal yang ditunjukkan dalam selisih data resmi ekspor impor tekstil.
Impor tekstil ilegal ini juga sudah menjadi perhatian serius Presiden Joko Widodo sejak 2015. Presiden sudah melihat maraknya impor ilegal sangat membahayakan industri dalam negeri.
Presiden dalam Rapat Terbatas tentang Perdagangan dan Impor di Kantor Presiden, yang dikutip dari siaran pers Sekretariat Negara pada 12 Oktober 2015, menyampaikan terjadi laju penurunan produksi tekstil dalam negeri dari 30 hingga 60 persen.
Presiden saat itu sudah mengingatkan produk impor ilegal akan mengganggu pasar dalam negeri, merugikan keuangan negara, dan melemahkan daya saing produk sejenis buatan dalam negeri.
Kepala Negara mengatakan sudah mendengar bahwa terdapat banyak modus impor ilegal, baik dalam penyelundupan bea masuk, PPH maupun PPN.
Presiden pun menginstruksikan agar hal tersebut disikapi dengan serius terutama dengan melakukan reformasi menyeluruh pada tata kelola perijinan impor sehingga lebih terintegrasi serta berbasis Informasi Teknologi (IT). Presiden juga memerintahkan agar dilakukan peningkatan pengawasan terhadap pelabuhan-pelabuhan kecil untuk menghentikan penyelundupan.
Advertisement