Tekan Pernikahan Dini, Banyuwangi Perketat Syarat Dispensasi Nikah

Pemkab Banyuwangi menunjukkan keseriusan dalam mencegah dan menanggulangi pernikahan dini yang marak terjadi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah merancang skema memperketat pengurusan dispensasi nikah.

oleh Hermawan Arifianto diperbarui 29 Sep 2024, 10:00 WIB
MoU lintas instansi dilakukan untuk menekan angka pernikahan dini di Banyuwangi (Istimewa)

Liputan6.com, Banyuwangi - Pemkab Banyuwangi menunjukkan keseriusan dalam mencegah dan menanggulangi pernikahan dini yang marak terjadi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah merancang skema memperketat pengurusan dispensasi nikah. Pemkab menggandeng sejumlah instansi untuk melakukan upaya tersebut. Kerjasama tersebut tertuang dalam MoU yang ditandatangani antara Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan KB Henik Setyorini, Kepala Dinas Kesehatan Amir Hidayat dan Kepala Pengadilan Agama, Husnul Muhyidin, di Banyuwangi, Jumat (27/9/2024).

Kepala Dinsos PPKB Henik Setyorini menjelaskan MoU itu merupakan bagian dari program perlindungan anak dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dalam kesepakatan itu tertuang dua syarat tambahan yang wajib dipenuhi sebelum seseorang mengajukan dispensasi nikah ke Pengadilan Agama.

Syarat pertama adalah mengantongi surat rekomendasi kematangan psikologis dari psikolog yang telah ditunjuk Dinsos PPKB. Rekom tersebut bertujuan mengukur tingkat kematangan mental dari pemohon dispensasi nikah. Syarat kedua adalah melampirkan surat rekomendasi hasil pemeriksaan kesehatan dan kematangan reproduksi. Pemeriksaan kesehatan itu nantinya difasilitasi oleh Dinkes. "Hasil asesmen nantinya akan menjadi pertimbangan hakim untuk menentukan pemohon layak diberi dispensi kawin atau tidak," kata Henik.

Henik menambahkan bahwa, tujuan utama dari skema itu bukan dalam rangka mempersulit masyarakat. Justru bertujuan untuk melindungi anak-anak dari risiko pernikahan dini. Menurutnya, pernikahan dini memiliki berbagai dampak negatif yang signifikan, baik dari segi fisik, mental, maupun sosial. Remaja yang menikah dini sering kali belum siap secara fisik untuk kehamilan. Hal ini meningkatkan risiko komplikasi saat kehamilan serta melahirkan.

“Belum lagi perkara kesehatan mental. karena tanggung jawab rumah tangga yang berat di usia muda bisa menimbulkan tekanan mental, seperti kecemasan, depresi, atau stres. Ya yang ujungnya berakhir perceraian. Ini harus dihindari,” ujar Henik.


Risiko Kekerasan dalam Rumah Tangga

Pernikahan dini cenderung juga meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga. Kurangnya pengalaman dan kedewasaan membuat mereka lebih rentan terhadap pengendalian atau eksploitasi dari pasangan. “Secara ekonomi kalau belum matang, bisa saja mereka terjebak dalam siklus kemiskinan, yang dapat berlanjut hingga generasi berikutnya,” kata Henik.

Henik berharap melalui MoU ini target perkawinan usia anak usia dini bisa ditekan. Angka perceraian, kematian ibu dan bayi, angka stunting juga bisa turun. "Kami berkomitmen untuk terus memantau dan mengevaluasi efektivitas program yang dilaksanakan, demi tercapainya tujuan jangka panjang dalam melindungi anak dan remaja," pungkasnya.

Infografis Komponen Wajib Pernikahan Indonesia.  (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya