PP 28/2024 Beri Kepastian Bagi Dunia Usaha Sektor Kesehatan

UU Kesehatan dan PP nomor 28 memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha yang berkecimpung di sektor kesehatan

oleh Septian Deny diperbarui 26 Sep 2024, 18:45 WIB
Michelle Saenz dari Santee, California memilih susu formula di toko kelontong di seberang perbatasan di Tijuana, Meksiko, Selasa (24/5/2022). Saat susu formula di sejumlah supermarket Amerika Serikat hampir kosong, justru rak-rak susu di supermarket Meksiko terlihat penuh dengan berbagai pilihan. (AP Photo/Gregory Bull)

Liputan6.com, Jakarta Pemberlakuan Undang Undang Kesehatan No 17 Tahun 2023 dan aturan turunannya melalui Peraturan Pemerintah (PP) no 28 tahun 2024 menuai apresiasi publik. Regulasi anyar ini dianggap cukup memadai dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, melindungi masyarakat, menjaga kepentingan publik dan membantu mengatasi berbagai permasalahan kesehatan di Indonesia. Namun, ada sejumlah tantangan yang penting dicermati.

Beleid baru ini mendapatkan penilaian positif karena dianggap mampu mengakomodir seluruh aspek dalam sistem kesehatan di Indonesia. Seperti mengatur berbagai upaya yang bersifat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif dengan tujuan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan serta mengatur kewenangan dan tanggung jawab tenaga kesehatan.  

Menurut Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Redjalam, Undang-Undang Kesehatan No.17 Tahun 2023 merupakan tonggak penting perwujudan amanah UUD 1945, memastikan kehadiran negara dalam pengaturan kesehatan di Indonesia.

“PP No.28 Tahun 2024 menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang bermutu, aman, efisien, merata, dan  terjangkau oleh masyarakat. Upaya kesehatan tersebut ditujukan untuk mewujudkan derajat kesehatan  yang setinggi-tingginya bagi masyarakat. Kami apresiasi niat baik pemerintah,” kata Piter.

“Meski demikian, UU Kesehatan tetap menyisakan sejumlah tantangan besar, khususnya dalam menindaklanjuti semua materi muatan UU Kesehatan ke dalam Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya,” lanjutnya. 

Piter memberikan beberapa contoh tantangan. “Di satu sisi, PP memberikan kepastian hukum. Namun di sisi lainnya, PP ini berpotensi menciptakan kebingungan yang dapat berdampak pada upaya edukasi masyarakat sampai dengan perekonomian,” sebut Piter.

Piter menjelaskan, UU Kesehatan dan PP nomor 28 memberikan kepastian hukum bagi dunia usaha yang berkecimpung di sektor kesehatan. Pelaku bisnis bisa kembali fokus mengembangkan usaha dan memenuhi kebutuhan konsumen karena merasa telah memiliki batasan atau pagar yang jelas, sehingga tidak keluar dari koridor hukum. 

 


Susu Formula

Susu formula bayi disimpan di lemari es di luar Glassmanor Community Center di Oxon Hill, Maryland, Rabu (25/5/2022). Dengan kelangkaan susu formula bayi di Amerika Serikat, pemilik restoran DC Mark Bucher mulai membeli susu formula dari tempat-tempat di mana ada lebih banyak jumlahnya dengan lebih sedikit kebutuhan, dan memberikannya melalui program Feed the Fridge. (Stefani Reynolds/AFP)

Menilik soal kesehatan bayi, PP No.28 tahun 2024 menyatakan bahwa setiap bayi berhak memperoleh air susu ibu (ASI) eksklusif sejak dilahirkan sampai usia 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi medis. Pengecualian terkait indikasi medis ini juga sejalan dengan the International Code of Marketing of Breast-Milk Substitutes (WHO Code)

. “Dengan kata lain, PP No. 28 tahun 2024  mengakui bahwa susu formula dapat digunakan untuk menggantikan ASI ketika ASI Eksklusif tidak dapat diberikan dan donor ASI tidak tersedia. Ini bentuk konfirmasi sekaligus validasi bahwa susu formula dapat dikonsumsi bayi usia 0-6 bulan,” kata Piter. 

WHO telah menerbitkan WHO Code pada tahun 1981 dengan tujuan memberikan dukungan dan perlindungan terhadap proses menyusui dengan cara mengatur praktik perdagangan formula bayi dan produk Pengganti ASI (PASI) lainnya. Sejauh ini Indonesia cukup berhasil mengimplementasikan WHO Code, khususnya bila dibandingkan dengan capaian rata-rata negara di Asia dan dunia. Merujuk Marketing of BMS: National Implementation of the International Code Status Report 2020, Pencapaian Indonesia pada tahun 2020 adalah sebesar 50%. Lebih baik dari rata-rata implementasi di kawasan Asia (41%) dan di tingkat global (11%). 

Cukup berhasilnya implementasi WHO Code di Indonesia menyiratkan bahwa ketentuan pengaturan praktik perdagangan formula bayi dan produk pengganti ASI untuk produk bayi hingga usia satu tahun yang diberlakukan oleh pemerintah sejauh ini tidak menghambat pemberian ASI Eksklusif di Indonesia. 

 

 


Jaga Sektor Kesehatan dan Ekonomi

Pemandangan gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan di Jakarta, Selasa (5/4/2022). Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 menjadi 5,1 persen pada April 2022, dari perkiraan sebelumnya 5,2 persen pada Oktober 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Piter mengharapkan agar pemerintah bisa menjaga momentum positif ini untuk mengupayakan perbaikan status kesehatan dan kondisi perekonomian. Diperlukan kondisi regulasi yang kondusif sehingga angka pemberian ASI Eksklusif terus meningkat, angka prevalensi stunting semakin membaik dan kontribusi industri nutrisi terhadap perekonomian juga terjaga. Hal ini perlu dijaga di tengah-tengah trend pemberhentian hubungan kerja (PHK) yang terjadi akhir-akhir ini.

Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja, korban PHK industri manufaktur telah mencapai 46 ribu pekerja sepanjang tahun 2024. Industri tekstil, garmen dan alas kaki menjadi sektor terbesar penyumbang PHK akibat anjloknya permintaan konsumen dalam tiga tahun terakhir. 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya