Liputan6.com, Jakarta Perundingan perjanjian perdagangan Indonesia dan Uni Eropa berjalan alot di sektor produk kelapa sawit. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menilai hal tersebut seharusnya tak lagi menjadi masalah.
Diketahui, perundingan Indonesia-European United Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) sudah berjalan selama 9 tahun. Terbaru, ada pertemuan untuk mengakselerasi perundingan, meski masih menemui hambatan pada isu deforestasi.
Advertisement
"Sudah dilaporkan, kita kasih tahu, silakan, kita sudah banyak memenuhi permintaan kalau nambah lagi, nambah lagi (permintaan Eropa) tentu repot ya," kata Mendag Zulkifli, di Cikarang Utara, Bekasi, Kamis (26/9/2024).
Dia menginginkan perundingan itu bisa selesai lebih cepat. Artinya, kedua pihak bisa menyepakati dokumen perjanjian yang sudah dibahas sejak lama itu.
"Kita ingin IEU-CEPA selesai tapi kan tergantung sananya juga kan. Ya tapi memang kalau kita mau, sananya enggak mau ya kan enggak bisa," ujarnya.
Minyak Sawit Jadi Sorotan
Kembali soal isu deforestasi, Eropa menyoroti produksi minyak kelapa sawit yang dinilai sarat akan deforestasi. Ini berkaitan dengan kebijakan anti-deforestasi Uni Eropa atau European Anti-Deforestation Regulation (EUDR).
Mendag Zulkifli bilang, perundingan kemungkinan akan lebih alot lagi di masa pemerintahan mendatang. Mengingat produksi minyak kelapa sawit Indonesia akan digiring ke peningkatan biodiesel atau B50 di era Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
"Kita kasih tahu, karena kalau pemerintahan baru nanti akan lebih sulit lagi saya kira. Pak Prabowo kan tahu sendiri, Pak Prabowo ingin agar CPO jadi B50 kan, jadi kita penuhi soal CPO, gak penting lagi ini," urainya.
Banyak Hal Disepakati
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono bagikan alasan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) masih alot hingga saat ini.
Djatmiko menyebut masih ada beberapa kebijakan yang belum bisa disepakati oleh kedua belah pihak. Meskipun begitu, hingga saat ini sudah banyak hal yang telah mencapai kesepakatan bersama antar kedua pihak.
“Banyak yang sudah disepakati oleh Indonesia dan Uni Eropa untuk diatur dalam perjanjian CEPA. Namun, ada beberapa hal yang masih menjadi bahasan kedua belah pihak,” kata Djatmiko kepada wartawan di kantor Kemenko Perekonomian, Rabu (25/9/2024).
Djatmiko menambahkan, Indonesia juga telah menyampaikan beberapa hal pada UE untuk mencoba mencari titik temu atau landing zone yang bisa diterima kedua belah pihak terkait hal-hal yang jadi kekhawatiran bersama. Salah satu aspek yang masih menjadi pembahasan adalah terkait aturan deforestasi.
Advertisement
Hal yang Disetujui
Adapun beberapa hal yang sudah disetujui oleh kedua belah pihak di antaranya terkait barang yaitu menurunkan instrumen tarif secara gradual. Hal ini, menurut Djatmiko sudah sampai memuaskan kedua pihak.
Kemudian dari sisi fasilitasi, hal-hal yang dianggap bisa membantu mendukung upaya peningkatan hubungan perdagangan atau investasi, transparansi dan berbagai elemen lain inklusivitas sudah disepakati.
“Terkait teknis juga sudah dibahas sudah ada kesamaan pandang, tapi masih ada aturan yang belum selesai, kita masih mencari titik tengah isu tersebut,” ujarnya.
Adapun proses perjanjian kerja sama IEU-CEPA telah berlangsung selama 9 tahun. Namun konsep perjanjian tersebut tak kunjung rampung.