Liputan6.com, Jakarta Pendapatan dari cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) ditargetkan mencapai Rp 3,8 triliun pada 2025 mendatang, atau saat dimulainya tahun pertama pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Namun, angka tersebut lebih kecil dari target untuk cukai MBDK tahun ini sebesar Rp 4,3 triliun. Hal ini dengan mempertimbangkan perkembangan ekonomi di tahun depan.
Advertisement
"Cukai MBDK tahun ini Rp 4,3 triliun dan di tahun depan 2025 dicantumkan Rp 3,8 triliun," kata Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Ditjen Bea Cukai, M. Aflah Farobi dalam kegiatan Media Gathering di Anyer, Banten, Kamis (26/9/2024).
"Kenapa lebih rendah? kemarin kami telah diskusi dengan DPR dan melihat bahwa untuk penerapan cukai MBDK ini tentunya harus dikaji sesuai perkembangan ekonomi," jelas dia.
Simulasi Tarif 2,5%
Aflah melanjutnya, target pendapatan sektor MBDK dibuat dengan simulasi tarif 2,5%.
Namun, Aflah menyebut, ia belum bisa mengungkapkan lebih rinci terkait produk apa saja yang akan terkena cukai Minuman Berpemanis, karena masih akan dibahas lebih lanjut ketika pemerintahan baru Presiden Terpilih Prabowo Subianto resmi terbentuk.
"2,5% masuk ke kajian kita jadi belum kita putuskan. Ini pengaruh nantinya bagaimana policy pemerintah baru,” terangnya.
Pengusaha: Cukai Minuman Berpemanis Butuh Konsultasi Konsumen
Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bahwa pihaknya berharap Pemerintah dapat melakukan konsultasi publik sebelum menerapkan cukai minuman berpemanis Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang batas maksimal kandungan gula, garam, dan lemak (GGL) dalam pangan olahan.
"Menurut saya perlu banyak persiapan dan konsultasi publik yang dilakukan terutama dengan kami para pelaku usaha sebelum aturan ini bisa benar-benar diterapkan," ungkap Ketua Umum Apindo Shinta W. Kamdani saat ditemui di Kantor Apindo, Jakarta, Senin (23/9/2024).
Shinta menjelaskan, bahwa konsultasi publik ini menjadi langkah penting untuk mengidentifikasi kendala yang mungkin dapat dihadapi para pengusaha setelah kebijakan tersebut diterapkan.
"Semoga proses itu perlu transisi. Maka aturan ini tidak bisa langsung diterapkan karena dengan kondisi seperti sekarang ini kami juga tidak ingin menambah beban,” jelasnya.
"Kita juga mau melihat dari segi pelaksanaannya nanti seperti apa. Kita juga meminta masukan dari para pelaku usaha yang nantinya kemungkinan terdampak kebijakan ini," sambungnya.
Sudah Beri MasukanSelain itu, Shinta juga menyebut, pihaknya sudah memberikan masukan ke Kementerian Kesehatan terkait pentingnya memastikan ada transisi secara bertahap dalam pemberlakukan cukai kebijakan tersebut.
Advertisement