Kampanye Pilkada 2024 Boleh Dilakukan di Kampus, Ini Syaratnya

Kampanye terbuka untuk Pilkada 2024 kini boleh dilakukan di kampus. Hal ini menyusul dengan dikabulkannya uji materi Undang-undang Pilkada pada 21 Agustus 2024. Berikut aturannya.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 26 Sep 2024, 19:00 WIB
Peserta mengikuti pawai sosialisasi pengawasan Pilkada Serentak 2024 saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (22/9/2024). (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Kampanye terbuka untuk Pilkada 2024 kini boleh dilakukan di kampus. Hal ini menyusul dengan dikabulkannya uji materi Undang-undang Pilkada yang didugat oleh dua mahasiswa pada 21 Agustus 2024 lalu.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 69 huruf i UU Pilkada diubah sehingga memungkinkan kampanye di perguruan tinggi selama telah mendapatkan izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan tanpa atribut kampanye pemilu. Sebelumnya, UU Pilkada melarang kampanye di tempat pendidikan, termasuk perguruan tinggi.

Meski sudah diizinkan, namun kampanye Pilkada 2024 di kampus harus mengikuti aturan yang berlaku. Anggota Bawaslu, Puadi menjelaskan dua syarat kampanye di kampus setelah putusan MK.

Dia mewanti-wanti peserta Pemilu 2024 untuk memenuhi dua syarat tersebut, apabila hendak berkampanye di kampus. Pertama, kata dia, kampanye di kampus harus berdasarkan undangan atau izin rektor atau penyelenggara.

"Jadi bukan keinginan calon peserta (pemilu) datang ke kampus, melainkan diundang oleh rektor atau oleh penyelenggara. Intinya diundang oleh rektor," kata Puadi dikutip dari situs bawaslu.go.id, Kamis (26/9/2024).

Kedua, kata Puadi, peserta pemilu yang diundang ke kampus tidak membawa atribut kampanye atau alat peraga kampanye.

"Boleh kampanye di kampus, akan tetapi harus ada izin dari rektor dan kedua tidak boleh membawa atribut," ucap Puadi.

Berikut beberapa aturan yang harus dipenuhi peserta Pilkada 2024 jika ingin berkampanye di kampus, dikutip dari Peraturan KPU Nomor 13 tahun 2024 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Calon Wali Kota. 

Pasal 58

(1) Tempat perguruan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) meliputi:

  1. gedung;
  2. halaman;
  3. lapangan; dan/atau
  4. tempat lainnya, yang ditentukan oleh penanggung jawab perguruan tinggi.

(2) Perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

  1. universitas;
  2. institut;
  3. sekolah tinggi;
  4. politeknik;
  5. akademi; dan
  6. akademi komunitas.

(3) Kampanye di perguruan tinggi dilaksanakan pada Hari Sabtu dan/atau Hari Minggu.

(4) Metode Kampanye di perguruan tinggi meliputi:

  1. pertemuan terbatas; dan
  2. pertemuan tatap muka dan dialog.

(5) Peserta Kampanye di perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sivitas akademika yang tidak dilarang ikut serta kegiatan Kampanye sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 59

(1) Petugas penghubung menyampaikan permohonan izin kegiatan Kampanye kepada penanggung jawab perguruan tinggi.

(2) Penanggung jawab perguruan tinggi dalam memberikan izin kegiatan Kampanye harus menerapkan prinsip adil, terbuka, dan proporsional, serta tidak berpihak kepada salah satu Pasangan Calon.

(3) Penanggung jawab perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

  1. rektor pada universitas dan institut;
  2. ketua pada sekolah tinggi; dan
  3. direktur pada politeknik, akademi, dan akademi komunitas.

(4) Izin dari penanggung jawab perguruan tinggi yaitu surat izin, paling sedikit memuat informasi:

  1. Hari;
  2. tanggal;
  3. jam;
  4. tempat kegiatan;
  5. metode Kampanye;
  6. tema materi Kampanye; dan
  7. Pasangan Calon.

(5) Dalam hal penanggung jawab perguruan tinggi memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), petugas penghubung Pasangan Calon menyampaikan salinannya kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan atau kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama paling lambat 1 (satu) Hari sebelum pelaksanaan Kampanye.

(6) Dalam hal penanggung jawab perguruan tinggi memberikan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), petugas penghubung Pasangan Calon menyampaikan salinannya paling lambat 1 (satu) Hari sebelum pelaksanaan Kampanye kepada:

  1. KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota;
  2. Bawaslu Provinsi atau Bawaslu Kabupaten/Kota; dan
  3. Kepolisian Negara Republik Indonesia, sesuai tingkatannya.

 

 


MK Kabulkan Permohonan Uji Materi UU Pilkada, Kampanye di Perguruan Tinggi Diperbolehkan

Kegiatan sosialisasi dilakukan dengan berjalan kaki dari depan gedung Bawaslu RI ke Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. (merdeka.com/Arie Basuki)

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada). Permohonan ini diajukan oleh dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sandy Yudha Pratama Hulu dan Stefanie Gloria, dengan Nomor Perkara 69/PUU-XXII/2024.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa Pasal 69 huruf i UU Pilkada diubah sehingga memungkinkan kampanye di perguruan tinggi selama telah mendapatkan izin dari penanggung jawab perguruan tinggi dan tanpa atribut kampanye pemilu. Sebelumnya, UU Pilkada melarang kampanye di tempat pendidikan, termasuk perguruan tinggi.

Majelis Hakim menekankan bahwa keputusan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi civitas akademika menjadi lokomotif dalam penyelenggaraan kampanye yang lebih mendalam dan konstruktif. Keputusan ini diharapkan dapat mendorong dialog yang matang dalam proses politik dan memberikan ruang bagi akademisi untuk menguji visi, misi, dan program kerja para calon kepala daerah.

Selain tempat berkumpulnya sebagian dari pemilih pemula dan pemilih kritis, mengecualikan larangan kampanye di perguruan tinggi yang berarti membuka kesempatan dilakukan kampanye dialogis secara lebih konstruktif pada akhirnya akan bermuara pada kematangan berpolitik bagi masyarakat.

Dalam pertimbangannya, MK juga menegaskan bahwa pemilihan kepala daerah harus diperlakukan setara dengan pemilihan umum lainnya, mengacu pada Pasal 22E ayat (2) UUD NRI Tahun 1945. MK juga merujuk pada beberapa putusan sebelumnya, termasuk Putusan Nomor 55/PUU-XVII/2019 dan 85/PUU-XX/2022, yang menekankan harmonisasi antara pemilu dan Pilkada.

Mahkamah juga menyatakan bahwa keputusan ini secara mutatis mutandis mengadopsi pertimbangan hukum dari Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 terkait izin kampanye di tempat pendidikan yang hanya diperuntukkan bagi perguruan tinggi.

Sandy dan Stefanie berharap putusan ini menjadi langkah awal untuk menghidupkan kembali iklim demokrasi dalam Pilkada Serentak 2024, dengan memberikan ruang bagi akademisi untuk berperan sentral dalam menguji gagasan para calon kepala daerah. Mereka menekankan pentingnya gagasan berbasis data dan kajian untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya